Mengenai Saya

Foto saya
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
Hamba Allah yang berusaha mempersembahkan sesuatu yang terbaik bagi Sang Pencipta

Al Liwa

Al Liwa

Selamat Datang

                                  Assalamu'alaikum Wahai Hamba Allah Yang Terkasih

Senin, 28 Desember 2009

KARENA ALLAH MENYAYANGIMU

KARENA ALLAH MENYAYANGIMU

Wanita menempati urutan pertama dalam urusan syahwat dunia , seperti tercantum dalam Alquran. Jika tak membingkai diri dengan syariat , maka wanita mudah menimbulkan fitnah.
Selama ini saya merasa telah sempurna dalam menjalankan syariatNYA untuk menutup aurat wanita kecuali wajah dan telapak tangannya. Hidayah Allah yang memberi kemudahan pada saya untuk mengenakan jilbab bagi saya adalah untuk melindungi diri dari gangguan orang orang jahil. Jadi pada intinya kewajiban berbusana Muslimah bertujuan untuk kebaikan Muslimah itu sendiri, itu saja.
Pemahaman itu terus melekat pada diri saya hingga suatu hari di sebuah acara pelatihan saya berkenalan dengan seorang peserta , yaitu ukhti K. adalah ibu dua anak , seorang guru di sebuah SDIT , mahir berbahasa Arab karena pernah belajar di Makkah , Arab Saudi dan ia pun seorang hafidzah,
Subhanallah
Perkenalan dengan ukhti K membuat saya tersadar bahwa ada Muslimah yang jauhh lebih wara’ daripada saya dalam berbusana Muslimah. Ia juga membuat saya mengerti bahwa keindahan busana bukanlah hal yang utama. Di saat Muslimah lain sibuk memadu padankan jilbab dengan baju atau jilbab dengan sepatu , ada seorang Muslimah yang sibuk muraja’ah (mengulang) hafalan Qurannya. Sebagian ulama berpendapat bahwa tidak dibenarkan wanita Muslimah menampakkan waajah dan juga telapak tangannya bila disekitar terdapat orang orang yang memandangnya dengan pandangan yang diharamkannya oleh Allah dan bila khawatir menimbulkan fitnah. Hal ini disepakati oleh pengikut mazhab Hambaliyah yang berpendapat bahwa wajah itu aurat dan pengikut mazhab Hanafiyah serta Malikiyah. Pertanyaan , adakah tempat di zaman sekarang ini yang benar benar aman dari hal hal tersebut?
Karena Allah Maha penyayang maka diturunkan perintah berjilbab bagi wanita. Wanita adalah makhluk yang bersifat ingin disenangi oleh laki laki , sehingga Allah mengaturNYa dalam syariat agar wanta menutupi keindahan dirinya yang bisa menjadi daya tarik lelaki. Rasulullah sendiri mengingatkan bahwa fitnah yang terbesar berasal dari kaum wanita.
Allah Maha Tahu sifat makhluk yang diciptakan NYA. Telah menjadi takdirNYa jika manusia mencintai keindahan dunia seperti wanita, anak anak dan harta benda. Yang menarik adalah bahwa wanita menempati urutan pertama dalam syahwat dunia seperti yang tercantum dalam surah ali imron ayat 14. Gejolak laki laki hanya dapat diredam dengan aturan ilahiah terhadap perempuan. Dalam hal ini adalah kepatuhan dalam menjalankan syariat berpakaian bagi wanita , disamping aturan aturan lain seperti tidak berhias brlebihan, keharusan menundukkan pandangan dan pelarangan ikhtilat(campur baur dengan non mahram). Bila wanita taat berbusana Muslimah maka mata laki laki akan terhindar dari menatap kecantikan wanita , sehingga berlaku prinsip semakin sedikit yang terbuka akan semakin baik. Tak dapat dinafikan , menjamurnya problema social di masyarakat seperti perselingkuhan dan pergaulan bebas tak luput dari sumbangan kaum wanitanya yang menampik hijab dan sudah tak sungkan dalam mengumbar aurat . Ketika syariat dilanggar , apalagi yang bisa kita harapkan ?
Adapula Muslimah yang menolak jilbab sebagai sebuah kewajiban. Mereka berdalih cukuplah ketuusan hati dan kebersihan jiwa sebagai jilbab yang paling utama. Jika itu alasannya mari buktikan kebenarannya. Cobalah Muslimah tersebut memakai pakaian seronok dan menggiurkan di tempat umum. Dapatkah ketulusan hati menolongnya dari tatapan liar laki laki ? Dapatkah kebersihan jiwanya menghalangi gejolak syahwatlul faraj(syahwat seks) laki laki ? kiranya sudah dapat ditebak jawabannya. Hal ini justru menimbulkan alapetaka dan kehancuran bagi laki laki.
Ada dua pilihan bagi Muslimah , yakni mematut matut diri dengan busana yang beragam bentuknya , atau istiqomah dengan busana takwa yang anggun , sederhana dan dihiasi dengan akhlak mulia.

JEJAK ZIONIS ITU ADA

JEJAK ZIONIS ITU ADA
Jauh sebelum Indonesia merdeka kaum zionis sebenarnya telah masuk ke Indonesia , Ridwan Saidi, dalam bukunya fakta 7 data Yahudi di Indonesia menyatakan masuknya zionis ke Indonesia dibawa oleh kaum Free Manshory. Mereka masuk dengan mendirikan perkumpulan teosofi pada tahun 1875 yang bernama Nederlandsch Indische Theosofische Vereeniging(perkumpulan teosofi Hindia Belanda).
Karena masuknya warga Yahudi sudah ada sejak masa colonial Belanda , khususnya di Jakarta. Pada abad ke-19 dan 20 sampai menjelang Belanda hengkang dari Indonesia, ada sejumlah took-toko di Noordwijk (kini JL. Juanda) dan Risjwik (Jl. Veteran ). Dua kawasan elite di Batavia kala itu seperti Olislager, Goldenberg , Jacobson van den Berg, Ezekiel 7 Sons dan Goodwordh Company.
Kaum Yahudi ini umumnya memakai paspor Belanda dan mengaku sebagai warga kincir angina. Tak heran di masa colonial , ada warga Yahudi yang mendapat posisi tinggi di pemerintahan , termasuk gubernur jenderal AWL Tjandra van Starkenburg Stachouwer(1936-1942).
Dalam buku jejak fre manshory 7 zionis di Indonesia disebutkan bahwa gedung Bappenas di Taman Surapati dulunya merupakan tempat para anggota Fre mnshory melakukan peribadatan dan pertemuan. Jejak mereka juga tampak di sepanjang JL. Medan Merdeka Barat dengan berbagai gedung pencakar langitnya. Semasa kolonial Belanda , JL.Blavatsky Boulevard. Di era tahun 1950-an di jalan Blavatsky Boulevard pernah berdiri sebuah loge atau sinagog. Gedung itu tak lain adalah gedung Indosat. Tak heran jika perusahaan itu dikuasai oleh SingTel, perusahaan patungan Singapura dan pengusaha Yahudi. Mungkin untuk memuliakan kembali sinagog yang dulu ada. lealistica_27@yahoo.comJudylene15_Tapia@yahoo.com

Manifestasi Kapitalisme Pendidikan Dalam Bentuk UU BHP

Manifestasi Kapitalisme Pendidikan Dalam Bentuk UU BHP

Setelah melalui proses yang amat panjang, DPR akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) BHP ( Badan Hukum Pendidikan) menjadi Undang-Undang, pada hari Rabu 17 Desember 2008. Dan ini adalah suatu bentuk manifestasi dari akibat sistem kapitalisme yang diterapkan oeh Pemerintah. Sehingga Pemerintah pun meliberalisasikan segala bidang aspek kehidupan, dan yang terkena imbasnya juga adalah sektor pendidikan. Sejak tahun 2000 Pemerintah telah menggulirkan konsep BHMN yang sudah dijalankan oleh tujuh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yaitu UI, UGM, ITB, IPB ,USU, UPI dan UNAIR. Dalam BHMN ( Badan Hukum Milik Negara), Pemerintah masih bertanggung jawab walaupun BHMN diberi otonomi khusus. Namun , ketika BHMN berpindah status menjadi BHP, maka Pemerintah, otomatis menyerahkan tanggung jawab pengelolaan universitas sepenuhnya kepada pihak pengelola pendidikan dan masyarakat, termasuk pembiayaannya. Padahal, dengan status BHMN saja, PTN rata-rata menaikkan beban biaya pendidikan yang sangat tinggi bagi para mahasiswanya, apalagi kalau UU BHP sudah diberlakukan oleh pemerintah dalam pengelolaan sistem pendidikan di Indonesia.
Dengan demikian, Pemerintah meminimalkan perannya bahkan cenderung melepaskan tanggung jawab dalam pembiayaan pendidikan. Padahal , kewajiban Negara adalah memberikan pelayanan pendidikan yang baik dan bermutu bagi rakyatnya. Dengan mendapatkan pendidikan yang baik, maka akan lahirlah kader-kader generasi penerus perjuangan bangsa dan Negara. Akan tetapi, jika rakyat tidak dapat mengenyam pendidikan yang baik dan bermutu, maka bangsa Indonesia akan melahirkan generasi para budak dan jongos.
Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing, di samping memiliki budi pekerti yang luhur dan moral yang baik.
Akan tetapi pada sekarang ini, fenomena penyelenggaraan perguruan tinggi menjadi sebuah ”industri” yang hanya mementingkan sebuah nilai komersialitas saja, sehingga mengarah pada sistem pendidikan kapitalisme.
Setidaknya ada empat titik kritis, yang memberi peluang PTN terjebak kapitalisme. Pertama, sistem rekrutmen mahasiswa yang dikelola secara otonom oleh PTN untuk jalur penelusuran minat dan kemampuan khusus (PMDK) atau sering disebut jalur “khusus" dan jalur ekstensi. Sistem ini bersangkut-paut dengan otoritas PTN dalam menentukan dua keputusan strategis: (1) siapa yang berhak diterima sebagai mahasiswa dan siapa yang tidak, (2) berapa besar sumbangan pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan (SP3) atau biasa disebut uang gedung, yang harus dibayar calon mahasiswa yang diterima.
Di Jawa Timur, misalnya, PTN yang disorot publik, karena menjadi pionir dalam membuka kelas ekstensi dan jalur khusus, yang rekrutmennya dikelola secara otonom oleh PTN bersangkutan, artinya tidak melalui jalur sistem penerimaan mahasiswa baru (SPMB) adalah Universitas Airlangga (Unair). Menurut keterangan Ketua Panitia PMDK Unair Dr drg Sherman Salim MS; uang gedung calon mahasiswa baru untuk jalur khusus berkisar antara Rp 5 juta - Rp.75 juta. Dana ini sah-sah saja, karena dijamin pasal 24 ayat (3) UU No 20/2003 tentang Sisdiknas, bahwa Perguruan Tinggi dapat memperoleh sumber dana dari masyarakat yang pengelolaannya dilakukan berdasar prinsip akuntablitas publik. Persoalannya, pengelolaan dana yang berdasar pada prinsip akuntabilitas publik inilah yang masih sulit untuk diwujudkan.(Kompas, Jumat 18 Juni 2004).
Di Universitas Indonesia, uang pangkalnya saja mencapai Rp. 25 juta untuk fakultas-fakultas eksakta.(Antara News, 04 Juli 2007). ITB, perguruan tinggi yang pernah meluluskan presiden pertama negeri ini, menawarkan 10 bangku di departemen teknik fisika dengan harga 25.000 dolar AS (Rp 200 juta lebih). Lalu juga Undip, membuka jalur khusus untuk Fakultas Kedokteran sebesar Rp 150 juta, sementara nilai ‘kursi’ untuk fakultas-fakultas teknik Rp 100 juta. UGM Yogya mematok harga bervariasi antara Rp 2 juta (untuk calon mahasiswa Fakultas Biologi, Filsafat), hingga di atas Rp 50 juta. (suaramerdeka.com)
Aset-aset perguruan tinggi pun dijadikan bisnis untuk mencari uang. Misalnya saja IPB mendirikan Bogor Botany Square, Ekalokasari Plaza, dan pom bensin di wilayah kampusnya. Sebenarnya ini sudah melanggar Tri Dharma Perguruan Tinggi karena menjadikan bagian kampus sebagai pusat bisnis. Pendidikan saat ini pun menjadi seperti barang mewah. Boleh dibilang, pendidikan harganya seperti barang kebutuhan tersier (mewah). Dan tentunya cuma bisa dibeli oleh mereka yang berkantong tebal. Sementara buat kebanyakan rakyat negeri ini yang memiliki penghasilan rata-rata yang masuk kategori kelas menengah ke bawah, cukup merajut mimpi saja. Yang jelas , UU BHP telah melahirkan pelayanan pendidikan diskriminatif. Ia telah melahirkan disparitas pendidikan yang sangat jauh dan melebar antara anak-anak orang kaya dengan anak-anak orang miskin. Seolah siapapun yang akan mendapatkan pendidikan harus diukur dari seberapa banyak uang yang dimiliki sebagai biaya masuk untuk duduk di bangku pendidikan tinggi. UU BHP sangat mendorong terciptanya kemunduran pendidikan. Sebab akan banyak sekali anak orang miskin yang tidak dapat bersekolah, sehingga pada akhirnya tidak akan mendapatkan pendidikan yang layak dan berkualitas. Lalu bagaimana nasib bangsa ini , jikalau generasi bangsa kita tidak mendapatkan pendidikan yang terbaik?. Maka tentunya bangsa Indonesia tidak akan dapat melahirkan suatu generasi bangsa yang bekualitas dan mempunyai nilai daya jual tinggi dalam menghadapi era perkembangan zaman yang begitu pesat. Dengan menempatkan pendidikan mahal akan merendahkan martabat pendidikan itu sendiri sebagai media pembebasan manusia dari cengkeraman kemiskinan. Hal itu terjadi karena komersialisasi akan mereduksi hakikat pendidikan dan kemanusiaan itu sendiri. Selain itu, proses komersialisasi juga akan "meminggirkan" kalangan tak mampu tapi berbakat.dan cerdas yang akan jadi korbannya. Angka partisipasi sekolah penduduk berusia 13-15 tahun tidak banyak berubah, bertahan pada 84%, sedangkan pada usia 16-18 tahun 53,92%. (BPS: Indikator Kunci Indonesia 2007 ). Soal kualitas, sistem pendidikan di Indonesia terbilang buruk. Menurut hasil penelitian sebuah lembaga konsultan di Singapura (The Political and Economics Risk Consultancy/PERC) September 2001, sistem pendidikan Indonesia berada di urutan 12 dari 12 negara Asia. Bahkan lebih rendah dari Vietnam. Sementara itu, hasil penilaian Program Pembangunan PBB (UNDP) pada tahun 2000 menunjukkan, kualitas SDM Indonesia menduduki urutan ke-109 dari 174 negara, atau jauh dibandingkan dengan Singapura (24), Malaysia (61), Thailand (76), dan Filipina (77) (satunet.com). UU BHP pun akan melahirkan suatu tatanan kehidupan yang kapitalistik, perilaku politik yang oportunistik, budaya hedonistik, kehidupan sosial yang egoistik, dan individualistik, sikap beragama yang sinkretik serta paradigma pendidikan yang materialistik. Nilai-nilai kemanusiaan akan diabaikan dalam kehidupan masyarakat. Hanya orang-orang kaya lah yang mempunyai privilese ( hak istimewa) dalam stratfikasi sosial dan mempunyai hierarki yang paling tinggi. Sungguh tak adil, jika pendidikan hanya dinikmati oleh segelintir orang saja. Padahal, Pemerintah seharusnya menyediakan suatu pendidikan yang layak bagi semua rakyatnya. Tidak seperti yang terjadi saat ini. Negara justru menjual pendidikan kepada warganya. Apalagi setelah kebijakan UU BHP yang akan diberlakukan, dunia pendidikan juga mengalami imbas yang kian negatif. Dan UU BHP tak lepas dari campur tangan asing yang menginginkan agar Negara Indonesia tetap menduduki sebagai Negara yang terbelakang dalam hal sisi pendidikannya. Hal itu sebagai upaya agar pihak-pihak asing dapat leluasa mengeruk (mengeksploitasi) kekayaan sumber daya alam (SDA) yang terdapat di Indonesia.
Intervensi asing dapat dibuktikan ketika berawal dari menguatnya liberalisasi ekonomi dan krisis multidimensi yang terjadi Indonesia pasca reformasi, terjadi inflasi ekonomi, pemerintah Indonesia mengalami defisit anggaran yang mengarahkan pemerintah mau tidak mau harus mengikuti anjuran dari badan kapitalisme global yakni IMF dan Bank dunia. Jadilah negeri ini diambil alih oleh Bank Dunia dan IMF, serta negara-negara maju (Negara-G8).
Adanya intervensi dari semua lembaga tersebut di atas tidak menjamin stabilitas perekonomian Negara Indonesia. Akan tetapi, lebih menjerumuskan Negara Indonesia ke jurang keterpurukan yang lebih dalam. Meski secara resmi Pemerintah telah memutus hubungan dengan IMF, peran lembaga seperti IMF dan Bank Dunia itu masih terus berlangsung.
Saat ini utang berupa dana segar dari Bank dunia hanya diberikan untuk utang Program Penyesuaian Struktural (SAP). Utang dengan skema SAP ini mensyaratkan Pemerintah untuk melakukan perubahan kebijakan yang mengarah pada kebijakan untuk (1) mengurangi peran Pemerintah dalam menyediakan barang publik , seperti listrik, maupun pelayanan umum seperti pendidikan, dan kesehatan. (2) memberikan keleluasaan kepada para pemilik modal untuk mengelola barang publik dan pelayanan umum sebagaimana mengelola barang perusahaan yang bertujuan mengejar dan menumpuk keuntungan.
Adapun bentuk-bentuk program penyesuaian struktural adalah (1) Swastanisasi (Privatisasi) BUMN (pengalihan kepemilikan BUMN dari Pemerintah kepada pihak swasta/asing). (2) Deregulasi dan pembukaan peluang bagi investor asing untuk memasuki semua sektor. (3) Pengurangan subsidi kebutuhan-kebutuhan pokok seperti beras, listrik, dan pupuk. (4) Menaikkan tarif telepon dan pos. (5) Menaikkan harga BBM. (6) Menaikkan biaya pendidikan sebanyak 300% (Kau.or.id, 12/11/2004 ).
Rasanya rakyat sudah capek dengan kondisi yang terjadi saat ini. Begitu banyak permasalahan yang mendera mereka. Yang kadangkala permasalahan tersebut membuat mereka menderita. Penderitaan mereka seakan-akan tidak pernah berhenti pada satu bidang saja. Mulai dari masalah pendidikan, kelaparan , kekurangan gizi, busung lapar , kemiskinan , pengangguran dsb. Sudah lama rakyat hidup dalam kubangan penderitaan, dan hingga sampai detik ini pun masih dialaminya. Tiap hari mereka lalui kehidupan ini dengan penuh kepahitan. Dan tak ada seorang pun yang mendengarkan rintihan mereka. Penderitaan mereka seakan-akan tak pernah ada habisnya. Rakyat rasanya sudah kehabisan suara untuk menjerit. Sekeras apapun suara rakyat tidak pernah didengar. Air mata , rasanya juga sudah habis untuk menangisi nasib yang tak kunjung baik, hanya karena Negara ini salah urus. Apa menunggu air mata darah ? Baru Negara yang katanya kaya raya ini jadi baik?
Kini rakyat hanya bisa menjual harga diri. Ini kenyataan . Jutaan rakyat kesulitan makan . Jutaan bayi kena busung lapar. Jutaan rakyat putus sekolah. Ribuan sekolah kondisinya sangat mengenaskan.
Berbagai kejadian membuktikan para pejabat selalu saja begitu kelakuannya , selalu bersikap egois terhadap rakyat . Jika sudah begini , apa rakyat masih harus percaya kepada omongan para pejabat atau pemerintah ? Masih lebih terhormat maling yang mencuri karena susah bayar uang sekolah anak dan mereka mencuri lantaran agar anaknya dapat mengenyam pendidikan yang terbaik. Kesulitan hidup seperti ini dirasakan oleh jutaan rakyat , sementara pejabat tidak pernah susah hidup, karena semua disiapkan Negara. Apakah mereka tidak mempunyai hati nurani lagi ? Dimanakah rasa belas kasihan mereka terhadap rakyat miskin. Untuk mendapatkan pendidikan yang layak saja, begitu sulitnya. Padahal di tangan generasi muda tertumpu harapan perubahan dalam kehidupan bangsa Indonesia. Dan apakah memang di Negara Indonesia, orang miskin dilarang sekolah ?

Legalitas Poligami Dalam Kehidupan Bermasyarakat

Legalitas Poligami Dalam Kehidupan Bermasyarakat

“Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan” (QS. al-Mu’minuun: 96)
Menikah adalah pola hidup para nabi, benteng para ahli taqwa dan kebanggaan para waliyullah. Itulah petikan beberapa bait yang sering dilantunkan oleh para penghulu (pencatat nikah) di setiap kelurahan di Indonesia ini, bahkan mereka meyakini untaian kalimat tersebut adalah khotbah nikah yang diucapkan oleh nabi Muhammad saw terlepas dari benar dan salahnya riwayat tersebut.
Menikah telah dipahami oleh masyarakat kita dengan sangat baik sebagai legalitas hubungan biologis pria-wanita yang sah. Sambutan mereka terhadap akad dan resepsi pernikahan terlihat sangat semarak dan khidmat. Waktu diluangkan, dana disumbangkan, dan dukungan dilimpahkan pada saat terdengar kabar bahwa seorang anggota keluarga atau anggota masyarakat akan menikah. Maha suci Allah yang maha agung.subhanallah….
Itulah pernikahan pertama yang dilakukan oleh seorang muslim di Indonesia… semarak, meriah, dan penuh dukungan. Lantas apakah hal sedemikian juga akan dialami oleh seseorang jika ia menikah untuk yang kedua, ketiga dan ke-empat pada saat istri pertama masih hidup…???
Ternyata tidak demikian kenyataan yang kita lihat… cercaan, hinaan, tuduhan, sindiran dan cemoohan akan menghiasi kehidupan seorang muslim yang berpoligami di tengah-tengah masyarakat muslim bahkan pemerintah Republik Indonesia di bawah pimpinan SBY mempersiapkan diri untuk “mengkriminalkan” pelaku poligami, apalagi di saat yang bersamaan adegan zina dipertontonkan di berbagai media di Indonesia dan para pelakunya tidak dicerca atau tidak dihina dan pemerintah tidak mencampuri kasus MAJALAH PLAYBOY dengan berbagai alasannya, lebih dari itu para pezina di Indonesia mendapatkan simpatik pemerintah dan masyarakat muslim juga belas kasihan dan dukungan dari mereka, sangat fantastis sekaligus ironis…
La haula wala quwwata illa billah.
Begitukah sikap masyarakat muslim menyikapi syariat mereka sendiri?? Terpujikah sikap seperti itu? Adakah sikap itu mencerminkan dan mewakili atau merepresentasikan ajaran Islam? Masihkah masyarakat muslim mampu menggaungkan Islam rahmatan lil’alamin dihadapan ummat agama lain?
Di sisi lain masyarakat muslim Indonesia juga telah mencatat berbagai cacat yang dilakukan oleh oknum muslim tertentu dalam melakukan poligami. Keretakan keharmonisan rumah tangga, keterlantaran anak-anak akibat kurang perhatian, dan kezaliman lain terhadap “istri tua” dan lain sebagainya.
Benarkah poligami dalam syariat Islam melahirkan kezaliman? Dapatkah poligami menjadi rahmatan lil’lamin dalam sorotan masyarakat muslim Indonesia? Mari kita pahami syari’at Allah swt ini dengan akal sehat di bawah sinaran cahaya contoh yang telah ditunjukan oleh nabi Muhammad saw.

Legalitas Poligami dalam Islam

Para ulama Islam di semua masa dan semua permukaan bumi ini telah berijma’ atau sepakat bahwa tidak ada halangan bagi seorang pria yang memiliki “citra adil” untuk menikahi wanita yang dipandang thoyyibah (bukan sekedar disenangi) untuk kali yang kedua, ketiga dan keempat. Kesepakatan mereka bukanlah dorongan naluriah para ulama itu yang mayoritas berjenis kelamin laki-laki. Karena kesepakatan seperti itu “tertolak” secara ilmiyah, di samping itu kesepakatan “ijma” ulama harus memiliki landasan tekstual lebih dahulu.
Jangankan landasan naluriah perasaan yang tidak diterima sebagai ijma’, landasan ‘aqliyah semata pun tidak semua ulama menerimanya. Demikianlah gambaran kekuatan hukum dalam syariat Islam.
Para ulama melandasi kesepakatan mereka tentang poligami dengan ayat al-quran yang atinya: “dan jika kalian khawatir untuk tidak dapat berlaku adil terhadap para yatim itu, maka (sebagai solusi) menikahlah dengan wanita yang kalian pandang thoyibah, boleh dua orang atau tiga orang atau empat orang, namun jika kalian juga khawatir untuk tidak dapat berlaku adil (terhadap) para istri itu maka cukuplah dengan menikahi satu orang wanita saja atau dengan menambah budak wanita (untuk mengurus para yatim) karena (solusi itu) menjadikan kalian tidak melanggar batas.” (QS. an-Nisaa: 3)
Selanjutnya, para ulama Islam juga tidak berbeda pendapat tentang kosa kata “adil” dalam aturan poligami itu, bahwa adil yang dituntut oleh syariat kepada suami untuk istrinya adalah adil secara lahir / yang terlihat (zahir), yaitu bersikap proporsional dalam mempergauli seluruh istri yang dinikahi pada seluruh aktifitas rumah tangga yang kasat mata, materi dan (bermalam) atau berhubungan seks. Sehingga sikap yang ditunjukkan oleh syariat adalah agar para suami tidak terlihat terlalu condong terhadap salah seorang dari mereka karena hal itu akan “melukai” perasaan istri yang lain.
Sedangkan menyamaratakan “kasih sayang di hati” suami untuk seluruh istri tidaklah menjadi tuntutan syariat yang memiliki konsekwensi dosa jika tidak dilakukan. Kenapa begitu, karena menjadi tidak manusiawi jika suami dibebankan akan hal yang tidak dikuasainya.
Begitu juga sesuatu di dalam hati yang tidak ditampakkan tidak akan melukai orang lain. Contoh: jika seseorang tidak suka terhadap prilaku orang lain namun ia tidak menampakkan ketidaksukaannya maka orang lain tidak pernah terlukai.

Uraian “adil” di atas adalah petunjuk Allah swt dalam al-Qur’an yang atinya: “dan kalian sekali-kali tidak akan mampu bersikap adil dengan sempurna walaupun kalian inginkan (adil sempurna itu) maka (solusinya) janganlah kalian tampakkan kecenderungan kalian terhadap salah seorang dari istrimu yang akan berakibat (kezaliman) engkau meninggalkan istrmu itu seperti pakaian yang tergantung. Jika kalian mau memperbaiki (sikap) lalu bertaqwa kepada Allah maka sesungguhnya Allah maha pengampun dosa dan maha penyayang hambaNya.” (QS. an-Nisaa: 129)
Dengan memahami ayat-ayat di atas jelaslah di hadapan kita bahwa legalitas poligami bukanlah “tuntutan biologis” seorang ulama atau seluruh ulama seperti dituduhkan oleh orang-orang yang memiliki kedengkian terhadap syariat Islam. Walaupun demikian status hukum berpoligami hanyalah “ibahah”yaitu kebolehan yang tidak berarti kewajiban atau keutamaan (sunnah).

Aturan Teknis Berpoligami

Tentu tidak cukup bagi muslimin dan muslimat jika hanya memahami legalitas berpoligami saja, mereka juga wajib memahami syariat tentang tekhnis berpoligami itu sendiri. Hal ini penting untuk menekan angka kesalahan praktek berpoligami di tengah masyarakat muslim di seluruh dunia.
Termasuk rahmat dan kasih sayang Allah swt pada saat nabi Muhammad saw melakukan praktek poligami secara nyata karena maksud diturunkannya syariat Islam memang untuk mengatur kehidupan manusia dan nabi Muhammad adalah manusia yang berbeda dengan manusia lainnya hanya dari sudut menerima wahyu Allah swt saja.
Selebihnya beliau sama dengan manusia lain, makan, minum, menyukai wanita, sakit, sedih, gembira dan segala hal dalam dunia manusia sehingga manusia mudah mendapatkan contoh dalam segala hal yang disyariatkan untuk mereka.
Dengan demikian berpoligami tidak sekedar syariat yang legal tetapi tidak dapat dipahami dalam mempraktekkannya namun berpoligami adalah syariat yang telah jelas legalitas dan seluk beluknya. Nabi Muhammad adalah manusia percontohan dalam segala praktek kehidupan termasuk berpoligami.
Ada beberapa catatan penting dalam praktek poligami rasulullah saw yang dapat kita tiru dan kita teladani jika ingin merasakan rahmat berpoligami:
1)Adil dalam lingkup ekonomis: Rasulullah saw menyimpankan persediaan pangan untuk seluruh istrinya selama setahun penuh. Istri rasulullah tidak pernah kekurangan pangan walaupun beliau sering menderita lapar.
2)Adil dalam lingkup biologis: Rasulullah saw memiliki kekuatan jima’ yang setara dengan empat puluh laki-laki. Beliau mampu menyenangkan para istri secara biologis secara merata.
3)Adil dalam lingkup dakwah dan sosial: Rasulullah saw mendelegasikan para istrinya untuk menjelaskan banyak hal yang berkaitan dengan wanita dalam ibadah, akhalaq dan mu’amalah (pemberdayaan perempuan). Banyak suku yang tunduk dan berIslam karena Rasulullah menikahi salah seorang wanita terhormat dari kalangan sebuah suku.
4)Adil dalam lingkup ke-wanitaan: Rasulullah saw tidak pernah membandingkan pelayanan dan rupa seorang istrinya di hadapan istri yang lain. Beliau minta izin istri-istrinya jika ingin berada lebih lama dengan Aisyah binti Abu Bakr. Betapa rasulullah saw menjaga perasaan seorang wanita dengan sangat teliti.
5)Adil dalam lingkup keturunan: Rasulullah saw tidak pernah menelantarkan anak-anak yang lahir dari pernikahan beliau ataupun anak-anak yatim yang dibawa oleh para istri Rasulullah saw yang memang para janda.
Demikianlah secara singkat gambaran poligami yang ada dalam contoh teladan ummat Islam seluruh dunia sehingga penerjemahan ummat Islam akan syariat poligami tidak akan menjadi fitnah dan hidup bermasyarakat.
Begitu sempurna akhlaqmu wahai Rasulullah, tak seorangpun mampu melukai syariat yang engkau emban dari Tuhanmu karena keindahan prilaku yang engkau tunjukkan di hadapan manusia.

Tanya Jawab Kasus Poligami

1)Bolehkah berpoligami dengan wanita yang masih gadis belia? Ataukah berpoligami harus dengan janda tua yang banyak anaknya saja jika ingin dilakukan.?
Jawab: pada prinsipnya tidak ada ketentuan khusus dalam Islam yang mengatur kriteria khusus/status wanita bagi seseorang jika hendak berpoligami. Hal itu menunjukkan kebolehan berpoligami dengan wanita gadis atau janda, cantik atau tidak cantik dengan catatan tidak menjadikan kegadisan dan kecantikan sebagai tolok ukur memilih istri kedua dan seterusnya.

Kalau hal itu tidak diperhatikan maka maksud pensyariatan berpoligami dapat ternodai atau terancam kesucianya.

2)Benarkah berpoligami itu menyakiti perasaan wanita?
Jawab: Mari kita lihat masalah ini dengan kepala dingin dan rasional. Pertanyaan semacam ini secara tidak langsung telah memastikan adanya praktek menyakiti bersamaan dengan terjadinya poligami. Sesungguhnya hal itu dalam pandangan saya sangat tidak ilmiyah dan keliru. Jika benar adanya bahwa poligami menyakiti wanita, kenyataan di lapangan membuktikan sebaliknya dengan banyak wanita yang rela dan senang hati untuk diperistri oleh pria yang telah beristri. Adanya fenomena itu menunjukkan bahwa redaksi “wanita” dalam pertanyaan tidak dapat diterima.

Jika yang dimaksud adalah istri pertama, bisa jadi hal itu benar dan juga bisa salah karena dalam kenyataannya terlihat sangat relatif, ada istri pertama yang sakit hati ada juga yang senang jika suami menikah lagi dengan wanita lain.

Jika benar bahwa syariat poligami menyakiti wanita (bagaimana pun mempraktekkannya) berarti Allah swt telah menzalimi hambaNya padahal pria dan wanita sama-sama hamba Allah yang dimuliakan oleh Islam. Siapakah yang berani menuduh Allah dengan tuduhan keji seperti itu? Seorang mukmin tidak akan berpandangan serendah itu.

“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai ‘Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.” (QS. al-Anbiyaa’: 22)

“Maha Suci Tuhan Yang empunya langit dan bumi, Tuhan Yang empunya ‘Arsy, dari apa yang mereka sifatkan itu.” (QS. az-Zukhruf: 82)

3)Dapatkah redaksi “adil” dalam berpoligami dijabarkan (breakdown) dengan menciptakan aturan dan undang-undang?

Jawab: Tepat sekali untuk menjabarkan redaksi “adil” dalam praktek poligami dalam sebuah undang-undang. Namun penjabaran itu harus terjaga objektifitasnya, jauh dari penjabaran “adil” secara tidak adil. Itulah yang dilakukan oleh Rasulullah saw dalam praktek poligami beliau sendiri dan beliau mengeluarkan ancaman kehinaan bagi pelaku poligami yang dilakukan ummat Islam secara tidak tepat.

4)Adakah hak bagi istri untuk menolak berpoligami yang akan dilakukan oleh suaminya?
Jawab: Penolakan istri dapat kita klasifikasikan dalam dua bagian, pertama: Penolakan material yaitu penolakan yang didasari oleh kekhawatiran pembagian waktu, kekayaan dan keperkasaan suami terhadap wanita lain (istri kedua) pada saat suami mampu melakukannya secara proporsional. Penolakan sejenis ini tidak mendapat dukungan syariat dan mempersulit terwujudnya salah satu hikmah poligami yaitu takaful dan saling menopang. Kedua: penolakan esensial/maknawi yaitu penolakan yang didasari oleh kenyataan banyaknya kelemahan seorang suami dalam berbagai hal seperti finansial, emosional dan moral sang suami. Penolakan istri seperti ini adalah legal dan istri berhak untuk menolaknya.

5)Bagaimanakah aturan Islam dalam pergaulan antar istri yang tergabung dalam poligami seorang laki-laki?
Jawab: aturan di situ sama dengan aturan akhlak bermasyarakat secara umum seperti yang lebih tua menyayangi yang muda dan yang muda menghormati yang tua. Seluruh prilaku tawadhu, saling memberi, saling merelakan, dan saling membantu kesulitan durrahnya. Begitu juga tidak bersikap sombong, merasa lebih cantik, lebih berjasa dari durrahnya, tidak membuka dan membicarakan hubungan seksual masing masing terhadap suami mereka, tidak mencurigai dan tidak memintai agar suami menceraikan durrahnya.

Penutup

Demikianlah terjemah syariat poligami yang dapat saya uraikan. Jika terdapat kecocokan pada fikiran dan pemahaman para pembaca maka pujilah Allah swt dan jika terdapat kekeliruan dan kesalahan ilmiyah maka berilah masukan konstruktif kepada penulis yang fakir ini. Wallahu’alam bisshowaab.

SIKAP KAUM MUSLIMIN SAAT INI TERHADAP BARAT

A. SIKAP KAUM MUSLIMIN SAAT INI TERHADAP BARAT

1. APRIORI
Sikap sebagian kaum muslimin yang menolak mentah-mentah terhadap nilai-nilai Barat beserta konsekuensi-konsekuensinya, sehingga mereka mengisolasi diri dari dinamika modernisasi sama sekali. Dampaknya adalah mereka mengalami kemunduran & kejumudan serta keterasingan dalam kehidupan. Sikap ini tidak sesuai dengan Al-Qur’an & As-Sunnah (lih. QS Ali-Imran 190-191), HR Turmudzi (Ilmu itu milik kaum muslimin yang hilang, dimana saja ia dapatkan maka ia lebih berhak atasnya) & Sirah Nabi SAW serta Shahabat ra.
Sikap ini masih nampak pada sebagian kaum muslimin, seperti menolak mentah-mentah mempelajari ilmu pengetahuan yang berasal dari Barat, sarana teknologi dan segala sesuatu yang bersumber dari Barat adalah haram. Sikap ini terlihat seperti pada sikap menolak speaker di sebagian mesjid, tidak mau menterjemahkan khutbah saat shalat Jum’ah, dan sebagainya.

2. PERMISIF
Ini merupakan sikap yang dominan di masyarakat, sikap menyerah kalah, tunduk patuh & silau, sehingga menjiplak habis-habisan tanpa proses penyaringan lagi. Sikap ini diikuti dengan sikap memandang rendah terhadap semua yang berasal dan berbau Islam. Mereka menganggap hukum-hukum Islam telah ketinggalan jaman, mereka mengalami inferiority complex syndrome terhadap Islam. Sikap ini terutama dialami oleh sebagian kaum pemuda & kaum intelektual muda yang dididik dg pengetahuan Barat tanpa dibekali dengan kerangka berfikir yang Islami. Dampaknya adalah terjadinya kerusakan disegala bidang kehidupan (korupsi, kolusi, sex-bebas, ectassy, tawuran, dan sebagainya), akibat keringnya bidang-bidang tersebut dari orang-orang yang memahami dan mengaplikasikan nilai-nilai Islam.

3. SELEKTIF
Menerima & melaksanakan proses filterisasi kebudayaan Barat dengan paradigma berfikir Islami, mana yang sesuai dengan hukum dan nilai Islam diambil & mana yg bertentangan ditolak & dijauhi. Ini merupakan pemahaman yang benar dan dianut oleh para cendekia dan pemikir muslim mutakhir, sejak era kebangkitan Islam akhir-akhir ini, yg dipelopori oleh Rasyid Ridha (Mesir), Muhammad Iqbal (Palestina), Muhammad Abduh (Mesir), Abul A’la Maududi (Pakistan) & Hasan al-Banna (Mesir).
Menurut pemahaman ini bahwa ilmu pengetahuan yang bersumber dari Barat banyak yang bermanfaat, asal dibingkai dengan nilai-nilai Islami, karena ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut asalnya dipelajari ilmuwan Barat dari kaum muslimin juga.

B. PENGARUH PERADABAN ISLAM THD PERADABAN BARAT

1. BIDANG IPTEK
Kedokteran : Kitab Ibnu Sina, al-Qanun (abad-12) & Al-Hawi (ar-Razi) menjadi sumber pengetahuan kedokteran di Barat sampai abad ke-16.
Menurut Gustave Le Bon (sejarawan Perancis) bahwa ahli-ahli Barat seperti Roger Bacon, Leonardo da Vinci, Albertus Magnus, dan lain-lain, dibesarkan dalam era keemasan perpustakaan pengetahuan Islam & Arab.
Paus Gerbert (bergelar Sylvestre-II) mengajar ilmu-ilmu alam pada tahun 1552-1562 yang kesemuanya dipelajarinya di Universitas Islam Andalusia di Spanyol.
Gherardo & Cremona, 2 orang ahli astronomi Italia yang menerjemahkan buku ilmu astronomi dari kitab as-Syarh karangan Jabir ibnu Hayyan.
Raja Friederich-II dari Perancis meminta putra-putra Ibnu Rusyd (menurut ejaan Barat dibaca : Averoes) untuk tinggal di istananya, mengajarinya ilmu Botani & Zoologi.
Apotik & ilmu Kedokteran, Kimia & Botani Islam sebelum abad ke-15 sudah sangat maju dibandingkan Barat, ilmuwan Islam telah menemukan 2000 jenis tanaman Thriflorida untuk obat-obatan.

2. BIDANG SASTRA
Opera “Peringatan akan akibat” karangan Shakespeare, diilhami dari kisah Alfu lailah wa lailah dari masa keemasan Islam.
Cerpen karangan sastrawan Perancis Lasange banyak mengambil inspirasi dari kitah Natan al-Hakim.
Sajak Divina Commedia karangan Dante Alghieri mengambil dari kitab Risalatul-Ghufran (karangan al-Ma’ariy) & Washful Jannah (karangan Ibnu Arabi).
Cerita Robinson Crusoe (karangan Defoe) diilhami dari kitab ar-Risalah (karangan Hayy bin Yaqzhan yang dikenal dengan gelar Ibnu Thufail).

3. BIDANG-BIDANG LAINNYA
Menurut sejarawan & orientalis Perancis, Sedillot, bahw aUU Sipil Perancis pada masa Napoleon Bonaparte diilhami dari kitab al-Khalil (salah satu kitab Fiqh Maliki).
Dalam aspek bahasa, banyak kata-kata dalam bahasa Barat yang mengambil dari bahasa Arab, seperti : Cotton (dari Quthn), Syrup (dari Syarab), Lemon (dari Laymun), bahkan nama-nama ilmuwan Islam seperti : Avecina (dari Ibnu Sina), Averoes (dari Ibnu Rusyd), Albategnius (dari Al-Baththani), Ibn Yunis (dari Ibnu Yunus), dll.

C. PERBANDINGAN PERADABAN ISLAM & BARAT DI ABAD PERTENGAHAN

1. SEBAGIAN SISI GELAP PERADABAN BARAT
Terjadinya pengadilan terhadap “Tikus” di pengadilan Autunne di Perancis abad ke-15, karena tikus dianggap “bersalah” telah memakan tanaman gandum. Pengadilan & hukuman mati yang dijatuhkan terhadap “Kucing” abad ke-15 di Inggris , dikarenakan diduga telah membantu para “tukang Sihir” dalam melakukan kejahatannya. Pengadilan terhadap “Ayam yang bertelur” di pengadilan Palle, Swiss abad ke-14. Pengadilan & pembunuhan besar-besaran kepada para ilmuwan seperti Nicholas Copernicus & Galileo Galilei karena mengemukakan teori Heliosentris, sementara teori yg berlaku saat itu adalah Geosentris (teori Claudius Ptolemeus). Tycho Brahe (seorang ilmuwan German) bahkan kehilangan sebelah telinganya karena berani menyatakan bahwa Venus memiliki fase-fase seperti bulan, dll. Kesemuanya ini terjadi sehingga pada masa tersebut di Barat dikenal dengan nama “the Dark Ages”.


2. MUTIARA PERADABAN ISLAM
Keadilan Islam pada binatang (lawan dari kondisi di Barat di atas), pada masa Khalifah Umar bin Abdul ‘Aziz (sekitar tahun 800 M) sudah dibuat al-Marjul Akhdhar (badan sosial yang dibentuk untuk merawat binatang yang sakit & tua, seperti Kucing, Kuda, dll), sebelum dunia terkagum-kagum pada kelompok Greenpeace.
Bahkan ada hadits-hadits tertentu yang memerintahkan untuk berbuat adil pada binatang, seperti hadits yang diriwayatkan oleh Syaddad bin Aus ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya Allah memerintahkan berbuat ihsan kepada segala sesuatu, maka apabila kamu menyembelih binatang maka sembelihlah dengan baik, yaitu dengan menajamkan pisaunya & menenangkan hewan itu.” (HR Bukhari & Muslim).
Hal ini menunjukkan bahwa jika saat ini ummat Islam terbelakang adalah karena kesalahan & kebodohan ummat itu sendiri, bukan karena Islamnya yang tidak sesuai dengan perkembangan modernisasi, telah kita lihat bahwa Barat mempelajari pengetahuan modern dari ummat Islam.

D. BAHAYA PERADABAN BARAT MODERN

DR. Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya Islam Peradaban Masa Depan (Pustaka al-Kautsar, Jakarta, 1996) menjelaskan beberapa sisi lemah peradaban Barat yang harus diwaspadai oleh kaum muslimin saat kaum muslimin berinteraksi dan mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi dari Barat.

1. DEKADENSI MORAL
Permisifisme (paham serba boleh) merupakan pangkal dari kerusakan moral dan akhlaq ummat manusia saat ini, sehingga perlu diwaspadai dan ditangkal. Kehidupan yang individualistik dan bebas tanpa batas, sehingga menabrak aturan-aturan Islam serta tidak lagi memperhatikan halal dan haram telah menimbulkan akumulasi kerusakan yang belum pernah dialami sepanjang sejarah ummat manusia. Berbagai masalah psikososial bermunculan seperti depresi, stress, drop-out, terlibat pemakaian obat terlarang dan minuman keras, kehamilan pra-nikah, kekejaman fisik, tidak betah di rumah, tidak ingin diatur dan yang paling memprihatinkan adalah berbagai penyakit seksual seperti siphilis serta HIV/AIDS .
WHO memperkirakan di seluruh dunia setiap hari jumlah infeksi baru bertambah 8.500 orang, 1000 diantaranya bayi dan anak-anak. Dan saat ini tidak ada sebuah negara pun yang benar-benar terbebas dari HIV/AIDS. Di Indonesia menurut WHO diperkirakan pada th 1997 sudah mencapai 35.000 - 50.000 orang [2], sementara menurut Komisi Penanggulangan AIDS nasional dan beberapa lembaga di UI diperkirakan sudah mencapai 40.000 - 100.000 orang yang terinfeksi AIDS.

2. KERETAKAN KELUARGA
No Child Double Income yaitu suatu ajaran dari materialisme yang menolak untuk memiliki anak berdasarkan banyak investasi yang harus dikeluarkan, artinya jika tidak punya anak maka pendapatan akan bisa dinikmati sepuasnya.
Children without Parents/broken home, yaitu fenomena anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian dari orangtuanya, sehingga mencari perhatian dengan menghambur-hamburkan uang, narkoba, tawuran, sex bebas, dan sebagainya.
Suami menuntut mantan istri dan sebaliknya. Fenomena kerusakan institusi keluarga di Barat sudah sedemikian parahnya, sehingga terjadinya saling tuntut antara suami istri yang bercerai (misalnya: kasus Jane Seymour, Jane Fonda, Kim Bassinger, Susan dan Joane Collins, perancang busana Mary Mc Vaden, dan bahkan diantara ”suami-istri” lesbian Martina Navratilova dengan “pasangannya”).
Ibu Sewaan. Hal lain yang mengerikan dari peradaban Barat yang sedang “sakit parah” adalah berkembangnya lembaga yang menyewakan “rahim” untuk menampung hasil pembuahan dari pasangan yang ingin punya anak, tapi “malas” mengandungnya. Menurut penelitian antara 1976-1986 ada 600 bayi yang dilahirkan melalui tabung dan wanita sewaan, diperkirakan masa datang “pusat penetasan” ini semakin berkembang karena 15% pasangan suami istri Amerika tidak subur dan mandul.
Keluarga sejenis. Salah satu rekomendasi keputusan dari Konferensi Modern Kependudukan dan Demografi Dunia di Kairo, adalah agar negara dunia khususnya negara berkembang mendorong “hak” para pasangan dari 1 jenis kelamin untuk “menikah” sebagaimana hak manusia lainnya. dan Berkembangnya “keluarga” 1 jenis kelamin ini jelas menentang fitrah manusia yang sehat dan menimbulkan sakit, baik fisik (diantaranya AIDS) maupun mental (abnormal) dan secara jelas ditentang dan diharamkan oleh Islam sampai akhir zaman (QS 26/165-166).

E. GERAKAN PEMBANGKANGAN TERHADAP MATERIALISME DI BARAT

Hippies dan Vegabond. Akibat kehausan spiritual dan materialisme konsumtif masyarakat Barat maka memunculkan gerakan pemberontakan terutama dikalangan kaum muda dengan pelarian kepada minuman keras, obat-obatan terlarang dan seks. Mereka ingin menghentikan kemajuan IPTEK yang harus dibayar dengan social cost yang sangat besar dan telah mengorbankan nilai-nilai fundamental kemanusiaan.
Fenomena Suicide, depressi. Majalah Times dalam judul Bunuh Diri di Kalangan Remaja AS. Pada tahun 1985 telah terjadi peningkatan bunuh diri 60 orang dari kalangan remaja dan 60 orang dikalangan orangtua dari setiap 100 ribu orang AS.
Kriminalitas dan ketakutan. Beberapa laporan tentang kondisi moralitas masyarakat Barat di AS saat ini antara lain sebagai berikut:
Empat dari 10 penduduk AS merasa terancam pembunuhan, pemerkosaan dan penodongan.
Sejumlah 52% dari masyarakat kota merasa terancam dan mempersenjatai diri. Sembilan dari 10 masyarakat AS mengunci pintu rumah mereka dengan kunci ekstra dan mengenali setiap tamu yang datang.
Tujuh dari 10 masyarakat AS menutup jendela mobil ketika mengendarainya dan 6 dari 10 mereka menelpon ke rumah famili yang baru saja mengunjungi mereka untuk mengetahui keselamatan mereka. Mereka mendukung pemberian wewenang yang lebih pada polisi untuk melakukan tindakan yang lebih keras terhadap orang yang dicurigai. Bahkan 2 dari 3 orang menuntut diberlakukannya hukuman mati bagi penjahat dengan kekerasan.

F. PERINGATAN ILMUWAN BARAT MODERN

Alexis Carrel menyatakan dalam bukunya Man the Unknown [2] : Peradaban modern ini tidak sesuai dengan kita, karena ia dibentuk dengan tidak mengenal tabiat kita yang sebenarnya. Meskipun ia diciptakan dengan jerih payah kita, namun ia tidak cocok dengan ukuran dan kondisi kita.
Renan Dupont dalam bukunya So Human an Animal menyatakan : Setiap ilmuwan mencemaskan generasi yang lahir dalam lingkungan sosial yang buruk dan tak terkendalikan yang telah kita ciptakan sendiri.
John Dewey menyatakan : Peradaban yang membiarkan ilmu pengetahuan menghancurkan moral masyarakatnya adalah peradaban yang menghancurkan dirinya sendiri.
Arnold Toynbee menyatakan : Peradaban ini telah mengelabui mereka dan menjual nyawa mereka dengan diganti oleh bioskop dan radio. Ini adalah pemiskinan rohani yang dilukiskan Plato sebagai masyarakat Babi.
Roger Geraudy dengan lebih keras menyatakan : Mereka (Barat) bekerja keras menanamkan ide tentang “bom demografi” kepada negara Ketiga yang tahun 2010 nanti tak akan sanggup dipikul oleh sumber alam dunia, sementara PBB melaporkan bahwa 84,7% sumber alam dunia dikonsumsi oleh negara kaya yang hanya 1/5 penduduk dunia dan hanya 1,4% yang dikuasai 4/5 penduduk dunia yang miskin. Seolah-olah mereka mau berkata kepada negara berkembang : Mulai sekarang kalian harus secara ketat membatasi kelahiran, agar kami dapat terus merampok dan memeras sumber alam kalian.

SEKULERISASI ATAS NAMA PANCASILA

SEKULERISASI ATAS NAMA PANCASILA

Perdebatan tentang Pancasila, kembali muncul. Beberapa politisi dari partai yang dikenal sekuler menyerukan kembali penyeragaman asas partai. Kembali ke asas tunggal Panca-sila. Terang saja pro kontrapun meng-alir. Entah kenapa sejak awal kemuncul-annya Pancasila yang hanya terdiri dari lima sila itu, terus mengun-dang kontroversi.
Sejak awal Pancasila sendiri banyak versinya. Ada versi Bung Karno yang ia lontarkan di depan BPUPKI 1 Juni 1945. Saat itu menyebutkan lima sila yakni Kebangsaan Indonesia, Internasionalis-me atau kemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejehteraan sosial, dan ketuhanan. Ada pula versi Piagam Jakar-ta yang mencantumkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan menjalankan kewajib-an syariat Islam bagi pemeluknya. Versi ini menjadi keputusan resmi BPUPKI yang bersidang pada 22 Juni 1945. Ada versi PPKI tanggal 18 Agustus 1945 yang mirip dengan Pancasila yang ada seka-rang. Bahkan Soekarno saat mengeluar-kan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 menyata-kan Pancasila dan UUD 1945 yang dijiwai Pancasila Piagam Jakarta. Hingga seka-rang muncul perdebatan Pancasila mana yang sah ?
Fakta-fakta di atas menurut Habib Rizieq telah cukup menjadi bukti bahwa Pancasila sendiri tidaklah sakral, ia ha-nya merupakan produk akal manusia yang bisa berubah. “ Ini merupakan bukti argumentatif yang telah meruntuhkan metodologi Pancasila yang berupaya memitoskan Pancasila sebagai sakral dan tidak bisa diubah-ubah”,ujarnya.
Lepas dari pro kontra tentang Panca-sila, realita sejarah juga menunjukkan bahwa tafsir Pancasila lebih banyak ditentukan siapa yang menjadi penguasa saat itu. Di bawah kepemimpinan Bung Karno era orde lama, Pancasila ditafsir cenderung ke kiri (sosialisme) yang banyak mendominasi pemikiran Bung Karno.
Sementara di era Orde Baru, Panca-sila ditafsirkan lebih bercorak Kapitalis. Wajar saja mengingat Soeharto pada wak-tu itu berada dibawah dominasi Amerika, pembantu-pembantunya juga adalah pemikir-pemikir yang dikenal sangat Kapitalis. Sementara di era SBY sekarang, Pancasilanya tetap, tapi kebijakan-kebijakan yang muncul semakin bercorak neo-libaral.
Realita sejarah juga menunjukkan Pancasila telah dijadikan alat pukul politik (political hammer) oleh rezim yang berkuasa. Soekarno menyerang musuh-musuh politiknya sebagai anti Pancasila. Tidak jauh beda dengan Soeharto, siapapun yang mengkritisi kebijakannya akan dicap anti Pancasila, berarti subversif, dan siap dipenjara atau dihukum mati.
Ketika Soeharto memaksakan Panca-sila versinya dengan mengusulkan asas tunggal pada pidato di depan DPR tang-gal 16 Agustus 1982, upaya pemukulan lawan-lawan politik pun semakin me-muncak. Terjadilah tragedi kemanusiaan yang sangat memilukan dalam peristiwa Tanjung Priok tahun 1984 dan peristiwa Lampung tahun 1989.
Ironisnya, lagi-lagi umat Islam yang paling banyak menjadi korban. Terjadi pula penangkapan besar-besar terhadap aktivis Islam yang menentang asas tung-gal. Mereka bukan sekadar ditangkap, tapi juga disiksa dengan cara yang mengerikan. Pengadilan 'wayang' pun dilakukan, para terdakwa dianggap su-dah bersalah sebelum pengadilan dimu-lai. Ormas yang menolak Pancasila seperti HMI MPO dan PII pun dinyata-kan ilegal. Aktivitas mereka diberangus, tokoh-tokohnya dikejar-kejar.
Menurut Jubir HTI Muhammad Ismail Yusanto, tafsir penguasa atas Pancasila ini bisa terjadi karena memang Pancasila baru sekadar kumpulan nilai-nilai umum yang belum memiliki turun-an operasional. Karena itu menurutnya, sulit Pancasila dikatakan sebagai sebuah ideologi sempurna. Menurutnya, sebuah pemikiran bisa disebut ideologi kalau selain memuat nilai-nilai mendasar juga memiliki operasional yang konsisten dan berhubungan. “Kalau tidak, Pancasila akan ditafsirkan oleh sembarang orang dengan sembarang kehendaknya”, ujar-nya. Hal yang sama dikatakan pengamat politik LIPI, Mochtar Pabottingi, juga mengatakan bahwa Pancasila bukanlah ideologi negara, melainkan vision of state yang mendahului berdirinya Republik Indonesia (Republika, 1/6).

Legitimasi Sekulerisasi

Lepas dari itu semuanya, sejarah telah membuktikan kekurangan sekaligus ke-lemahan Pancasila ini. Pancasila sekadar alat untuk mengokohkan kepentingan penguasa sekuler. Terbukti pula Panca-sila telah dijadikan legitimasi untuk melakukan proses sekulerisasi di Indo-nesia.
Sekulerisasi atas nama Pancasila ini pun telah mengorbankan rakyat banyak dengan kebijakan-kebijakannya yang kapitalistik. Kekayaan alam Indonesia yang dalam Islam masuk dalam kategori pemilikan umum (al milkiyah 'ammah) seperti minyak, emas, batu bara, gas, hutan diekploitasi oleh asing dengan alasan kebebasan investasi. Padahal kalaulah dikelola secara baik oleh negara, hasilnya akan bisa menyejahterakan rakyat. Utang yang menjeratpun sema-kin bertambah, ketika orde Baru dan orde pasca reformasi, mengikuti dengan setia kebijakan IMF dan World Bank.
Ketika syariah Islam ditolak untuk mengatur negara dengan alasan Panca-sila, yang terjadi malah kebijakan kapi-talisme yang menyengsarakan rakyat yang menguat. Dibuatlah kebijakan-kebijakan yang anti rakyat seperti priva-tisasi. Sektor pelayanan publik seperti pendidikan dan kesehatan yang dalam pandangan Islam merupakan hak rakyat secara gratis, lewat privatisasi malah semakin jauh dari jangkauan rakyat.
Tidak hanya itu, dengan alasan kita negara Pancasila, usulan melarang por-nografi dan pornoaksi karena alasan syariahpun ditolak. Akibat liberalisme ini penyakit masyarakat pun meluas. Pelacuran, perzinahan, seks bebas, nar-koba, minuman keras, semakin meningkat.
Walhasil, Pancasila telah menjadi alat untuk melegalkan segala bentuk kebi-jakan sekuler yang membawa kehan-curan rakyat. Pancasila juga dijadikan alat untuk mengokohkan kepentingan kelompok sekuler dan menggusur kepen-tingan Islam dan upaya untuk menyela-matkan Indonesia dengan syariah.

Kebijakan Rezim Pancasilais

Orde Lama

Masyumi dilarang
Demokrasi terpimpin dengan Sukarno sebagai presiden seumur hidup

Orde Baru

Emas (Irian), Minyak dan Gas (Aceh, Riau, Palembang dll)dijual ke asing
Hutang luar negeri meningkat
Aktivis Islam yang bertentangan dengan Suharto ditangkap, dipenjara dan disiksa
Ormas Islam yang tidak sejalan dengan Suharto diberangus
Korupsi, Nepotisme, suap menyuap meluas diberbagai sektor
Suharto (versi PBB dan Bank Dunia) menggelapkan uang negara sebesar--------
Krisis Moneter dan ekonomi yang menambahkan sengsara rakyat

Orde Reformasi dan Pasca Reformasi

Timor Timur lepas dengan dukungan AS dan PBB
Urusan Aceh diserahkan ke Eropa dan AS yang menjadi benih disintegrasi
Disintegrasi Papua dan Maluku meluas dengan dukungan AS, Eropa dan Australia
Perjanjanjian DCA RI-Singapura yang mengancam keutuhan Indonesia
BBM dinaikkan untuk kepentingan investor asing
Privatisasi BUMN (aset negara dijual dengan harga murah)
Blok Cepu diserahkan ke Exxon Mobile
Kebijakan BHMN dan otonomi sekolah yang membuat biaya pendidikan semakin mahal
Muncul UU Pro Neo Liberal UU Migas, UU SDA, UU Kelistrikan, UU Penanaman Modal, yang semakin memberikan jalan bagi asing untuk merampas kekayaan alam Indonesia dan menyengsarakan rakyat.
Kemiskinan meningkat versi Bank Dunia 100 juta penduduk Indonesia miskin
Tahun 2005 35 juta orang miskin, meningkat menjadi 39,05 Jumlah yang memiliki rumah 32,3 % (BPS)
1,67 juta jiwa menderita busung lapar (Kompas 28 Mei 2006)
Angka pengangguran juga meningkat dari tahun 1994 berjumlah 3.738.000 orang dan tahun 2003 sudah menjadi 9.531.000 orang (Asian Development Bank - Key Indicators 2004 - www.adb.org/statistics).
Rata-rata setiap hari terjadi 5 sampai 6 perempuan diperkosa di Indonesia ( Republika; 29 Mei 1994)
Korupsi Merajalela nomor 7 negara paling korups dari 163 negara

Ketika Pancasila Menjadi Godam Diktat

Setelah berjasa besar dalam merebut kemerdekaan RI dan mempertahankannya dari rongrongan komunis, kekuatan Islam oleh rezim Orba justru kemudian ditindas.
Seperti pendorong mobil mogok. Demikian tamsil untuk umat Islam dalam sejarah perjuangan Indo-nesia. Ketika rezim Orde Baru baru saja memegang tampuk kekuasaan pada 1967, umat Islam sangat berharap rezim ini akan mengakomodasi aspirasi Islam. Harapan ini tidak berlebihan, mengingat belum lama umat Islam dan TNI bahu-membahu dalam melawan kekuatan komunis di Indonesia.
Namun, dituturkan Ketua Dewan Dakwah, Adian Husaini MA, harapan itu pupus. Rezim Orde Baru bahkan mulai menindas aspirasi politik dan ideologi Islam. Islam dianggap sebagai ancaman bagi program politik dan pembangunan ala Orde Baru, yang kemudian ternyata mengikuti skenario 'pembangunanisme' ala IMF. Stabilitas nasional termasuk stabilitas ideologi dijadikan prioritas. Pancasila, bukan saja dijadikan sebagai dasar negara, tetapi kemudian dikem-bangkan sebagai 'pandangan hidup' dan 'pedoman moral' bangsa. Padahal, masing-masing agama sudah memiliki sistem dan nilai moral sendiri.
Adian kemudian menuturkan dosa rezim Orba terhadap umat Islam. Proses deislamisasi dilakukan secara bertahap dan sistematis. Dalam politik, misalnya, partai Masyumi tidak diizinkan untuk dihidupkan kembali. Secara bertahap, berbagai penataan di bidang politik dilakukan. Pada pemilu pertama era Orde Baru, tahun 1971, ada sekitar 2.500 tokoh-tokoh Masyumi dilarang untuk dicalonkan. Tahun 1973, dilakukan fusi partai-partai Islam ke dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Nama partai ini sudah tidak khas Islam lagi. Yang tersisa adalah simbolnya (Ka'bah) dan asasnya (Islam). Secara bertahap, simbol Ka'bah pun diganti dengan gambar bintang.
Proses de-Islamisasi ini secara bersamaan dilakukan dengan proses Jawanisasi atau 'Majapahitisasi'. Para aktor intelektual rezim Orde Baru ketika itu, benar-benar secara maksimal ingin menyingkirkan 'aroma Islam' dari berbagai arena politik dan pemerintahan. Nama-nama dan simbol negara sampai simbol dan semboyan departemen pemerintahan -- dijauhkan dari 'aroma Islam'. Sampai nama-nama ruangan di Gedung DPR/MPR diberikan dalam nama-nama Jawa. Hingga kini, Jawa-nisasi ini masih tersisa kuat dan sering tampak lucu serta dipaksakan.
Di bidang pemikiran Islam, peme-rintah Orde Baru juga melakukan berbagai upaya deislamisasi dan sekularisasi. Secara strategis, upaya pembaruan pemikiran dan pendidikan Islam dilakukan. Di level publik dan organisasi Islam, pada 2 Januari 1970, muncullah Nurcholish Madjid yang secara resmi menggulirkan ide seku-larisasi dari dalam tubuh organisasi Islam. Di kampus Islam, mulai ditanam-kan studi Islam ala orientalis yang dimotori oleh Harun Nasution. Tahun 1973, secara resmi, buku karya Harun Nasution yang berjudul “Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya” dijadikan sebagai buku wajib dalam studi Islam di seluruh perguruan tinggi Islam.
Itulah buah dari kekuasaan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) sebagai institusi legislatif tingkat nasional, telah dikangkangi sepenuhnya oleh pemerintah, ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, kini TNI, pen.) dan Golkar (kekuatan politik kepanjangan tangan pemerintah).

Bencana Astung

Menabalkan kediktatorannya, pengu-asa kemudian menjadikan Pancasila sebagai Asas Tunggal (astung). Pada 1983, terbitlah Undang-undang asas tunggal untuk partai-partai yang mewa-jibkan semua partai politik berasaskan Pancasila. Hal itu dikukuhkan melalui Ketetapan MPR No. 11/1983, yang dituangkan dalam UU Nomor 3 tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya serta UU Nomor 8 tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan

Presiden Soeharto dalam sambutan-nya dalam suatu seminar yang diseleng-garakan Himpunan Ilmu-ilmu Sosial (HIPIIS) di era 80-an, mengemukakan bahwa Pancasila merupakan ideologi terbuka.
Yusril Ihza Mahendra sebagai pakar Hukum Tata Negara memberikan penjelasan dalam tulisan yang bertajuk Pancasila Sebagai Ideologi yang Terbuka pada 17 Mei 1995. Rumusan Pancasila, menurut Yusril, yang ditetap-kan melalui TAP MPRS XXII/MPRS1966 sebagai “sumber dari segala sumber hukum”, haruslah ditafsirkan secara terbatas. Tidak bebas terbuka. Ia tidak dapat ditafsirkan mencakup kehidupan hukum keagamaan yang diyakini oleh pemeluk-pemeluknya sebagai besifat transenden, yang lansung bersumber dari Tuhan.
Secara berturut-turut sejumlah ormas Islam menyesuaikan diri dengan kehendak penguasa. Muhammadiyah melakukannya melalui muktamar ke-41 di Surakarta tahun 1985, dan HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) dalam kongresnya di Padang pada tahun 1987.
Tahun 1988 merupakan deadline bagi seluruh organisasi sosial dan politik untuk menerima Pancasila sebagai asas tunggal. PII tetap menolak Pancasila sebagai astung. Akibatnya, kegiatan PII dibekukan oleh Menteri Dalam Negeri masa itu, Soepardjo Rustam. Sebagian tokoh HMI seperti MS Kaban, Sahar El-Hasan, Firdaus Syam, Zulvan B Lindan, Furqon, Hardi, Zaini, menolak. Mereka lalu dicap sebagai HMI MPO atau Majelis Penyelamat Organisasi, dan bergerilya sebagai OTB (organisasi tanpa bentuk) hingga kekuasaan Orba tumbang.

Persengkongkolan Membangkitkan Orde Baru

Tiada angin, tiada hujan. Tiba-tiba terlontar gagasan untuk kembali ke asas tunggal Pancasila bagi parpol yang akan mengikuti Pemilu. Gagasan ini seolah memutar balik arah jarum jam perjalanan bangsa ke bela-kang. Betapa tidak. Gagasan ini dilontar-kan kembali oleh partai yang dulu berkuasa di era Orde Baru yakni Partai Golkar dengan dukungan Partai Demok-rasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dan partainya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Partai Demokrat. Tentu banyak orang bertanya, ada apa ini?
Baru beberapa tahun lalu, tepatnya tahun 1998, asas tunggal ini dihapuskan. Partai-partai bebas menggunakan asas-nya masing-masing tanpa terikat lagi dengan asas negara Pancasila. Toh, per-bedaan asas itu pun tak menimbulkan konflik di tengah-tengah masyarakat bangsa. Pemilu berlangsung aman dan tertib. Benturan sosial karena latar belakang psikologi sosial akibat perbe-daan asas tak terjadi. Masyarakat sudah demikian dewasa memandang setiap perbedaan.
Pemerintah pun tampaknya sadar akan hal itu. Karenanya dalam Rancang-an Undang-Undang Partai Politik, daftar inventaris masalah (DIM), pemerintah tidak menggiring parpol untuk ke asas tunggal. Pemerintah mencantumkan dengan lebih longgar bahwa asas parpol tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45.
Namun, partai-partai besar justru menilai rancangan pemerintah itu tidak jelas dan tidak tegas. Ketua Panitia Khusus RUU Parpol, Ganjar Pranowo, dari Fraksi PDI-P mengatakan Pancasila dan UUD perlu dijadikan asas bagi parpol karena saat ini sudah mulai muncul gejala disintegrasi di sejumlah daerah yang dipicu adanya peraturan daerah (perda) berdasarkan agama (Perda Syariat).
Menurutnya, Pancasila sudah teruji sebagai pemersatu bangsa dan tidak sama dengan ketika Soeharto berkuasa. “Pancasila itu kan mewakili semua. Pancasila bisa untuk mewakili agama, nasionalis maupun sosialis. Jadi tidak perlu ada kekhawatiran kembali dijadi-kan asas tunggal,” tegasnya.
Gagasan PDI-P itu didasarkan pada pemahaman bahwa dasar negara adalah Pancasila, sehingga diharapkan dasar semua parpol pun juga sama, yakni berasaskan Pancasila. ''Jika ini dilakukan maka turunan asas melalui visi misi akan bisa selaras. Saya memang khawatir kalau parpol itu asasnya agama nanti visi misinya bias,'' ujar Ganjar, yang juga Ketua Pansus RUU Parpol. Ia mencon-tohkan, ketika parpol menggunakan asas Islam menang, kepala daerahnya seringkali melahirkan peraturan daerah yang bernuansa syariat.
Ganjar menyatakan partainya akan menolak kalau langkah mereka diartikan sebagai upaya kembali ke asas tunggal seperti masa Orde Baru. Menurutnya, asas Pancasila diberlakukan pada semua parpol. Tapi ciri khas setiap parpol dipersilakan memilih sendiri. Karena-nya, partai berlambang banteng ini akan mengawal gagasannya. ''Setiap yang kita usulkan pasti kita akan all out mem-perjuangkannya,'' kata Ganjar.
Tak beda dengan fraksi dari partai berlambang banteng, Partai Golkar (PG) tampaknya juga sangat serius mengusul-kan gagasan serupa. Ketua Fraksi PG, Priyo Budi Santoso, maupun Wakil Ketua Pansus RUU Parpol, Idrus Marham, kembali menegaskan usulan itu. ''Adanya konflik maupun gerakan separatisme merupakan indikasi pilar-pilar negara rapuh. Sehingga asas parpol adalah Pancasila harus dipertegas,'' ungkap Idrus.
Idrus mengatakan, rumusan keten-tuan bahwa asas parpol tidak boleh bertentangan dengan Pancasila yang ada itu masih terlalu longgar. Seharusnya parpol tidak perlu ragu-ragu mencan-tumkan asas mereka Pancasila. ''Kalau tidak dipertegas malah bisa menjadi persoalan.''
Saat menyampaikan makalahnya di Forum Kajian Sosial Kemasyarakatan (FKSK), Idrus yang mantan Ketua Badan Koordinasi Pengurus Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI), kembali meng-ulang ide partainya itu. Usulan PG itu didasari oleh beberapa prinsip, yakni: mempertegas komitmen Pancasila sebagai ideologi dan falsafah bangsa; memperkokoh pilar-pilar NKRI yang saat ini mulai terasa memudar; memperkuat format-format partai yang bersifat programatis; dan menghindari persaing-an politik atas dasar primordialisme dan sektarianisme. Ia menilai konsepsi terse-but lebih mengedepankan pendekatan kualitatif-rasional, bukan kuantitatif-psikosial politik.
Namun demikian, Idrus tidak mau disebut pihaknya mengusung asas tunggal. Tampaknya ia tahu betul kalau Pancasila sebagai asas tunggal tidak benar. Beberapa kegagalan asas tunggal itu yaitu Pancasila sebagai alat politik rezim penguasa; sebagai instrumen yang tidak memberi ruang bagi ideologi lain; sila ke-4 sangat otoriter untuk memaksa-kan musyawarah/mufakat; dan Panca-sila sebagai slogan politik belaka.
Makanya, ia lebih setuju Pancasila dijadikan asas/ideologi bersama partai-partai. Dalam kaitan ini, partai-partai boleh memiliki ciri dan karakter masing-masing yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45. Ia berharap gagasan menjadikan Pancasila sebagai asas bersama tidak dipertentangkan dengan prinsip-prinsip keagamaan.
Dalam kesempatan itu, ia menyitir kembali pola pikir Nurcholis Madjid, 'Islam Yes, Partai Islam No'. Menurutnya, pengedepanan simbol-simbol agama dalam politik berpotensi mempoliti-sasikan agama. Baginya, agama itu yang penting substansinya, bukan simbol-simbolnya seraya mengatakan tidak ada konsepsi baku mengenai 'Negara Islam'.
Selain itu, Idrus beralasan demokrasi harus ada komitmen. Nah komitmen itu harus diwujudkan secara tegas dan jelas. Ia juga berpendapat ketiadaan asas bersama telah menimbulkan berbagai separatisme.
Ketika menyampaikan pandangan fraksi terhadap RUU PP, Juru Bicara Fraksi Partai Demokrat I Wayan Gunas-tra mengatakan rumusan soal asas partai itu tidak tegas. Untuk itu, harus ada penegasan mengenai asas Pancasila. "Kita terlalu malu-malu untuk menya-takan secara tegas kalau asas parpol adalah Pancasila dan UUD 1945. Bagi kami, ketegasan itu diperlukan meng-ingat kian melunturnya nasionalisme dalam wadah NKRI yang pluralis dan agamis," kata Gunastra.
Ia mengatakan nilai pluralis dan agamis cenderung dilupakan, padahal pendiri negara ini sudah bersusah payah mendirikan, menjaga, dan memper-tahankan NKRI yang majemuk ini. Desakan untuk menjadikan Pancasila asas parpol juga disampaikan oleh Fraksi Partai Damai Sejahtera (PDS).

Kembali ke Belakang

Gagasan partai-partai berbasis sekuler ini tentu memunculkan reaksi keras. Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional, Zulkifli Hasan, mengatakan saat ini bukan waktunya lagi memper-debatkan asas Pancasila. Hal yang harus dilakukan adalah mengimplementasikan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
''Semua parpol sudah Pancasila. Masak masih itu lagi (asas Pancasila) yang dijual. Persoalan Pancasila, UUD 45, dan NKRI adalah hal final yang sudah tidak perlu diperdebatkan lagi. Artinya semua parpol akan memperjuangkan agar Pancasila bisa diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari,'' kata Zulkifli. Menurutnya, menjual simbol-simbol Pancasila sudah tidak dibutuhkan lagi, sebab persoalan tersebut sebenar-nya sudah selesai. ''Kalau kita kembali mempersoalkan itu, sama saja kita mundur ke belakang.''
Penolakan keras juga disampaikan Ketua Fraksi Partai Persatuan Pem-bangunan (FPP), Lukman Hakiem Saefudin. ''Hari gini kok masih pakai asas tunggal, capek deh..!'' ungkapnya. FPPP menolak keras usulan asas partai politik (parpol) hanya Pancasila. Hal terpenting, menurut Lukman HS, adalah asas parpol itu pasti tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45. Parpol memang masih dapat mencantumkan ciri tertentu yang mencerminkan kehendak dan cita-cita parpol yang bersangkutan, namun selama tidak bertentangan dengan Pancasila. ''Kami jelas akan melawan gaya-gaya ala Orde Baru yang memaksa-kan penerapan asas tunggal.''
Menurutnya, sikap partainya me-nolak asas tunggal justru sesuai dengan ajaran Bung Karno.''Ingatlah pada seja-rah di mana Soekarno justru ber-pandangan bahwa Pancasila harus menjadi taman bagi tumbuhnya ideologi-ideologi yang lain.''
Ketua Partai Bintang Bulan (PBB), Hamdan Zoelva, pun menegaskan gagasan asas tunggal itu justru akan memunculkan radikalisasi politik. Ujung-ujungnya nanti akan timbul me-micu konflik yang mengancam persatuan bangsa. Menurut Hamdan, selama ini konflik yang ada selalu bisa tertampung melalui saluran politik, sehingga konflik selalu dalam batas yang terkendali. ''Kalau muncul asas tunggal, justru akan membuat adanya parpol yang secara ideologi tidak tertampung. Ini yang justru memicu radikalisasi.'' Selama asas tunggal diterapkan, terbukti tidak ber-jalan secara efektif. Kehidupan kebang-saan tidak lebih baik. ''Sehingga tidak ada gunanya jika kembali ke belakang lagi,'' tandasnya.
Gagasan partai-partai besar ini pun menggugah pimpinan MPR bersuara. Ketua MPR Hidayat Nurwahid dengan tegas menolak asas tunggal itu. Menurut-nya, mengungkit kembali masalah ini adalah tidak produktif. ''Sebaiknya tidak perlu dibesar-besarkan. Karena tidak ada masalah dengan praktek politik kita," ujar Hidayat Nurwahid di sela-sela acara buka puasa bersama ormas-ormas dak-wah Islam di rumah dinasnya. Ia berpan-dangan, asas tunggal tidak sesuai dengan semangat reformasi yang mengehendaki kebebasan setiap ormas dan parpol untuk memiliki asas masing-masing. Penerap-an kembali asas tunggal sama saja de-ngan kembali ke masa Orde Baru. "Ini justru bertentangan dengan semangat demokrasi dan pluralitas. Kenyataannya, asas tunggal ketika itu tidak menghadir-kan apa-apa yang selalu digembar-gemborkan tentang pentingnya Bhin-neka Tunggal Ika, menghormati plurali-tas, dan menghormati kesatuan nasio-nal," ujarnya.
Mantan Presiden PKS ini justru khawatir asas tunggal dapat memicu timbulnya perpecahan bangsa. Penye-ragaman, menurutnya, tidak sesuai dengan Bhinneka Tunggal Ika yang menghargai keberagaman. Apalagi UU Parpol sudah sangat jelas mengatur komitmen seluruh parpol untuk mem-perjuangkan NKRI dan setia pada Panca-sila. Menurutnya, komitmen partai tak perlu diformalkan dalam AD/ART. "Jika diformalitaskan, seakan-akan ada per-tentangan antara Islam dan Pancasila. Padahal sila pertama Pancasila jelas ke-tuhanan Yang Maha Esa," tuturnya.
Wakil Ketua MPR AM Fatwa berpan-dangan pemaksaan asas tunggal bisa menimbulkan konflik baru. "Ini pernah jadi persoalan di masa Orba, dengan munculnya huru-hara, korban keke-rasan. Kalau asas ini diterapkan lagi, bisa menimbulkan huru-hara baru," ujarnya usai pembahasan lanjutan RUU Parpol di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Ia menduga, isu asas tunggal sengaja digulirkan oleh parpol yang sudah berasas Pancasila.Politisi PAN menilai, Pancasila tidak perlu dipaksakan menjadi asas parpol. "Saya kira rumusan dari pemerintah sudah tepat bahwa asas parpol tidak boleh bertentangan dengan Pancasila, apa pun asasnya," jelasnya.
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) di DPR menduga, pelaku Orde Baru yang diduga meramaikan kembali wacana itu. "Kekhawatiran gagasan ini justru akan membuka kembali gap antara kekuatan politik religi dan yang mengaku nasionalis," ujar Ketua Fraksi PKS Mahfudz Siddiq. Ia mengatakan, mun-culnya gagasan asas tunggal ini didasari pemikiran-pemikiran konservatif untuk mempolarisasi antara kekuatan-kekua-tan nasionalis dengan religius. Padahal fakta menunjukkan justru sedang terjadi saling mendekat antara gagasan-gagasan nasionalisme dan religius.
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Tifatul Sembiring, mengatakan, sebenarnya persoalan perdebatan asas parpol tidak usah lagi dilakukan. Pembahasan asas bagi parpol dalam RUU ini dinilainya hanya membuang-buang waktu saja dan mubazir. Tak ada perso-alan antara Pancasila dan Islam.
''Jadi kita kembali lagi ke masa lalu, masa Orde Baru. Apalagi, sebenarnya Pancasila itu berasal dari nilai-nilai ajaran Islam. Jadi yang kami khawatir-kan asas Pancasila nanti malah akan jadi alat pemukul bagi lawan politik,'' kata Tifatul.
Suara keras menentang gagasan parpol Orba dan penguasa saat ini pun ditanggapi mereka yang berada di luar parlemen. Ketua Umum Partai Matahari Bangsa (PMB) Imam Adaruqutni menga-takan usulan itu ngawur. Bahkan, ini dapat menjadi indikasi bahwa dalam proses politik baik yang ada di DPR maupun pemerintah sudah ada benih-benih kembalinya kekuatan fasis. ''Ini memang sebuah hal kontraproduktif. Bila itu terjadi, maka nanti yang muncul hanya 'demokrasi embel-embel'. Dahulu ada demokrasi Pancasila, yang ternyata dalam prakteknya melahirkan rezim otoriter. Nah, sekarang tampaknya tengah dicoba oleh para elit politisi kita ini,'' kata Imam.
Di mata pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris, asas partai politik (parpol) yang beragam nasio-nalis, agama dan sosialis tidak perlu diperdebatkan dan dipertentangkan dengan Pancasila dan UUD 1945. Selama ini, Pancasila sudah menjadi dasar nega-ra, sehingga kedudukannya lebih tinggi dibandingkan dengan asas parpol. Sebaliknya, penyeragaman asas justru tidak menunjukkan miniatur masyarakat yang beraneka ragam. “Pancasila kan sudah jadi asas negara. Jadi tidak perlu diperdebatkan. Asas partai lebih pada ciri khas. Nanti malah seperti zaman Soe-harto,” katanya.
Ia juga menilai kekhawatiran muncul-nya disintegrasi apabila asas parpol beragam kurang beralasan dan tidak masuk akal. Selama ini, keinginan disintegrasi tidak pernah disebabkan oleh parpol. Munculnya peraturan daerah (perda) bernuansa agama sebenarnya juga tidak bisa bertahan lama.
Juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dalam diskusi FKSK pekan lalu mengemukakan munculnya kembali gagasan Pancasila sebagai asas tunggal partai politik merupakan wujud sikap ketakutan terhadap bangkitnya umat Islam di negeri ini. ''Tampaknya ada ketakutan terhadap Islam politik,'' kata Ismail.
Perkembangan Islam di negeri-negeri berpenduduk Muslim memang menun-jukkan hal itu. Partai-partai sekuler mulai ditinggalkan oleh umat Islam. Ini misalnya bisa dilihat di Turki dan Palestina. Ghirah Islam pun berkembang cukup pesat di negeri-negeri Islam. Tak heran, Presiden George W Bush pun beberapa waktu lalu sampai mengajak para pemimpin negeri-negeri Muslim untuk memerangi mereka yang ingin menerapkan syariah dan khilafah Islam.
Menurut Ismail, secara logika usulan kembali ke asas tunggal yang diusung oleh Partai Golkar, PDIP, dan Partai Demokrat itu tidak logis. Berbagai persoalan di negeri ini, lanjutnya, bukan disebabkan oleh faktor asas tunggal atau tidak. Tapi negeri ini telah dikelola menggunakan ideologi kapitalisme-sekuler. ''Usulan ke asas tunggal tidak menunjukkan hubungan antara problem dan solusi,'' katanya.
Ia mengatakan selama ini Pancasila merupakan sebuah konsep yang tidak memiliki pola operasional. Karena itu yang dibutuhkan adalah bagaimana memecahkan problem bangsa ini dengan konsep dan pola operasional yang jelas. ''Maka itu kami mengajukan gagasan 'Selamatkan Indonesia dengan syariah'. Karena syariah Islam itu datang dari Dzat Yang Maha Benar,'' tandasnya.
Ismail juga mempertanyakan bagai-mana kaitan ketiadaan asas tunggal dan separatisme seperti yang dijadikan dasar oleh Partai Golkar. Menurutnya, di daerah yang muncul separatisme, pemenang pemilu justru Golkar dan PDIP, bukan partai-partai berlandaskan Islam. Bahkan di beberapa daerah yang membuat Perda Syariah pun, pemenang pemilunya adalah Golkar seperti di Bulukumba, Sulawesi Selatan.
Ketua PBNU Hasyim Muzadi menyatakan : Menggunakan asas Pancasila sudah usang”, tegasnya. Prof.Din Syamsudin, selaku Ketua PP.Muhammadiyah, juga menolak penggunaan asas Pancasila bagi parpol dan ormas. Gus Dur juga menilai : :” Penggunaan asas Pancasila sudak tidak perlu lagi”, ujar Ketua Dewan Syuro PKB. Semua menolak pemberlakuan kembali asas Pancasila.
Jadi sudah tidak ada lagi momentum menjadikan Pancasila sebagai ‘asas tunggal’ bagi parpol dan ormas. Dan, jangan membiarkan ‘fasisme’ hidup kembali. Wallahu’alam

Konferensi Khilafah Gentarkan Dunia

Barat begitu ketakutan dengan ide khilafah. Mereka berusaha sekuat tenaga untuk menghalang-halangi penyebaran ide ini. Namun umat Islam, atas pertolongan Allah, menghadapinya dengan tegar.
Ahad, 12 Agustus mata dunia tertuju ke Jakarta. Seluruh kamera televisi dari stasiun televisi internasional hadir di sini. Ratusan wartawan asing dan inter-nasional tumplek di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK). Mereka ingin mengabadikan sebuah peristiwa berse-jarah: Konferensi Khilafah Internasional 2007 bertemakan: 'Saatnya Khilafah Memimpin Dunia'.
Konferensi yang diselenggarakan oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) ini dihadiri lebih dari 100 ribu pasang mata. Mereka berasal dari seluruh Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Bahkan di antara peserta ada yang berasal dari Denmark, Palestina, Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Inggris, Malaysia, Australia, dan Turki.
Awalnya banyak orang yang pesimis-tis tentang konferensi ini. Mampukah HTI mengumpulkan massa sebanyak kapasitas stadion 85 ribu tempat duduk? Keraguan itu pun terjawab. Sejak pukul 04.00 WIB, massa dari berbagai daerah laksana semut berangsur-angsur menge-rubuti stadion. Rombongan massa dengan menggunakan bus dan kenda-raan pribadi makin siang makin banyak. Tak heran, sekitar pukul 07.00 WIB pintu masuk GBK mulai padat oleh rombong-an. Jalan di sekitar stadion macet.
Gelombang manusia memadati tem-pat duduk. Sekitar pukul 08.00 WIB, satu jam sebelum acara dimulai, hampir se-mua tempat duduk terisi. Perempuan menempati tribun bawah, sedangkan laki-laki di tribun atas. Mereka disambut nasyid 'Laa izzata illa bil Islam' (Tiada kemuliaan kecuali dengan Islam). Pekik takbir membahana di sela-sela nasyid.
Kenyataan ini pun sekaligus mema-tahkan upaya-upaya 'sabotase' massa yang dilakukan oleh ormas dan tokoh nasional tertentu. Menurut sumber Suara Islam, pelarangan untuk datang ke GBK terjadi di berbagai daerah. Pelarangan ada yang bersifat langsung dengan mengatakan bahwa organisasi tidak sepakat dengan konferensi ini sehingga jamaahnya tidak boleh berangkat atau ada yang tidak langsung yakni dengan cara membuat acara tandingan dan menakut-nakuti. Ada juga yang melakukan 'black campaign' terhadap acara ini.
Berkumpulnya puluhan ribu pasang mata ini pun akhirnya benar-benar membelalakkan mata dunia. Beberapa media asing menulis peristiwa ini sebagai peristiwa besar. Ini adalah Konferensi Khilafah terbesar dalam sejarah umat Islam setelah runtuhnya Khilafah Utsmaniyah di Turki 1924.


Konferensi Umat

Juru bicara HTI Muhammad Ismail Yusanto dalam sambutan pembukaannya mengingatkan tiga peristiwa penting di bulan suci Rajab. Ketiganya adalah pertama, Isra' Mi'raj Nabi SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang tak beberapa lama kemudian diikuti dengan thalab an-nushrah (upaya Rasul untuk mencari pertolongan bagi dakwah beliau); kedua, pemebabasan Baitul Maqdis dari kaum Salib pada 27 Rajab tahun 583 Hijrah; dan ketiga, tragedi penghancuran Khilafah oleh para penjajah pada 28 rajab tahun 1342 H, bertepatan dengan tanggal 3 Maret 1924.
Hancurnya khilafah menyebabkan negeri Muslim yang awalnya bersatu menjadi terpecah belah. Kini jumlahnya ada 57 negara. Negara-negara ini dipimpin oleh antek-antek penjajah yang sengaja didudukkan sebagai penguasa oleh kaum kafir. Mereka ini menjadi kepanjangan tangan penjajah untuk mencengkeram negeri-negeri Islam. Tak mengherankan bila kondisi umat Islam terhinakan dan terpuruk di segala bidang karena mencampakkan syariah dan khilafah. Karenanya, ia mengajak kaum Muslimin untuk bersatu dan berjuang bersama-sama menegakkan kembali Khilafah. ''Ini adalah kewajiban yang diperintahkan oleh Allah,'' tandasnya yang kemudian disambut pekik takbir.
Ia mengatakan, kembalinya khilafah adalah sebuah kepastian. Ismail menyitir hadits Rasulullah SAW riwayat Ahmad: .....selanjutnya akan datang suatu kekhilafahan yang berjalan di atas manhaj kenabian. Khilafah akan mengembalikan kemuliaan kaum Mus-limin dan akan menjadikan Islam rahmat bagi seluruh alam dalam arti yang sebenarnya.
Beberapa tokoh nasional yang dijadwalkan hadir ternyata berhalangan. Menpora Adyaksa Dault tidak datang dengan alasan sakit perut. Amien Rais yang sejak jauh hari menyatakan akan datang pun absen dengan alasan ada acara di Solo. KH Zainuddin MZ pun mangkir. Orasi tokoh akhirnya disampai-kan oleh KH Abdullah Gymnastiar (Aa Gym), Prof Din Syamsuddin (Ketua Umum PP Muhammadiyah), Ketua Umum Syarikat Islam KH Amrullah Ahmad, Ketua MUI Sumatera Selatan KH Tholan Abdul Rauf, dan tokoh Nahdiyin dari Lombok Nusa Tenggara Barat Tuan Guru Turmudzi Badhuli.
Aa Gym yang datang dalam kondisi sakit mengatakan tema besar yang diusung dalam konferensi ini yakni 'saatnya khilafah memimpin dunia', hendaknya bisa menyadarkan seluruh umat Islam agar berani melakukan pembenahan kepada diri sendiri, sebelum memberikan penilaian kepada orang lain. Karena Islam bukanlah sebuah agama yang hanya membahas teori, tetapi membutuhkan pembuktian.
“Kenapa maksiat yang dikemas begitu baik sangat laku, tetapi kalau Islam yang begitu indah sulit untuk dibeli? Padahal Islam itu penuh kasih sayang, Islam itu adil, Islam itu solusi, sehingga Islam butuh manusia yang menjadi bukti, ” kata Aa Gym.
Tuan Guru Turmudzi mengajak seluruh kaum Muslim bersatu. Persatuan adalah wujud adanya keimanan. Ia berpesan agar umat Islam berjuang dengan penuh kesabaran.
KH Tholan Abdul Rauf mengingatkan peserta konferensi bahwa kemerdekaan Indonesia dilandasi oleh perjuangan kaum Muslim. Ia menguraikan filosofi yang terkandung dalam Pancasila berdasarkan asas Islam. Karenanya tuntutan melaksanakan syariah Islam adalah suatu yang wajar.

Ketua Umum Syarikat Islam, KH Amrullah Ahmad, menegaskan, sekuler-isme, pluralisme, liberalisme, dan kapitalisme telah nyata menyengsarakan kehidupan umat Islam di seluruh dunia. Umat Islam tidak akan mulia dan tetap terhina bila terus berada dalam sistem kufur tersebut. Makanya ia mengajak seluruh kaum Muslim untuk kembali kepada syariah dan khilafah.
Acara orasi ini diselingi parade bedug dan reppling. Delapan 'reppler' mem-bawa bendera Liwa dan Raya (Bendera Rasulullah berwarna putih dan hitam bertuliskan 'Laa Ilaha Illallah, Muham-madur Rasulullah' dari atap tribun barat stadion GBK. Mereka meluncur dari ketinggian 80 meter di atas tanah. Mereka kemudian membentuk formasi di tengah lapangan dan kemudian menye-rahkan bendera itu kepada para pembicara di panggung konferensi.
Di mata Ketua Umum PP Muham-madiyah Prof Din Syamsudin, khilafah merupakan bentuk yang sudah ada dalam sejarah Islam. Inti sari ide tersebut sangat baik untuk meningkatkan persatuan umat Islam. Namun, menurutnya, tidak mudah untuk mencapainya. Karena itu ia mengajak uamt Islam untuk bersatu. Agar khilafah itu terbentuk, katanya, seluruh umat Islam harus merapat, baik ulama maupun cendikiawan Muslim.
Puncak konferensi diisi dengan pem-bacaan makalah oleh para pembicara. Dr Imran Wahid dari Inggris yang mengi-rimkan suaranya karena dideportasi oleh pemerintah Indonesia, mengatakan peradaban Barat kini mengalami krisis yang serius. Kehancurannya tinggal menunggu waktu. Kemajuan fisik dan materi hanyalah kebahagiaan semu. Krisis spiritual yang akut justru melanda dunia.
Syeikh Ismail al Wahwah dari Australia dalam video yang ditayangkan di layar lebar menyatakan dunia membutuhkan Khilafah. Insitutusi Islam inilah yang akan menyelesaikan berbagai persoalan multidimensi yang melanda umat manusia. Khilafah adalah kebu-tuhan umat manusia saat ini baik mereka Muslim maupun non Muslim.
Saat ini, kata Syeikh Issam Ameera, imam MasjidilAqsha yang mengirimkan makalahnya, menyatakan tanda-tanda tegaknya Khilafah itu sudah nyata. Ia mengutip ayat-ayat Al Quran bahwa kaum Muslim akan berkuasa kembali di muka bumi ini setelah mengalami keterpurukan dan kehinaan. Ia pun mengungkap berbagai tanda yang disampaikan oleh Rasulullah SAW dalam hadits yang secara gamblang memberi kabar gembira hadirnya kembali Khilafah yang akan menaklukkan Kota Roma. Hadits itu menyebut dua kota yang ditaklukkan oleh kaum Muslim yakni Konstantinopel dan Roma. Dalam sejarah, Konstantinopel sudah ditakluk-kan kaum Muslimin oleh Muhammad Al Fatih. ''Atas izin Allah, Khilafah nanti akan memfutuhat kota Roma,'' kata Syeikh Issam.
Berdirinya Khilafah tentu tidak mudah. Banyak tantangan yang akan dihadapinya, baik sebelum maupun setelah Khilafah itu tegak kembali. Syeikh Usman Abu Kholil dari Sudan yang mengenakan jubah putih menjelaskan, tantangan dari luar yang akan muncul adalah pertama, perang pemikiran; kedua, embargo kepada Khilafah; dan ketiga, perang fisik.
Menurutnya, tantangan terakhir merupakan tantangan yang paling berbahaya, berat, dan paling dahsyat. Barat dan antek-anteknya akan berdiri menghadapi Khilafah dan berusaha untuk menghancurkannya. ''Sebab berdirinya Khilafah identik dengan kehancuran sistem kapitalisme. Para pendukung sistem ini tentu sangat memahami makna berdirinya Khilafah, jauh melebihi pemahaman kaum Muslim,'' jelasnya.

Untuk menghadapi kondisi itu, Syeikh Usman berpendapat, senjata yang paling kuat untuk menghadapi bahaya dan krisis tersebut adalah iman, keyakin-an kepada Allah, dan pertolongan-Nya. ''Sesungguhnya senjata iman dan keyakinan kepada Allah itulah senjata yang paling dahsyat yang dihunus oleh seorang Muslim sebelum, ketika, dan sesudah negara berdiri,'' tegasnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Muslim Jepang, Prof Hassan Ko Nakata, dalam pidatonya berbahasa Jepang, mengurai-kan tentang peran perjuangan HT dalam membangun peradaban ke depan. Menurutnya, HT adalah salah satu gerakan politik yang memiliki karakter Islahi-Salafi-Sunni. Gerakan ini, lanjutnya, menolak segala bentuk gagasan sosial politik yang berasal dari luar Islam baik itu ajaran tradisional masa pra Islam yang bertentangan dengan Islam maupun konsep modern dari Barat sebagai dasar ideologis dari perubahan.
Ia mengungkapkan, HT kini menjadi sorotan tajam dunia Barat karena perjuangannya untuk menegakkan Khilafah. Perjuangan HT mengancam Barat. Padahal, kata Nakata, konsep Khilafah sebenarnya dapat diterima bukan hanya oleh kalangan Islam, namun juga oleh Kristen, bahkan oleh mereka yang sekuler sekalipun.
Nakata yang mahir berbahasa Arab dan Inggris ini lalu menguraikan tentang konsep Khilafah. Menurutnya, khilafah adalah sistem pemerintahan 'bersifat keduniaan' yang aturannya berdasarkan hukum, bukan teokrasi/ketuhanan. ''Tidak ada ruang sekecil apa pun bagi hal-hal mistik atau pengambilan keputusan secara irrasional oleh seorang Khalifah,'' katanya.
Penerapan syariah Islam bagi kaum non Muslim, menurut Nakata, terbatas hanya pada sektor publik. Karenanya, Islam tetap akan menjaga pluralitas yang terjadi di tengah-tengah masyarakat seraya memberikan jaminan ketertiban, keamanan, dan kedamaian bagi masya-rakat secara menyeluruh.
Dalam konteks ke-Indonesiaan, Nakata berpendapat HT memiliki posisi terbaik mewujudkan misinya karena adanya kebebasan berekspresi dan beraktivitas politik di negeri ini. Di matanya, HTI telah berhasil mewujud-kan berbagai karya intelektual dan membangun kerja sama dengan organisasi Islam lainnya.
Hafidz Abdurrahman dari DPP HTI menyatakan akan terus membina umat dan memberikan pencerahan kepada mereka tentang syariah. Aktivitas itu dilakukan secara intelektual dan politik. Karenanya, HT mengajak umat secara bersama-sama untuk bergerak menuju tercapainya tujuan tersebut.

Hambatan Menghadang

Barat tahu betul bahwa konferensi ini sangat berbahaya. Tak heran bila banyak hambatan terhadap pelaksanaan konferensi ini sejak awal persiapan, pelaksanaan, hingga akhir acara. Hambatan yang paling nyata adalah dideportasinya dua pembicara luar negeri yakni Dr Imran Waheed dari Inggris dan Syeikh Ismail Al Wahwah dari Australia. Keduanya sudah sampai di Jakarta pada Jumat (10/8) siang di Bandara Soekarno-Hatta. Imran Waheed yang datang bersama istri dan dua anaknya yang masih kecil akhirnya meninggalkan Jakarta. Demikian pula Syeikh Ismail.
Tidak ada penjelasan resmi dari pemerintah soal ini. Juru bicara HTI Ismail Yusanto protes keras terhadap hal ini. Menurutnya, kedua pembicara tersebut telah mengantongi visa dan memenuhi kelengkapan administrasi yang diminta. Hambatan juga dialami oleh Syeikh Issam Ameera dari Palestina. Imam Masjid Al Aqsha ini tidak mendapatkan izin keluar dari pemerin-tah Israel.
Tidak di situ saja, dua pembicara lokal juga dicekal oleh pemerintah. Mereka adalah Ustad Abu Bakar Ba'asyir dan Habib Rizieq Shihab. Menurut sumber Suara Islam, pencekalan mereka menjadi prasyarat dikeluarkannya surat izin konferensi. Kendati begitu, kepolisian membantah melakukan pencekalan terhadap kedua tokoh lokal itu.
Tekanan juga ditujukan kepada para pembicara yang akan memberikan orasi. Tidak jelas apa bentuk tekanannya. Satu per satu mundur sebagai pembicara dengan alasan yang terkesan mengada-ada. Padahal sebelumnya mereka sangat bersemangat untuk menghadiri hajatan besar umat Islam ini.
Sumber di panitia pun menyebutkan, televisi yang akan menyiarkan konferensi ini secara live pun mundur sehari sebelum hari H. Televisi pemerintah itu diminta menyiarkan acara presiden live dari Pekanbaru pada hari dan jam konferensi.
Setelah acara pun 'black campaign' pun dilakukan oleh kalangan intelektual Islam sekuler. Azyumardi Azra yang dikutip berbagai media menyatakan konferensi ini bukanlah mewakili kehendak umat Islam Indonesia. Bahkan ia menyatakan apa yang disuarakan dalam konferensi ini hanyalah mimpi. Anehnya, kenapa acara yang sekadar mengusung mimpi kok dihalang-halangi?
Berbagai fakta tersebut menunjukkan kebohongan demokrasi. Demokrasi memberikan kebebasan kepada siapapun bersuara, tapi tidak untuk Islam. Kenyataan itu juga mempertontonkan bahwa para penguasa di negeri Muslim termasuk di Indonesia belum bisa melepaskan diri dari kekuatan asing yang membelenggunya. Mereka tidak berdaya menerima tekanan asing.
Khilafah adalah sebuah keniscayaan. Kini saatnya umat bersatu padu memper-juangkannya. Perbedaan golongan dan kelompok tak boleh menghalanginya. Ini adalah kewajiban dari Allah SWT. Ini semua demi kejayaan dan kemuliaan Islam dan kaum Muslim. Saatnya Khilafah memimpin dunia.

Khilafah Sulit Diterapkan di Indonesia

Jakarta -RoL-- Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Dedy Djamaluddin Malik, di Jakarta, Senin, menyatakan gagasan khilafah memang sulit diterapkan di Indonesia yang berdasarkan konstitusi Undang-Undang Dasar 1945.
Ia mengatakan itu kepada Antara, menanggapi pernyataan sejumlah tokoh besar Islam di Tanah Air, di antaranya Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Din Syamsuddin yang menyatakan khilafah tidak cocok untuk diterapkan di Indonesia. Din Syamsuddin merupakan salah satu tokoh Islam yang diundang hadir dan memberikan ceramah dalam acara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Gelora Bung Karno, Ahad (12/8) kemarin.
Acara yang mengusung kekhilafahan itu bertajuk Konferensi Khilafah Indonesia (KKI), dihadiri sekitar seratus ribu umat dari berbagai pelosok Indonesia, juga beberapa tamu asing. “Silakan saja HTI menganggap Khilafah Islamiyah sebagai kepemimpinan Islam. Tetapi dalam Islam, makna khilafah sangat luas dan banyak persepsi. Misalnya, setiap orang adalah khilafah atau pemimpin dalam dirinya sendiri,” kata Din Syamsuddin.

Karena itu, acara KKI yang dihadirinya sebagai penceramah, menurut dia, hanya memenuhi undangan, meski sejumlah tokoh Islam lain yang dijadwalkan hadir tidak datang. “Kedatangan saya tidak ada kaitannya dengan politik. Saya hadir di sini atas undangan dan kita harus menjaga hubungan baik dengan sesama umat Islam,” kata Din Syamsuddin.

Gagal di Konstituante

Dedy Djamaluddin Malik lalu mengungkapkan empat alasan mengapa khilafah itu sulit diterapkan di Indonesia saat ini. Pertama, secara historis, umat Islam Indonesia sudah pernah memperjuangkan hal ini di konstituante pada dekade 1950-an lalu, tetapi gagal. Kedua, lanjutnya, umat Islam di Indonesia tidak tunggal dalam pemahaman dan organisasi. Ketiga, masyarakat Indonesia itu pluralis, sebagaimana umat Islamnya juga. “Dan keempat, Islam di Indonesia lebih besar bersifat moderat seperti NU dan Muhammadiyah,” kata Deddy Djamaluddin Malik.
Secara terpisah sebelumnya Sekretaris Fraksi Partai Demokrat di DPR RI, Sutan Bathoegana, atas nama fraksinya menyatakan penghargaan tulus atas sikap penolakan oleh para tokoh Islam terhadap pergerakan khilafah, karena dianggap tak cocok diterapkan di Indonesia yang berdasarkan konstitusi Undang Undang Dasar 1945. “Saya kira kita sudah final dengan NKRI dan Pancasila sebagai landasan kita berbangsa dan bernegara,” katanya kepada Antara.
Terhadap sikap para tokoh Islam, khususnya Din Syamsuddin itu, Sutan Bathoegana mengatakan hal itu sudah sangat pas. “Iya, saya kira itu bagus. Jadi itu sudah pas,” kata Sutan Bathoegana.
Kalau tokoh-tokoh Islam menolak mengubah dasar negara Indonesia, menurut dia, merupakan sebuah sikap sangat arif dan bijaksana. “Kita dukung itu, agar kita tidak kembali terpecah-belah seperti zaman penjajahan dulu,” kata Sutan Bathoegana.

Tolak Kedaulatan Rakyat

Sebelumnya, juru bicara HTI, Muhammad Ismail Yusanto kepada pers dengan terang-terangan mengatakan pihaknya menolak sistem demokrasi yang menempatkan kedaulatan di tangan rakyat. “Kami menolak demokrasi yang menempatkan kedaulatan di tangan rakyat, karena kedaulatan itu seharusnya berada di tangan Allah,” katanya.
Tetapi, HTI menurut dia, tetap mengakui adanya pluralitas di dalam suatu masyarakat dan tidak serta merta menolak pemilihan umum serta sistem perwakilan di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Tentang acara konferensi itu, kata Muhammad Ismail Yusanto, tidak dimaksudkan untuk membuat deklarasi lahirnya sebuah kekhalifahan atau partai politik baru, tetapi lebih bersifat sebagai nasihat keagamaan serta memberi pendidikan kepada umat.

Berseberangan

Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Damai Sejahtera, Jeffrey Massie, menganggap sebagai sesuatu yang menarik, jika sekarang Indonesia sebagai bangsa pengusung ideologi Pancasila dan mendasarkan konstitusinya pada Undang-Undang Dasar 1945 sepertinya telah menjadi pusat pergerakan dari ‘the re-establishment Islamic caliphate worldwide’. Mengomentari pernyataan berbagai tokoh Islam, termasuk Din Syamsuddin, Jeffrey Massie berpendapat, atas nama demokrasi, semua yang terjadi itu sah-sah saja.
“Menurut saya, ‘in the name of democracy, freedom of expression’ dan lain-lain, mungkin sah-sah saja untuk mewacanakan terbentuknya Khilafah Islamiyah Dunia dengan Indonesia sebagai pusat pergerakan itu (or so it seems), walau sebetulnya, menurut saya, wacana tersebut jelas-jelas berseberangan dengan konstitusi kita,” katanya.
Namun, Jeffrey Massie juga menilai Pemerintah Indonesia sepertinya tak punya konsep jelas menghadapi hal-hal seperti ini. “Karena pemerintah tidak mengambil tindakan apa-apa, yah ‘wes’ mungkin-mungkin di mata pemerintah hal tersebut tidak apa-apa,” katanya. Menurut Jeffrey Massie, ‘in the name of freedom of expression’ juga, akan dianggap sah-sah saja jika sekelompok masyarakat tidak setuju dengan pandangan (mereka).
“Pula (pemerintah) harus bersikap sama jika ada pihak yang merasa secara geografis politis tidak ‘sreg’ atau tak ‘pas’ lagi menjadi bagian dari NKRI yang ternyata fondasi negaranya dan dasar konstitusinya dengan mudah digoyang ke sana ke mari,” kata Jeffrey Massie. Antara

Sumber: Republika Online, 13 Agustus 2007

Negara, Kapital dan Demokrasi

Kerusakan Struktural dan Individual

Isu tentang Dana Kampanye Presiden (DKP) yang berasal juga dari DKP RI (Departemen Kelautan dan Per-ikanan Republik IndonesiaI) dan DKP Amerika (Dana Kiriman Pemerintah Amerika) terus bergulir dan menjadi bola liar. Isu tersebut bukan saja meng-goncangkan politik Indonesia tapi juga menggambarkan betapa politisi Indo-nesia ternyata begitu rentan dan rapuh sehingga perlu ditopang oleh dana dari luar negeri dan juga diharuskan membangun persekutuan politik jahat dengan aktor-aktor dari negara adi daya.
Sudah sejak lama sesungguhnya proses penyelenggaraan negara sekuler yang banyak digemari manusia di muka bumi ini, mengharuskan adanya kapital atau modal sekaligus juga menghasilkan modal dan kapital itu sendiri. Hal inilah yang menyebabkan banyak orang tergila-gila pada kekuasaan yang dapat menghasilkan dan menambah kapital pribadi.
Secara struktural, perputaran kapital dalam satu periode APBN yang dijalankan oleh negara seperti Indonesia mencapai Rp 750 trilyun, belum lagi kapital yang dikelola langsung oleh para menteri dengan istilah dana non budgeter pada setiap departemen, yang jumlahnya juga mencapai ratusan milyar rupiah. Dari kapital atau dana non bujeter inilah operasi-operasi politik dibiayai, baik operasi politik untuk keperluan rezim maupun operasi politik untuk keperluan pribadi sang menteri.
Sebagi contoh, menjelang dilakukan-nya pemilu 1971, yang merupakan pemilu pertama Orde Baru, dilakukan operasi intelijen terhadap beberapa kelompok dan gerakan yang berbasiskan pada Islam. Operasi tersebut berupa pemberian konsesi distribusi minyak tanah kepada tokoh-tokoh gerakan Islam yang mau untuk disuap dengan imbalan mereka harus mengarahkan pengikutnya untuk memilih mesin politik orde baru pada waktu itu. Operasi yang dilakukan oleh sebuah unit yang bernama Opsus pimpinan Ali Moertopo ini terus berlanjut pada periode-periode beri-kutnya. Saat ini pola-pola operasi intelijen gaya opsus tersebut terus berlanjut, namun dengan tujuan yang berbeda, yaitu agar umat Islam mendukung dan tunduk di bawah sistem dan peradaban jahiliyah negara-negara Barat yang menganut paham sipilis (Sekulerisme, Pluralisme dan Liberal-isme).
Kembali ke proses politik dalam negeri tadi, dengan diliberalisasikannya sistem politik maka dunia politik makin sama dengan sistem perdagangan pasar bebas. Setiap kandidat yang ingin menduduki jabatan politik seperti bupati, walikota, gubernur, presiden dan para anggota DPR/DPRD disyaratkan memiliki kemampuan kapital yang kuat alias hanya orang kaya dan berkantong tebal saja yang dapat mendudki jabatan politik ini. Sebab secara logika sederhana saja, untuk keperluan tranportasi kampanye dan mendatangi calon pemilihnya saja, sang kandidat membutuhkan uang untuk keperluan tersebut. Belum lagi biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mengambil hati pemilih seperti pembelian kaos kampanye, spanduk, dan segala atribut yang diperlukan dalam usaha untuk memasarkan diri tersebut. Biaya yang cukup mahal adalah biaya untuk pembuatan iklan televisi dan radio serta media cetak, di mana secara efektif media massa tersebut dapat membangun citra positif bagi sang kandidat. Ini baru biaya untuk iklan yang secara resmi disebut iklan, belum lagi pemberitaan yang berbau iklan yang dilakukan tim sukses sang calon dengan kerja sama dengan pihak media massa. Ditambah lagi biaya-biaya survei pesanan yang dilakukan oleh berbagai 'lembaga sulap' di Indonesia. Sebab survei-survei yang dilakukan tersebut adalah survei-survei yang dipesan oleh masing-masing kandididat dalam usahanya untuk mengetahui peta pikiran politik masyarakat. Dan biaya untuk ini membutuhkan uang Rp.300-Rp.500 juta. Belum lagi biaya membeli perahu atau mahar politik bagi kandidat yang bukan berasal dari kader partai politik yang mencalonkan.
Dengan sistem politik demokrasi liberal yang dikembangkan itu maka konsekuensinya partai-partai politik mau tidak mau, suka atau tidak suka akan dituntut untuk mencari uang dan memenuhi pundi-pundi partai agar mesin poitik partai dapat berjalan dan memenangkan kompetisi politik dan pemilu. Dalam usaha itu terjadi proses saling menguntungkan antara kandidat dan partai. Proses simbiosis mutualisma ini akan terus berlanjut bila sang kandididat memenangkan pertarungan politik atau pascapemilu. Bagi yang menduduki jabatan bupati, walikota, gubernur atau presiden, maka imbalan berupa proyek-proyek kelas kakap bagi kader-kader partai yang berprofesi sebagai pengusaha dan kontraktor tentu dengan mudah diberikan, yang tentu saja ada fee dan kick back bagi sang penguasa dan partai yang mengusung calon tersebut. Begitu juga bagi kader-kader partai yang diangkat menjadi menteri. Setiap menteri diminta ”sumbangannya” untuk membesarkan partai. Makanya jangan heran, banyak menteri meng-gunakan proyek di departemennya dan dana non bujeter untuk membangun lobi dan mengambil hati, baik untuk membesarkan partai maupun untuk bertahan pada jabatannya.
Jadi sekali lagi proses politik yang ada sekarang, yang dikatakan paling memberi kesempatan kepada semua orang untuk menduduki jabatan politik adalah omong kosong besar. Sebab dengan menghitung biaya yang dikeluarkan, hanya orang kaya dan bermodal saja yang dapat menduduki jabatan politik di pemerintahan. Sementara itu orang yang berilmu, jujur, amanah dan istiqomah tapi miskin harta jangan harap untuk dapat menduduki jabatan politik. Inilah yang disebut dengan demokrasi yang dipropaganda-kan sebagai sebuah sistem yang paling baik di antara sistem yang ada. Padahal secara gamblang dapat kita saksikan dengan mata kepala sendiri bahwa sistem demokrasi hanya dan mensyaratkan kekayaan untuk dapat menjalankannya. Menko Perekonomian Boediono, beberapa waktu lalu dalam pidato di almamaternya UGM menyebutkan, sistem demokrasi akan aman kalau prasyaratnya terpenuhi yaitu pendapatan perkapita di atas US$ 6.600.
Pada titik inilah sesungguhnya pemberantasan korupsi menjadi proyek politik bagi pihak-pihak tertentu, terutama pemegang kekuasaan untuk melemahkan dan menyingkirkan lawan-lawan politiknya.
Inilah lingkaran kerusakan struktural dari sisitem demokrasi yang dikembang-kan di dunia sekarang ini. Hal ini tidak saja berlaku bagi politik lokal di Indonesia, bahkan di Amerika Serikat seorang kandidat presiden harus mampu menggalang dana hingga jutaan dolar untuk membuktikan bahwa dirinya didukung oleh kalangan bisnis dan untuk keperluan kampanye mereka. Hillary Clinnton dalam laporan yang diterbitkan sebuah surat kabar terkemuka di Amerika, menduduki posisi tertingi dalam penggalangan dana untuk keper-luan mendapatkan jabatan presiden amerika serikat yaitu sebesar US$ 36 juta. Ini sama dengan APBD salah satu kabupaten di Indonesia. Apa imbalan yang harus diberikan oleh seorang Hillary Rodham Clinnton bila ia menjadi presiden Amerika Serikat? Pertama-tama tentu saja dukungan terhadap politik zionis Israel, sebab para penyumbang dana tersebut sebagaian besar adalah pengusaha-pengusaha yahudi Amerika yang tergabung dalam berbagai kelompok lobi Yahudi. Yang kedua tentu saja proyek-proyek pembangunan luar negeri Amerika di Irak dan Afganistan atau di berbagai pelosok dunia lannya mestilah jatuh ke tangan kelompok penyumbang dana tersebut.
Sistem demokrasi seperti inilah rupanya yang didambakan oleh banyak orang di seluruh dunia. Padahal jelas dengan sistem tersebut maka kerusakan dan korupsi menjadi sebuah keniscayaan yang bersifat sistemik dan struktural.
Apakah tidak ada individu yang baik yang ada didalam sistem yang mampu memperbaiki? Atau individu yang baik dari luar yang ditempatkan dalam sistem dapat memperbaiki? Dengan sistem ketatanegaraan, ideologi dan demokrasi yang dikembangkan saat ini, sebaik apapun individu yang ada justru akan larut dan menikmati sistem yang ada. Kurang baik apa seorang menteri yang bergelar profesor dan hidup sederhana seperti Rokhmin Dahuri? Kurang baik apa seorang hafizd Al Qur'an yang menjadi menteri agama? Akan tetapi karena ia dipaksa oleh sistem, maka tidak ada pilihan lain bagi seorang Rokhmin dan seorang hafidz Qur'an untuk mengikuti sistem yang rusak tersebut dan dipaksa untuk ikut merusak pula, yang akhirnya membuat akhlak dan perilakunya juga menjadi rusak. Kurang baik apa sebuah partai politik yang berazaskan islam, yang para kadernya adalah orang-orang yang shaleh dan amanah, pada akhirnya ikut terlibat dalam permainan duniawi yang bernama demokrasi.
Waallahu'alam bishawab