Setelah melakukan seks bebas, remaja usia 16 tahun itupun terpapar HIV. Setahun kemudian ia dinyatakan positif AIDS. Saat usianya 18 tahun ia melahirkan anak sementara anaknya juga divonis positif HIV. Demikian tutur Anggita Pradipta, menjelaskan besarnya ancaman HIV-AIDS pada remaja. Redaktur Majalah Kawanku yang akrab dipanggil Anggi ini, juga memaparkan banyak temuannya dalam acara Diskusi Terbatas Media Remaja yang digagas Muslimah HTI pada Selasa, 15 Desember 2009. Hasil investigasinya di sebuah SMU di Jakarta misalnya, melengkapi fakta betapa memprihatinkan perilaku seks bebas -sebagai pintu utama penularan HIV-AIDS- di kalangan remaja. Data yang didapatkannya, sekitar 71% siswa cowok mengaku setiap hari memikirkan seks, 68% nya mengaku sering menonton video porno termasuk via HP, dan 39% nya mengaku sudah melakukan hubungan dengan pasangannya.
Shinta Dewi redaktur Annida on-line, menjelaskan bahwa media sangat berpengaruh membentuk pandangan dan opini di kalangan remaja termasuk tentang seks. Ironisnya, media justru bermuka dua. Satu sisi mukanya memberikan warning sebaliknya muka yang lain justru mengarahkan pada pandangan dan perilaku seks bebas. Iklan, film, foto, dan berbagai materi tayangan media tidak lepas dari unsur menguatkan dorongan seksual. Kebanyakan media sangat mendukung remaja untuk hanya mikirin seks. Penulis yang beken dengan nama pena Syamsa Hawa ini juga memperingatkan terhadap adanya upaya global struktural untuk merusak generasi muda Indonesia baik melalui virus HIV-AIDS secara langsung, maupun promosi perilaku liberal termasuk diantaranya pergaulan bebas. Ia menekankan perlunya media tandingan yang memberi ruang bagi remaja untuk berkarya dan mengasah kreativitasnya baik berupa budaya baca tulis (literasi) maupun karya lainnya semisal kompetisi pembuatan klip atau film pendek sebagaimana dalam media yang digelutinya
Menanggapi pernyataan beberapa siswa SMU dan mahasiswi peserta diskusi yang menyampaikan rendahnya minat teman-teman mereka terhadap media yang positif bagi perilaku sehat, Febrianti, juru bicara Muslimah HTI menyatakan hal itu bisa dipahami. Remaja saat ini seluruhnya adalah korban dari gempuran liberalisasi di berbagai segi. Semestinya hanya media positif yang boleh tumbuh. Media-media yang merusak semestinya tidak dibiarkan menghancurkan masa depan remaja sebagai generasi penerus. Dan upaya itu memerlukan kekuatan politik. Karenanya, Muslimah HTI terus melakukan edukasi politik agar umat menyadari adalah kebutuhan mendasar adanya sistem politik yang sanggup melindungi masa depan generasi. Pada dasarnya kekuatan politik juga diperlukan agar media-media yang positif mendapat tempat di hati generasi muda, tuturnya. (Agt -Kantor Jubir Muslimah HTI)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar