BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam berbagai fase hidup yang dijalani oleh manusia, mulai bayi, anak-anak, remaja, dewasa, tua, seseorang pasti mempunyai berbagai pengalaman hidup. Banyak peristiwa atau kejadian yang bisa dialami sejak seseorang dilahirkan di dunia ini. Kejadian tersebut ada yang menyenangkan, tetapi tentu saja juga ada yang menyedihkan. Semakin bertambahnya usia seseorang maka semakin beragam dan bertambah pula pengalaman yang didapatkannya. Mengingat kembali kejadian masa lalu atau pengalaman yang menyanangkan adalah suatu kenikmatan tersendiri. Namun, banyak diantara manusia yang kurang mampu mengungkapkan pengalaman atau peristiwa yang pernah dialaminya dalam sebuah media, salah satunya melalui tulisan.
Kondisi ini juga dialami oleh siswa kelas VII B di SMP Raden Rahmat Balongbendo Sidoarjo. Ketika peneliti melakukan observasi awal di kelas VII Raden Rahmat Balongbendo Sidoarjo melihat kenyataan ketika siswa diberi tugas menceritakan pengalamannya secara runtut yang melibatkan urutan waktu dan tempat. Siswa cenderung tidak mendengarkan perintah guru dan malas mengerjakannya.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru pengajar bahasa Indonesia kelas VII B SMP Raden Rahmat Balongbendo Sidoarjo, yakni Bapak Ahmat Fauzi S.Pd, beliau mengeluhkan bahwaa pembelajaran menulis narasi mengalami banyak hambatan. Berdasarkan hasil observasi awal, peneliti menemukan beberapa masalah yang terjadi di kelas dan dikeluhkan oleh guru pengajar bahasa Indonesia kelas VII B SMP Raden Rahmat Balongbendo Sidoarjo adalah sebagai berikut:
1. Sebagian besar siswa asyik berbicara sendiri ketika guru memberikan tugas untuk menulis narasi
2. Saat mengerjakan tugas, siswa lebih menilih mencontoh hasil temannya. Selain karena tidak mendengarkan perintah guru, mereka juga beralasan malas berpikir.
Melihat permasalahan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa akar masalahnya ialah sulitnya siswa diajak berpikir lebih seius dan berkonsentrasi penuh untuk bisa menghasilkan sebuah tulisan, apalagi menulis narasi yang merupakan jenis tulisan yang memprioritaskan urutan waktu dan tempat dalam penyampaiannya.
Untuk mengatasi permasalahn pembelajaran tadi, Bapak Achmat Fauzi S.Pd selaku guru bahasa Indonesia, menggunkan beberapa alternatif metode yang diharapkan mampu meningkatkan kemampuan menulis karangan narasi siswa kelas VII B SMP Raden Rahmat Balongbendo Sidoarjo Metode itu antara lain metode Langsung dan metode quantum teaching Kedua metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing yang akan dijelaskan di bawah ini.
Metode langsung merupakan metode yang cara penyampaiannya secara langsung dalam arti guru berceramah di depan kelas. Kekurangan dari metode langsung adalah siswa tidak bisa merasakan pengalaman secara langsung,siswa hanya mendengarkan teori-teori tanpa adanya praktik, sehingga siswa kurang bahkan tidak memiliki pengalaman.
Quantum teaching merupakan metode yang merangkaikan hal yang paling baik dari yang terbaik menjadi sebuah paket multisensori, multikecerdasan dan kompatibel dengan otak yang pada akhirnya akan melejitkan kemampuan guru untuk mengilhami kemampuan siswanya dalam belajar. Quantum teaching mencakup petunjuk spesifik menciptakan lingkungan belajar yang efektif, merancang kurikulum, penyampaian isi dan memudahkan proses belajar. Dengan kata lain, quantum teaching adalah orkestrasi (cara mengolah ) bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Interaksi tersebut mencakup unsur-unsur belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa dan mengubah kemampuan atau bakat alamiah yang ada pada diri siswa menjadi cahaya yang bermanfaat bagi diri mereka sendiri dan orang lain.
Melihat permasalahan yang dihadapi di kelas VII B di SMP Raden Rahmat Balongbendo Sidoarjo, maka peneliti dan guru mata pelajaran bahasa Indonesia kelas VII B di SMP Raden Rahmat Balongbendo Sidoarjo menyimpulkan bahwa metode yang paling tepat digunakan untuk meningkatkan kemampuan menulis karangan narasi adalah metode quantum teaching. Karena metode ini selain efektif dan efesien, mempermudah pemahaman siswa, karena siswa dapat secara langsung mengamati tulisan yang baik.
C. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian tindakan kelas ini adalah :
1. Bagaimanakah peningkatan aktivitas guru dan siswa dalam penerapan pembelajaran narasi dengan menggunakan metode quantum teaching pada siswa kelas VII B di SMP Raden Rahmat Balongbendo Sidoarjo ?
2. Bagaimanakah peningkatan hasil pemeblajaran menulis narasi dengan metode quantum teaching pada siswa kelas VII B di SMP Raden Rahmat Balongbendo Sidoarjo ?
3. Bagaimanakah peningkatan respon siswa kelas VII B di SMP Raden Rahmat Balongbendo Sidoarjo, ketika pembelajaran menulis narasi dengan metode quantum teaching berlangsung ?
D. Tujuan
Melihat rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah :
1. Memperoleh deskripsi peningkatan aktivitas guru dan siswa kelas VII B SMP Raden Rahmat Balongbendo dalam penerapan pembelajaran narasi dengan menggunakan metode quantum teaching.
2. Memperoleh deskripsi peningkatan hasil pembelajaran menulis narasi siswa kelas VII B SMP Raden Rahmat Balongbendo dengan menggunakan metode quantum teaching
3. Memperoleh deskripsi peningkatan respon siswa kelas VII B di SMP Raden
Rahmat Balongbendo Sidoarjo, ketika pembelajaran menulis narasi dengan
metode quantum teaching berlangsung
E. Manfaat
• Bagi siswa, dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya, dan memungkinkan bagi dirinya menilai dan mengukur prestasi belajar.
• Bagi guru, dapat membantu mengatasi masalah permasalahan pembelajaran yang dihadapi dan memberikan alternatif dalam kegiatan pembelajaran.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Sebelumnya
Penelitian tentang penerapan metode quantum teaching sudah pernah dilakukan oleh beberapa mahasiswa Unesa, salah satunya yaitu Hesty Ayuningtyas I.P dalam penelitian yang berjudul “Kemampuan menulis puisi siswa kelas VII D SMP Negeri I Ploso Jombang tahun ajaran 2005/2006 dengan metode quantum teaching”.Hasil penelitian menunjukkan aktivitas guru dan siswa yang meningkat dalam setiap pertemuan serta hasil tes siswa yang baik dan respon siswa yang positif terhadap pembelajaran menulis puisi melalui metode quantum teaching. Namun penelitian ini mempunyai sedikit kelemahan yaitu masih adanya beberapa siswa yang hasil belajarnya tidak meningkat atau berubah.
Bertolak dari penelitian sebelumnya itu, saat ini diterapkan metode quantum teaching dalam pembelajaran menulis narasi siswa kelas VII B SMP Raden Rahmat. Penelitian ini bertujuan untuk mengubah anggapan siswa tentang sulitnya menulis. Dengan metode quantum teaching mencoba mendesain model pembelajaran menulis yang terkenal membosankan menjadi menyenangkan. Metode quantum teaching merupakan sistem pembelajaran dengan menggabungkan kontek dan kontens. Dalam metode ini faktor lingkungan dan materi sangat diperhatikan demi terciptanya semangat dan kemauan siswa untuk belajar.
2.2. Kedudukan Bahasa dalam Pembelajaran.
Melalui bahasa kebudayaan bangsa dapat dibentuk, dibina, dikembangkan dan diturunkan kepada generasi-generasi mendatang (Keraf, 2001 : 1). Bahasa bersifat arbitrer (manasuka) bergantung pada konvensi (kesepakatan) masyarakat yang bersangkutan (Keraf, :2001:2).
Pada prinsipnya pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah merupakan fakta sosial dan sarana komunikasi. Bahasa dan sastra Indonesia wajib diajarkan di sekolah karena pada satu sisi bahasa merupakan sarana komunikasi sedangkan sastra merupakan salah satu hasil budaya yang menggunakan bahasa sebagai alat kreativitasnya. Pembelajaran bahasa lebih menitikberatkan aspek perfomansi atau kinerja dan fungsinya . Sistem pembelajaran bahasa diharapkan berlangsung secara alamiah yang bertumpu pada siswa sebagai subjek pelajar. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam menggunakan bahasa sesuai dengan konteksnya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sesuai dengan karakteristiknya pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah sebaiknya mencakup 2 komponen penting yaitu (1) Bahasa sebagai alat komunikasi atau merupakan komponen performansi kebahasaan (2) Apresiasi sastra sebagai suatu bentuk karya seni agar tujuannya tercapai sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
Salah satu upaya peningkatan mutu pendidikan adalah dengan penyempurnaan kurikulum. Saat ini kurikulum yang diterapkan di Indonesia adalah Kurikulu Tingkat Satuan Pendididkan (KTSP). Semua lembaga pendidikan yang ada di Indonesia wajib menggunakan KTSP sebagai acuan pembelajaran di sekolah. KTSP adalah kurikulum operasional yang disususn oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan (Soehendro, 2006:5).
Tujuan KTSP dalam pendidikan adalah untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut (Soehendro, 2006:9). Dengan KTSP siswa diharapkan bisa menggabungkan antara kemampuan kognitif, perilaku, dan skillnya.
Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran wajib di sekolah yang penyampaiannya menggunakan KTSP. Tujuan yang diharapkan agar minat siswa pada pelajaran bahasa Indonesia tidak hilang karena pada umumnya proses pembelajaran bahasa Indonesia bertumpu pada siswa dan mempersiapkan siswa untuk melakukan interaksi yang bermakna denga bahasa ilmiah.
2.3. Keterampilan Berbahasa
Pembelajaran bahasa Indonesia lebih diarahkan agar siswa mampu dan terampil menggunakan bahasa Indonesia secara komunikatiif. Dalam kurikulum (Hamid, 2004:35). Keterampilan berbahasa meliputi beberapa aspek berikut:
Keterampilan Menyimak yaitu kemampuan memahami gagasan, pendapat, perasaan yang disampaikan orang lain lewat suara, baik langsung maupun tidak langsung. Dalam pembelajaran, keterampilan menyimak menekankan pada pengungkapan dan keterampilan siswa memahami bahasa lisan.
Keterampilan berbicara yaitu kemampuan mengungkapkan gagasan, pendapat, dan perasaan kepada orang lain secara lisan. Dalam pengungkapan kembali harus tepat dan memperhatikan kaidah bahasa yang berlaku.
Keterampilan membaca yaitu kemampuan memahami gagasan, pendapat dan perasaan yang disampaikan oleh orang lain melalui tulisan, keterampilan ini lebih menekankan pada kemampuan siswa dalam memahami maksud bacaan.
Keterampilan Menulis yaitu kemampuan mengungkapkan gagasan, pendapat dan perasaan kepada orang lain dalam bentuk tulisan dan mengunakan bahasa tulis yang sesuai dengan kaidah yang berlaku. Dalam menulis pengungkapan gagasan harus harus didukung oleh ketepatan bahasa yang digunakan. Selain komponen kosakata dan gramatikal, ketepatan kebahasaan juga didukung oleh konteks dan penggunaan ejaan.
Secara garis besar keempat keterampilan bahasa itu direalisasikan ke dalam wujud performansi bahasa yang bersifat reseptif dan produktif. Performansi bersifat reseptif adalah penggunaan bahasa untuk memahami pesan atau pendapat yang disampaika orang lain, yang masuk di dalamnya adalah keterampilan mendengarkan atau membaca. Performansi bersifat produktif adalah penggunaan bahasa untuk mengkomunikasikan pesan atau pendapat kepada orang lain, yang masuk di dalamnya adalah keterampilan berbicara dan menulis.
2.4. Keterampilan Menulis
2.4.1. Pengertian Menulis
Menulis merupakan bentuk komunikasi untuk menyampaikan gagasan kepada khalayak pembaca dengan dilengkapi alat-alat, penjelas serta ejaan dan tanda baca tanpa memperhatikan intonasi, ekspresi wajah, gerak fisik serta situasi yang menyertai percakapan (Akhadiah, 1997 :19). Menulis merupakan kegiatan mengekspresikan informasi yang diterima dari proses menyimak dan membaca. Jadi semakin banyak seseorang menyimak atau membaca semakin banyak pula informasi yang diterimanya untuk diekspresikan secara tertulis.
Menurut Sabaiti dik, (1996 :8-9) menulis ialah :
(1). Suatu bentuk komunikasi
(2). Suatu proses pemikiran yang dimulai dengan pemikiran tentang gagasan yang akan disampaikan.
(3). Bentuk komunikasi yang berbeda dengan bercakap-cakap dalam bentuk tulisan yang di dalamnya terdapat intonasi, ekspresi, wajah, gerakan fisik, serta situasi yang menyertai percakapan.
(4). Suatu ragam komunikasi yang perlu dilengkapi dengan “alat-alat” yang jelas serta aturan ejaan dan tanda baca.
(5). Bentuk komunikasi untuk menyampaikan gagasan penulis kepada khalayak pembaca yang dibatasi jarak, tempat dan waktu.
Disamping itu seseorang dikatakan mempunyai kemampuan dan keterampilan menulis dengan baik bila memiliki penguasaan kosakata yang baik pula, dapat mengembangkan gagasan yang ada di dalam peta pikirannya dengan pemilihan kata yang tepat pula.
2.4.2. Menulis dan Mengarang.
Banyak orang menyamakan antara menulis dan mengarang dan itu tidak perlu disalahkan. Menulis dan mengarang jelas mempunyai sudut pandang yang berbeda.
Menulis atau mengarang adalah kegiatan pengungkapan gagasan secara tertulis yang berbeda dengan kegiatan pengungkapan gagasan secara lisan. Pengungkapan secara lisan secara mudah karena lebih ditekankan pada pengungkapan secara langsung, sedangkan pengungkapan secara tertulis lebih ditekankan pada penyusunan kata dan bagaimana hasil tulisannya bisa diterima oleh pembaca.
Persamaan antara keduanya adalah sama-sama kegiatan bahasa tulis, keduanya bertolak dari ide, merupakan pengungkapan kandungan benak pengarang atau penulis, berisi muatan pengetahuan dan berbagai pengalaman hidup. Pada gilirannya karangan atau tulisan sama-sama memberikan masukan tertentu pada pembaca. Keduanya sama-sama punya teknis pengungkapan yang komuikatif, dan menunjukkan kerangka berpikir yang rasional (Subandiyah, 1989:26).
Menurut Subandiyah (1989: 26-27) perbedaan antara menulis dan mengarang adalah sebagai berikut :
1. Kegiatan menulis menghasilkan tulisan ilmiah sedangkan mengarang menghasilkan karya fiksi.
2. Kegiatan menulis mementingkan faktor rasio, pikiran, realitas, dan data yang konkrit sedangkan mengarang mementingkan faktor, rasa, emosi, intuisi, estetika, bergaya penuturan dan menggunakan dialog.
3. Menulis lebih cenderung menghasilkan karya-karya ilmiah sedangkan mengarang cenderung menghasilkan fiksi.
4. Dalam menulis lebih banyak diperlukan ketekunan belajar dan pemahaman teori sedangkan mengarang lebih membutuhkan ketajaman intuisi.
2.4.3. Jenis-Jenis Tulisan
Menulis memang menghasilkan berbagai bentuk tulisan, seperti menulis laporan, menulis berita, menulis surat, menulis puisi, menulis poster, menulis pidato, menulis resensi dan menulis karangan. Cakupan keterampilan menulis yang sangat luas membuat kegiatan menulis dianggap sulit dan bila diterapkan dalam pembelajaran sering mengalami hambatan.
Saliburi (dalam Tarigan, 1986:26) membagi tulis berdasarkan bentuknya sebagai berikut :1) Bentuk-bentuk objektif yang mencakup penjelasan yang terperinci mengenai proses, batasan, laporan dan dokumen, 2) Bentuk-bentuk subjektif yang mencakup otobiografi, surat-surat, penilaian pribadi, potret atau gambar dan satire.
Berdasarkan cara penyajian pokok bahasannya menulis dibagi menjadi beberapa bentu yaitu eksposisi, deskripsi, argumentasi, persuasi dan narasi.
Eksposisi merupakan wacana yang membahas hakikat serta hubungan antara suatu masalah dengan masalah lain (Semi, 1990: 32). Eksposisi berisi pemaparan atau penjelasan suatu pokok persoalan sejelas-jelasnya pada orang lain. Inti dari eksposisis adalah mengkomunikasikan atau mensosialisasikan sesuatu pada masyarakat luas.
Deskripsi merupakan jenis tulisan yang menggambarkan sesuatu dengan jelas dan terperinci, ujuannya agar pembaca seolah-olah melihat, mendengar dan merasakan hal yang dideskripsikan.
Argumentasi merupakan suatu bentuk retorika yang berusaha untuk mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain agar mereka percaya dan akhirnya bertindak sesuia dengan apa yang diinginkan oleh penulis atau pembicara.
Persuasi merupakan bentuk tulisan yang bertujuan agar pembaca tahu dan menerima atau menyetujui pendapat dan gagasan yang disampaikan penulis. Persuasi termasuk jenis tulisan yang mengajak atau membujuk pembacanya untuk setuju pada ide yang disampaikan atau ditulis.
Narasi merupakan tulisan yang berbentuk cerita yang mengisahkan suatu kejadian secara runtut berdasarkan urutan waktu dan tempat.
2.4.4 Tujuan Menulis
Tujuan menulis beraneka ragam. Ada beberapa tujuan menulis yang perlu dipahami bagi penulis yang belum berpengalaman, antara lain : (1). Memberitahukan atau mengajar (2). Meyakinkan atau mendesak (3). Menghibur atau menyenangkan (4). Mengutarakan atau mengekspresikan perasaan dan emosi yang berapi-api (Tarigan , 1986 :23).
Menurut Hugo Hartig dalam (Tarigan ;24-25), tujuan menulis ada 7:
(1). Tujuan Penugasan (Assigmen Purpose)
Tujuan penugasan ini sebenarnya tidak mempunyai tujuan sama sekali. Penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan atas kemauan sendiri, (misalnya para siswa yang diberi tugas merangkum buku, sekretaris yang ditugaskan membuat laporan, notulen rapat).
(2). Tujuan Altruistik (Altruistic Purpose)
Penulis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedukaan para pembaca, ingin menolong para pembaca, memahami, menghargai perasaan dan penalarannya, ingin membuat hidup pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan dengan karyanya itu.
(3). Tujuan Persuasif (Persuasive Purpose).
Tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasannya yang diutarakan.
(4). Tujuan Penerangan (Informational Purpose).
Tulisan yang bertujuan memberi informasi atau penerangan kepada para pembaca.
(5). Tujuan Pernyataan diri
Tulisan yang berujuan memperkenalkan atau penerangan kepada para pembaca.
(6). Tujuan Kreatif
Tujuan ini erat hubungan dengan tujuan pernyataan diri. Tetapi keinginan kreatif disini melebihi pernyataan diri, dan melibatkan dirinya dengan keinginan mencapai normaartistik atau seni yang ideal, seni idaman / tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai artistik dan estetik. pikiran dan gagasan-gagasannya sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh pembaca.
2.4.5. Manfaat Menulis
Bernard Percy (dalam Nurudin, 2007:19-27) mengemukakan manfaat menulis sebagai berikut ;
1. Sarana untuk mengungkapakan diri.
2. Sarana untuk pemahaman.
3. Membantu mengembangkan kepuasan pribadi, kebanggaan, perasaan harga diri.
4. Meningkatkan kesadaran dan penyerapan terhadap lingkungan.
5. Keterlibatan secara bersemangat dan bukan penerimaan yang pasrah.
6. Mengembangkan suatu pemahaman tentang dan kemampuan menggunakan bahasa.
2.4.6. Unsur-Unsur Menulis
Unsur menulis setidaknya terdiri dari:
1. Gagasan, dapat berupa pendapat, pengalaman, atau pengetahuan yang ada dalam pikiran seseorang.
2. Tuturan, yakni pengungkapan gagasan sehingga dapat dipahami oleh pembaca.
3. Tatanan, yaitu tertib peraturan dan penyusunan gagasan dengan mengindahkan berbagai asas, aturan dan tekhnik sampai merencanakan rangka dan langkah. Dengan kata lain menulis mempunyai aturan tersendiri.
4. Wahana, sering disebut dngan alat yang berarti atau sarana pengantar gagasan berupa bahasa tulis yang terutama menyangkut kosakata, gramatika dan retorika (seni memakai bahasa).
2.5. Menulis Narasi
2.5.1. Pengertian Narasi
Narasi merupakan bentuk percakapan atau tulisan yang bertujuan menyampaikan atau menceritakan rangkaian peristiwa atau pengalaman nmanusia berdasarkan perkembangan dari waktu ke waktu (Semi, 2003:29).
Narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca tentang suatu peristiwa yang telah terjadi (Keraf, 2000:136). Dari dua pengertian yang diungkapkan oleh Atarsemi dan Keraf. Dapat kita ketahui bahwa narasi berusaha menjawab sebuah proses yang terjadi tentang pengalaman atau peristiwa manusia dan dijelaskan dengan rinci berdasarkan perkembangan dari waktu ke waktu.
Narasi adalah suati karangan yang biasanya dihubung-hubungkan dengan cerita. Oleh sebab itu sebuah karangan narasi atau paragraf narasinya hanya kita temukan dalam novel. Cerpen, atau hikayat (Zaenal Arifin dan Amran Tasai, 2002:130). Narasi adalah karangan kisahan yang memaparkan terjadinya sesuatu peristiwa, baik peristiwa kenyataan, maupun peristiwa rekaan (Rusyana, 1982:2).
Dari pendapat-pendapat di atas, dapat diketahui ada beberapa hal yang berkaitan dengan narasi. Hal tersebut meliputi: 1.) berbentuk cerita atau kisahan, 2.) menonjolkan pelaku, 3.) menurut perkembangan dari waktu ke waktu, 4.) disusun secara sistematis.
Ciri-ciri Karangan Narasi Menurut Keraf (2000:136);
- Menonjolkan unsur perbuatan atau tindakan.
- dirangkai dalam urutan waktu.
- berusaha menjawab pertanyaan, apa yang terjadi?
- ada konfiks.
2.5.2. Jenis Narasi
1. Narasi Ekspositorik (Narasi Teknis)
Narasi Ekspositorik adalah narasi yang memiliki sasaran penyampaian informasi secara tepat tentang suatu peristiwa dengan tujuan memperluas pengetahuan orang tentang kisah seseorang. Dalam narasi ekspositorik, penulis menceritakan suatu peristiwa berdasarkan data yang sebenarnya. Pelaku yang ditonjolkan biasanya, satu orang. Pelaku diceritakan mulai dari kecil sampai saat ini atay sampai terakhir dalam kehidupannya. Karangan narasi ini diwarnai oleh eksposisi, maka ketentuan eksposisi juga berlaku pada penulisan narasi ekspositprik. Ketentuan ini berkaitan dengan penggunaan bahasa yang logis, berdasarkan fakta yang ada, tidak memasukan unsursugestif atau bersifat objektif.
2.. Narasi Sugestif
Narasi sugestif adalah narasi yang berusaha untuk memberikan suatu maksud tertentu, menyampaikan suatu amanat terselubung kepada para pembaca atau pendengar sehingga tampak seolah-olah melihat.
Narasi Sugestif merupakan suatu rangkaian peristiwa yang disajikan sekian macam sehingga merangsang daya khayal para pembaca. Pembaca diharapkan mampu menarik suatu makna baru di luar apa yang diungkapkan secara eksplisit. Dengan demikian jenis, jenis narasi ini tidak bercerita atau memberikan komentar mengenai sebuah cerita tetapia justru mengisahkan suatu cerita (Keraf, 2004:138).
2.6. Quantum Teaching
2.6.1. Pendahuluan
Sejalan dengan perkembangan dunia pendidikan, ditemukan sebuah pendekatan pengajaran yang disebut dengan Quantum Teaching. Quantum Teaching sendiri berawal dari sebuah upaya Dr Georgi Lozanov, pendidik asal Bulgaria, yang bereksperimen dengan suggestology. Prinsipnya, sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil belajar.
Pada perkembangan selanjutnya, Bobbi DePorter (penulis buku best seller Quantum Learning dan Quantum Teaching), murid Lozanov, dan Mike Hernacki, mantan guru dan penulis, mengembangkan konsep Lozanov menjadi Quantum Learning. Metode belajar ini diadopsi dari beberapa teori. Antara lain sugesti, teori otak kanan dan kiri, teori otak triune, pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestetik) dan pendidikan holistik.
Konsep itu sukses diterapkan di Super Camp, lembaga kursus yang dibangun de Porter. Dilakukan sebuah penelitian untuk disertasi doktroral pada 1991, yang melibatkan sekitar 6.042 responden. Dari penelitian itu, Super Camp berhasil mendongkrak potensi psikis siswa. Antara lain peningkatan motivasi 80%, nilai belajar 73% , meningkatkan harga diri 84% dan melanjutkan penggunaan keterampilan 98%.
Persamaan Quantum Teaching ini diibaratkan mengikuti konsep Fisika Quantum yaitu:
E = mc2
E = Energi (antusiasme, efektivitas belajar-mengajar,semangat)
M = massa (semua individu yang terlibat, situasi, materi, fisik)
c = interaksi (hubungan yang tercipta di kelas)
Berdasarkan persamaan ini dapat dipahami, interaksi serta proses pembelajaran yang tercipta akan berpengaruh besar sekali terhadap efektivitas dan antusiasme belajar pada peserta didik.
2.6.2. Pengertian Quantum Teaching
Kata Quantum sendiri berarti interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Jadi Quantum Teaching menciptakan lingkungan belajar yang efektif, dengan cara menggunakan unsur yang ada pada siswa dan lingkungan belajarnya melalui interaksi yang terjadi di dalam kelas.
Dalam Quantum Teaching bersandar pada konsep ‘Bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka’. Hal ini menunjukkan, betapa pengajaran dengan Quantum Teaching tidak hanya menawarkan materi yang mesti dipelajari siswa. Tetapi jauh dari itu, siswa juga diajarkan bagaimana menciptakan hubungan emosional yang baik dalam dan ketika belajar.
Dengan Quantum teaching kita dapat mengajar dengan memfungsikan kedua belahan otak kiri dan otak kanan pada fungsinya masing-masing. Penelitian di Universitas California mengungkapkan bahwa masing-masing otak tersebut mengendalikan aktivitas intelektual yang berbeda.
Otak kiri menangani angka, susunan, logika, organisasi, dan hal lain yang memerlukan pemikiran rasional, beralasan dengan pertimbangan yang deduktif dan analitis. Bgian otak ini yang digunakan berpikir mengenai hal-hal yang bersifat matematis dan ilmiah. Kita dapat memfokuskan diri pada garis dan rumus, dengan mengabaikan kepelikan tentang warna dan irama.
Otak kanan mengurusi masalah pemikiran yang abstrak dengan penuh imajinasi. Misalnya warna, ritme, musik, dan proses pemikiran lain yang memerlukan kreativitas, orisinalitas, daya cipta dan bakat artistik. Pemikiran otak kanan lebih santai, kurang terikat oleh parameter ilmiah dan matematis. Kita dapat melibatkan diri dengan segala rupa dan bentuk, warna-warni dan kelembutan, dan mengabaikan segala ukuran dan dimensi yang mengikat.
C. Prinsip Quantum Teaching
Prinsip dari Quantum Teaching, yaitu:
1. Segalanya berbicara, lingkungan kelas, bahasa tubuh, dan bahan pelajaran semuanya menyampaikan pesan tentang belajar.
2. Segalanya bertujuan, siswa diberi tahu apa tujuan mereka mempelajari materi yang kita ajarkan.
3. Pengalaman sebelum konsep, dari pengalaman guru dan siswa diperoleh banyak konsep.
4. Akui setiap usaha, menghargai usaha siswa sekecil apa pun.
5. Jika layak dipelajari, layak pula dirayakan, kita harus memberi pujian pada siswa yang terlibat aktif pada pelajaran kita. Misalnya saja dengan memberi tepuk tangan, berkata: bagus!, baik!, dll.
2.7. Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian Tindakan Kelas atau Class Action Research dikenal dan ramai dibicarakan dalam dunia pendidikan. Pertama kali diperkenalkan oleh ahli psikologi sosial Amerika bernama Kurt Lewin pada tahun 1946. Inti gagasan Lewin inilah yang selanjutnya dikembangkan oleh para ahli lain seperti Stephen Kemmis, Robin Mc Tanggart, John Elliot, Dave Ebbutt, dan sebagainya. PTK di Indonesia baru dikenal pada akhir dekade 80-an. Oleh karenanya, sampai dewasa ini keberadaannya sebagai salah satu jenis penelitian masih sering menjadi perdebatan jika dikaitkan dengan bobot keilmiahannya..
Jenis penelitian ini dapat dilakukan di dalam bidang pengembangan organisasi, manajemen, kesehatan, pendidikan dan sebagainya. Di dalam bidang pendidikan penelitian ini dapat dilakukan dalam skala makro ataupun mikro. Dalam skala mikro misalnya dilakukan di dalam kelas pada waktu berlangsungnya suatu kegiatan belajar-mengajar untuk suatu pokok bahasan tertentu pada suatu mata pelajaran.
Menurut Aqib (2007:13), ada beberapa alasan mengapa PTK merupakan suatu kebutuhan bagi guru untuk meningkatkan profesionalisme guru antara lain;
a. PTK sangat kondusif untuk membuat guru menjadi peka dan tanggap terhadap dinamika pembelajaran di kelasnya. Para guru menjadi reflektif dan kritis terhadap apa yang ia dan muridnya lakukan.
b. PTK dapat meningkatkan kinerja guru sehingga menjadi profesional. Guru tidak lagi sebagai seorang praktisi, yang sudah merasa puas terhadap apa yang dikerjakan selama bertahun-tahun tanpa ada upaya perbaikan dan inovasi, namun juga sebagai peneliti dibidangnya.
c. Dengan melaksanakan tahapan dalam PTK, guru mampu memperbaiki proses pembelajaran melalui suatu kajian yang dalam terhadap apa yang terjadi di kelasnya. Tindakan yang dilakukan guru semata-mata didasarkan pada masalah actual dan factual yang berkembang di kelasnya
d. Pelaksanaan PTK tidak mengganggu tugas pokok seorang guru karena dia tidak perlu meninggalkan kelasnya. PTK merupakan suatu kegiatan penelitian yang terintegrasi dengan pelaksanaan proses pembelajaran
e. Dengan melaksanakan PTK guru menjadi kreatif karena selalu dituntut untuk melakukan upaya inovasi sebagai implementasi dan adaptasi berbagai teori dan teknik pembelajaran serta bahan ajar yang dipakainya. Dalam setiap kegiatan, guru diharapkan dapat mencermati kekurangan dan mencari berbagai upaya sebagai pemecahan. Guru diharapkan dapat menjiwai dan selalu ’’ber PTK’’.
Adapun tujuan PTK antara lain: (1) meningkatkan mutu, isi, masukan, proses dan hasil pendidikan dan pembelajaran di sekolah; (2) membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya mengatasi masalah pembelajaran dan pendidikan di dalam dan di luar kelas; (3) meningkatkan sikap profesional pendidik dan tenaga kependidikan; (4) menumbuh-kembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah dan LPTK sehingga tercipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaran secara berkelanjutan (sustainable); (5) meningkatkan keterampilan pendidik dan tenaga kependidikan khususnya di sekolah dalam melakukan PTK dan; (6) meningkatkan kerjasama profesional di antara pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah dan LPTK.
Bidang kajian penelitian PTK antara lain: (a) masalah belajar siswa sekolah, temanya belajar di kelas, kesalahan pembelajaran dan miskonsepsi; (b) desain dan strategi pembelajaran di kelas, temanya masalah pengelolaan dan prosedur pembelajaran, implementasi dan inovasi dalam metode pembelajaran dan interaksi di dalam kelas; (c) alat bantu, media dan sumber belajar, temanya masalah penggunaan media, perpustakaan, dan sumber belajar di dalam/luar kelas; (d) sistem evaluasi, temanya evaluasi awal dan hasil pembelajaran, pengembangan instrumen evaluasi berbasis kompetensi; (e) masalah kurikulum, temanya masalah implementasi KBK, interaksi guru-siswa, siswa-bahan ajar dan lingkungan pembelajaran.
Sedangkan luaran umum yang diharapkan dihasilkan dan PTK adalah sebuah peningkatan dan perbaikan (improvement and therapy), antara lain: (a) peningkatan atau perbaikan terhadap kinerja belajar siswa di sekolah; (b) peningkatan atau perbaikan terhadap mutu proses pembelajaran di kelas; (c) peningkatan atau perbaikan terhadap kualitas penggunaan media, alat bantu belajar, dan sumber belajar lainnya; (d) peningkatan atau perbaikan terhadap kualitas prosedur dan alat evaluasi yang digunakan untuk mengukur proses dan hasil belajar siswa; (e) peningkatan atau perbaikan terhadap masalah pendidikan anak di sekolah; (f) peningkatan dan perbaikan terhadap kualitas penerapan KBK dan kompetensi siswa di sekolah.
Jenis-jenis PTK antara lain: (a) PTK Diagnostik, yaitu penelitian yang dirancang dengan menuntun peneliti ke arah suatu tindakan. Dalam hal ini peneliti mendiagnosis dan memasuki situasi yang terdapat di dalam latar penelitian. Contohnya apabila peneliti berupaya menangani perselisihan, perkelahian, konflik yang dilakukan antarsiswa yang terdapat di suatu sekolah atau kelas dengan cara mendiagnosis situasi yang melatarbelakangi situasi tersebut; (b) PTK Partisipan, apabila peneliti terlibat langsung di dalam proses penelitian sejak awal sampai dengan hasil penelitian yang berupa laporan. Dengan demikian, sejak perencanaan penelitian peneliti senantiasa terlibat, selanjutnya peneliti memantau, mencatat, dan mengumpulkan data, lalu menganalisis data serta berakhir dengan melaporkan hasil penelitiannya; (c) PTK Empiris, ialah apabila peneliti berupaya melaksanakan sesuatu tindakan atau aksi dan membukukan apa yang dilakukan dan apa yang terjadi selama aksi berlangsung. Pada prinsipnya proses penelitiannya berkenaan dengan penyimpangan catatan dan pengumpulan pengalaman peneliti dalam pekerjaan sehari-hari; (d) PTK Eksperimental, ialah apabila diselenggarakan dengan berupaya menerapkan berbagai teknik atau strategi secara efektif dan efisien di dalam suatu kegiatan belajar-mengajar. Di dalam kaitannya dengan kegiatan belajar-mengajar, dimungkinkan terdapat lebih dari satu strategi atau teknik yang diterapkan untuk mencapai suatu tujuan instruksional. Dengan diterapkannya PTK ini diharapkan peneliti dapat menentukan cara mana yang paling efektif dan efisien dalam rangka mencapai tujuan pengajaran.
Desain penelitian tindakan kelas menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
(1)Ide awal
Seseorang yang berkehendak melaksanakan suatu penelitian baik yang berupa penelitian positivisme, naturalistik, analisis isi maupun PTK pasti diawali dengan gagasan atau ide, dan gagasan itu dimungkinkan yang dapat dikerjakan atau dilaksanakannya. Pada umumnya ide awal yang menggayut di PTK ialah terdapatnya suatu permasalahan yang berlangsung di dalam suatu kelas. Ide awal tersebut di antaranya berupa suatu upaya yang dapat ditempuh untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan penerapan PTK itu peneliti mau berbuat apa demi suatu perubahan dan perbaikan.
(2)Prasurvei
Prasurvei dimaksudkan untuk mengetahui secara detail kondisi yang kelas yang akan diteliti. Bagi pengajar yang melakukan penelitian di kelas yang menjadi tanggung jawabnya tidak perlu melakukan prasurvei karena berdasarkan pengalamannya selama ia di depan kelas sudah secara cermat dan pasti mengetahui berbagai permasalahan yang dihadapinya, baik yang berkaitan dengan kemajuan siswa, sarana pengajaran maupun sikap siswanya. Dengan demikian para guru yang sekaligus sebagai peneliti di kelasnya sudah mengetahui kondisi kelas yang sebenarnya.
(3)Diagnosis
Diagnosis dilakukan oleh peneliti yang tidak terbiasa mengajar di suatu kelas yang dijadikan sasaran penelitian. Peneliti dari luar lingkungan kelas/sekolah perlu melakukan diagnosis atau dugaan-dugaan sementara mengenai timbulnya suatu permasalahan yang muncul di dalam kelas. Dengan diperolehnya hasil diagnosis, peneliti PTK akan dapat menentukan berbagai hal, misalnya strategi pengajaran, media pengajaran, dan materi pengajaran yang tepat dalam kaitannya dengan implementasinya PTK.
(4)Perencanaan
Perencanaan umum dimaksudkan untuk menyusun rancangan yang meliputi keseluruhan aspek yang terkait dengan PTK. Sedangkan perencanaan khusus dimaksudkan untuk menyusun rancangan dari siklus persiklus. Oleh karenanya dalam perencanaan khusus ini tiap kali terdapat perencanaan ulang (replanning). Hal-hal yang direncanakan di antaranya terkait dengan pendekatan pembelajaran, metode pembelajaran, teknik atau strategi pembelajaran, media dan materi pembelajaran, dan sebagainya.
(5)Implementasi Tindakan
Implementasi tindakan pada prinsipnya merupakan realisasi dari suatu tindakan yang sudah direncanakan sebelumnya. Strategi apa yang digunakan, materi apa yang diajarkan atau dibahas dan sebagainya.
(6)Pengamatan
Pengamatan, observasi atau monitoring dapat dilakukan sendiri oleh peneliti atau kolaborator yang memang diberi tugas untuk hal itu. Pada saat monitoring pengamat haruslah mencatat semua peristiwa atau hal yang terjadi di kelas penelitian. Misalnya mengenai kinerja guru, situasi kelas, perilaku dan sikap siswa, penyajian atau pembahasan materi, penyerapan siswa terhadap materi yang diajarkan, dan sebagainya.
(7)Refleksi
Refleksi ialah upaya evaluasi yang dilakukan oleh para kolaborator atau partisipan yang terkait dengan suatu PTK yang dilaksanakan. Refleksi ini dilakukan dengan kolaboratif, yaitu adanya diskusi terhadap berbagai masalah yang terjadi di kelas penelitian. Dengan demikian refleksi dapat ditentukan sesudah adanya implementasi tindakan dan hasil observasi. Berdasarkan refleksi ini pula suatu perbaikan tindakan (replanning) selanjutnya ditentukan.
(8)PenyusunanLaporan
Laporan hasil penelitian PTK seperti halnya jenis penelitian yang lain, yaitu sesudah kerja penelitian di lapangan berakhir.
(9) Kepada Siapa Hasil PTK Dilaporkan
Sebenarnya, PTK lebih bersifat individual. Artinya bahwa tujuan utama bagi PTK adalah self-improvement melalui self-evaluation dan self-reflection yang pada akhirnya bermuara pada peningkatan mutu proses dan hasil belajar siswa.
Dengan demikian hasil pelaksanaan PTK yang berupa terjadinya inovasi pembelajaran akan dilaporkan kepada diri si peneliti (guru) sendiri. Guru perlu mengarsipkan langkah-langkah dan teknik pembelajaran yang dikembangkan melalui aktivitas PTK demi perbaikan proses pembelajaran yang dia lakukan di masa yang akan datang. Namun demikian hasil PTK yang dilaksanakan tidak menutup kemungkinan untuk diikuti oleh guru lain atau teman sejawat. Oleh karena itu guna melengkapi predikat guru sebagai ilmuwan sejati, guru perlu juga menuliskan pengalaman melaksanakan PTK tersebut ke dalam suatu karya tulis ilmiah. Karya tulis tersebut yang selama ini belum merupakan kebiasaan bagi para guru, sebenarnya masyarakat pengguna lain. Dengan melaporkan hasil PTK tersebut kepada masyarakat (teman sejawat, pemerhati atau pengamat pendidikan, dan para pakar pendidikan lainnya) guru akan memperoleh nilai tambah yaitu suatu bentuk pertanggungjawaban dan kebanggaan akademis atau ilmiah sebagai seorang ilmuwan hasil kerja guru akan merupakan amal jariah yang sangat membantu teman sejawat dan siswa secara khusus. Melalui laporan kepada masyarakat, PTK pada awalnya dilaksanakan dalam skala kecil yaitu ruang kelas akan memberi sumbangan yang cukup signifikan terhadap peningkatan mutu proses dan hasil belajar siswa.
2.8. Indikator Keberhasilan
Pencapaian indikator keberhasilan dalam penelitian tindakan kelas ini ialah apabila siswa dapat menulis karangan narasi. Hal ini didasarkan pada penerapan standar ketuntasan minimal ( SKM ) oleh sekolah untuk pelajaran Bahasa Indonesia. Siswa dikatakan tuntas dalam pelajaran, apabila mendapat nilai 70 atau diatas 70 ( > 70 ).
Selain pada standar pencapaian nilai siswa juga semua aktivitas positif guru dan siswa. Serta respon positif dari siswa meningkat dalam pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan metode quantum teaching.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang bertujuan untuk perbaikan atau peningkatan pembelajaran di kelas yang bermasalah dengan cara memberikan obat yang berbentuk metode pembelajaran. Dalam hal ini peneliti mempunyai tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan pembelajaran narasi melalui praktik pembelajaran dengan menggunakan metode quantum teaching.
Prosedur penelitian berupa PTK yang dilaksanakan dalam 3 siklus atau putaran. Tiap siklus dilaksanaka sesuai dengan perubahab yang ingin dicapai seperti yang telah diprogramkan dalam siklus sebelunya. Tujuan utama PTK ialah perbaikan dan peningkatan layanan profesional guru dalam menangani proses pembelajaran. Tujuan ini dapat dicapai jika dilakukan perencanaan tindakan oleh guru dan dievaluasikan dalam memecahkan persoalan pembelajaran yang sedang dihadapi oleh guru dan siswa. Tujuan PTK bukan menemukan pengetahuan baru yang dapat diberlakukan secara tetapi bersifat menemukan bentuk pengajaran di kelas sesuai dengan permasalahan yang dihadapi secara lokal (Sukidin, 2002:14).
Dalam PTK guru dapat meneliti praktik pembelajaran yang dilakukan di kelas. Dengan PTK guru dapat melakukan penelitian terhadap siswa silihat dari aspek interaksinya dalam proses pembelajaran. Dalam PTK guru dan peneliti secara kolaboratif juga bisa melakukan penelitian terhadap proses dan produk pembelajaran secara reflektif di kelas.
Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif kuantitatif karena data yang diperoleh berupa angka-angka hasil siswa yang dikemas dan disampaikan dalam bentuk kata-kata tertulis.
Dalam buku yang berjudul prosedur penelitian (2006:12). Arikuno mengatakan bahwa penelitian kuantitatif adalah sejenis penelitian yang isinya dituntut menggunakan angka. Mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data dan penampilan dari hasilnya.
Penelitian ini dilaksanakan selama 3 siklus pembelajaran. Tiap siklus mengikuti beberapa tahapan atau prosedur sebagai berikut: (1). Perencanaan, (2). Implementasi, (3). Refleksi.
Untuk lebih jelas maka akan diuraikan lebih rinci mnegnai prosedur penelitian pada tiap siklusnya sebagai berikut :
SIKLUS I
A. Perencanaan
Tahap perencanaan pada siklus pertama meliputi:
(1). Penyusunan rencana pembelajaran yang merupakan langkah-langkah pembelajaran dengan metode quantum teaching.
(2). Membuat lembar observasi untuk pengamatan aktivitas guru dan siswa di dalam kelas saat pembelajaran dengan metode quantum teaching diterapkan untuk pembelajaran menulis narasi.
(3). Membuat lembar respon siswa (angket) untuk mengetahui efektivitas siswa ketika pembelajaran menulis narasi dengan metode quantum teaching berlangsung.
(4). Mempersiapkan media pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian demi mengoptimalkan proses pembelajaran. Medianya berupa materi mngenai paragraf narasi dan bacaan narasi yang berjudul “insinyur jantung berbagai pengalaman”.
(5). Merancang alat evaluasi untuk mengukur dan mengetahui sejauh mana kemampuan dan pemahaman siswa terhadap pokok bahasan menulis narasi dalal pembelajaran menggunakan metode quantum teaching.
B. Implementasi dan Observasi.
Pada tahap ini dilaksanakan tindakan pemecahan masalah sebagaimana telah dirumuskan dalam perencanaan penelitian. Pada tahap ini pula observasi terhadap pelaksanaan tindakan kelas dilaksanakan dengan menggunakan lembar observasi.
Langkah-langkah implementasi dan observasi pada siklus pertama ini sebagai berikut :
(1). Guru memberikan apersepsi mengenai poengetahuan siswa sebelumnya mengenai menulis narasi.
(2). Siswa memperhatikan penjelasan guru mengenai pengertian, ciri-ciri dan struktur pola pengembangan paragraf narasi.
(3). Siswa yang belum mengerti diberi kesempatan untuk bertanya.
(4). Siswa membentuk kelompok, masing-masing kelompok berjumlah 3 orang.
(5). Masing-masing kelompok terdapat teks karangan narasi yang disertai beberapa pertanyaan untuk dijawab siswa.
(6). Semua kelompok berdiskusi untuk menjawab pertanyaan yang sudah diberikan guru.
(7). Guru memotivasi siswa.
(8). Siswa mengumpulkan data.
(9). Beberapa kelompok membcakan hasil tugasnya di depan kelas.
(10). Siswa dan guru merefleksi pembelajaran yang telah berlangsung.
Dalam penelitian ini observasi atau pengamatan terhadap aktivitas guru dilakukan oleh guru pengajar tetap kelas VII B SMP Raden Rahmat, Balongbendo, Sidoarjo yaitu Ahmat Fauzi S.pd dengan mengisi lembar observasi yang sudah disediakan.
C. Refleksi
Hasil yang didapat pada tahap implementasi dan observasi dikumpulkan serta dianalisis. Dari hasil observasi guru dapat mengevaluasi diri sendiri dan melihat sejauh mana kemampuan siswa dalam memahami materi menulis narasi dengan menggunakan metode quntum teaching. Dalam refleksi juga dapat diketahui bagaimana respon atau tanggapan siswa terhadap kegiatan pembelajaran menulis narsi dengan menggunakan metode quantum teaching.
SIKLUS II
A. Perencanaan
Tahap perencanaan pada siklus kedua meliputi:
1. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang merupakan langkah-langkah pe,belajaran menulis narasi dengan metode quantum teaching . Perencanaan pada siklus kedua ini didadasarkan pada penemuan masalah pada siklus pertama.
2. Membuat lembar observasi untuk pengamatan aktivitas guru dan siswa di dalam kelas saat pembelajaran dengan metode quantum teaching diterapkan dalam pembelajaran menulis narasi.
3. Membuat lembar respon siswa (angket) untuk mengetahui efektivitas siswa ketika pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan metode quantum teaching berlangsung.
4. Menyediakan media pembelajaran berupa 3 macam topik kerangka karangan narasi yang digulung dan dimasukkan dalam sedotan. Sehingga tiap siswa ada yang menerima topik kerangka yang berbeda. Topik-topik tersebut antara lain: (1). Danu menonton pagelaran musik (2). Astri pandai berpidato (3). Inah memperoleh hadiah.
5. Merancang alat evaluasi untuk mengukur dan mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam menulis narasi dengan menggunakan metode quantum teaching.
B. Implementasi dan Obsevasi
Langkah-langkah implementasi dan observasi pada siklus kedua ini adalah sebagai berikut:
1. Siswa dan guru bertanya jawab tentang kegiatan pembelajaran sebelumnya.
2. Siswa mendapat media berupa kerangka karangan narasi.
3. Siswa mengembangkan kerangka karangan menjadi utuh sesuai dengan topik yang sudah diterima.
4. Siswa mengumpulkan hasil tulisannya.
5. Siswa dan guru memilih 3 tulisan terbaik.
6. Ketiga tulisan terbaik dibacakan pemiliknya masing-masing di depan kelas.
7. Siswa dan guru melakukan refleksi.
Dalam penelitian ini observasi atau pengamatan terhadap aktivitas guru dilakukan oleh Ahmat Fauzi S.pd sebagai guru pengajar kelas VII B SMP Raden Rahmat, Balongbendo, Sidoarjo dengan mengisi lembar observasi yang telah disediakan.
C. Refleksi
Hasil yang di dapat pada tahap implementasi dan observasi dikumpulkan serta dianalisis. Dari hasil observasi guru dapat mengevaluasi diri sendiri dan melihat sejauh mana kemampuan siswa dalam menulis narasi dengan menggunakan metode quantum teaching. Dalam refleksi juga dapat diketahui bagaimana respon atau tanggapan terhadap kegiatan pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan metode quantum teaching.
SIKLUS III
A. Perencanaan
Tahap perencanaan pada siklus ketiga meliputi :
1. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang merupakan langkah-langkah pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan metrode quantum teaching. Perencanaan pada siklus ketiga ini didasarkan pada penemuan masalah pada siklus kedua.
2. Membuat lembar observasi untuk pengamatan aktivitas guru dan siswa.
3. Membuat lembar respon siswa (angket) untuk mengetahui efektivitas siswa ketika pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan metode quantum teaching berlangsung.
4. Menyediakan media pembelajaran berupa gambar proses jatuhnya pesawat, gambar tersebut belum urut (masih acak) sehingga siswa diminta mengurutkannya terlebih dahulu sebelum mulai menulis narasi.
5. Merancang alat evaluasi untuk mengukur kemampuan siswa dalam menulis narasi.
B. Implementasi dan Observasi.
Langkah-langkah implementasi dan observasi pada siklus ketiga ini adalah sebagai berikut;
1. Siswa dan guru bertanya jawab mengenai pembelajaran sebelumnya.
2. Siswa mendapat media gambar yang masih acak atau tidak runtut.
3. Siswa mengurutkan gambar yang acak menjadi urutan yang runtut terlebih dahulu sebelum menulis.
4. Siswa menulis karangan narasi berdasarkan gambar yang diterimanya.
5. Siswa dan guru melakukan refleksi.
Dalam penelitian ini observasi atau pengamatan terhadap aktivitas guru dilakukan oleh guru pengajar tetap kelas VII B SMP Raden Rahmat, Balongbendo, Sidoarjo yaitu Ahmat Fauzi S.pd dengan mengisi lembar observasi yang sudah disediakan.
C. Refleksi
Hasil yang di dapat pada tahap implementasi dan observasi dikumpulkan serta dianalisis. Dari hasil observasi guru dapat mengevaluasi diri sendiri dan melihat sejauh mana kemampuan siswa dalam menulis narasi dengan menggunakan metode quantum teaching. Dalam refleksi juga dapat diketahui bagaimana respon atau tanggapan terhadap kegiatan pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan metode quantum teaching.
Perbedaan prosedur penelitian tiap siklus pertama sampai siklus ketiga terletak pada media yang diguanakan (siklus pertama menggunakan media bacaan narasi yang berjudul “Insinyur jantung berbagai pengalaman”, siklus kedua menggunakan media kerangka karangan narasi dan siklus ketiga menggunakan media gambar).
3.2. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII B SMP Raden Rahmat, Balongbendo, Sidoarjo. SMP Raden Rahnat merupakan salah satu sekolah swasta favorit di daerah Balongbendo dibandingkan SMP yang lainnya.
Siswa kelas VII B berjumlah 47 siswa, dengan rincian 19 siswa laki-laki dan 28 siswi perempuan. Kondisi fisik kelas VII B bisa dikatakan sudah memenuhi standar kelas yang nyaman disebabkan kondisi dalam dan luar kelas sangat memungkinkan siswa bisa belajar dengan nyaman. Fasilitas di kelas cukup memadai diantaranya 2 papan putih, lantai keramik, bangku dan kursi yang layak, ruang kelas yang lumayan besar dan 3 kipas angin yang membuat siswa tidak akan kepanasan saat pembelajaran.
Kondisi di luar kelas juga tidak kan menjadikan kendala bagi kegiatan pembelajaran, walaupun tidak ada pemandangan yang khusus. Hanya mungkin halaman kelas yang terlihat dari atas karena disebabkab kelas ini berada di lantai 2, yang diseelah kanan dan kiri juga ada kelas yang lain.
Walaupun aspek infrastrukturnya sudah memenuhi standar, tapi masih saja ada beberapa kendala yang ini disebabkan oleh siswa-siswi sendiri. Beberapa faktor diantaranya adalah SDM siswa sendiri yang bisa dikatakan nomer 2 dibanding siswa di SMP Negeri. SMP ini bisa dikatakan tujuan nomer kesekian setelah SMP negeri yang tentunya menjadi prioritas utama mereka. Tetapi permasalahan ini akan segera diatasi pihak sekolah yang pastinya menginginkan murid-muridnya mampu bersaing dengan anak negeri-negeri.
3.3. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan teknik atau cara sebagai berikut:
1. Observasi
Obseravsi penelitian ini dilakukan secara langsung di kelas ketika pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan metode quantum teaching berlangsung di kelas. Lembar observasi ini bertujuan untuk mendapatkan data tentang aktivitas guru dan aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
2. Tes
Tes dilakukan setiap akhir pembelajaran atau tiap siklus. Tes yang diberikan berupa pertanyaan subjektif da membuat karangan narasi. Tes diberikan untuk mendapatkan data hasil belajar siswa ditinjau dari ketuntasan belajar siswa.
3. Angket (respon siswa)
Angket diberikan kepada siswa setiap akhir pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan metode quantum teaching, tujuan pemberian angket untuk mengetahui pendapat siswa pada pembelajaran yang sudah dilaksanakan dan sejauh mana siswa mengikuti pembelajaran.
3.4. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah ;
1. Lembar Observasi aktivitas siswa dan guru
Lembar observasi dalam penelitian ini berisikan pengamatan terhadap aktivitas guru dan aktivitas siswa ketika pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan metod quantum teaching berlangsung di kelas. Kategori pengamatan aktivitas guru meliputi (a). M,embuka pembelajaran (b). Menjelaskan materi yang akan diajarkan (c). Menjelaskan teknik belajar yang akan digunakan (d). Memperkenalkan media yang akan digunakan dalam pembelajaran (e). Menjelaskan materi pelajaran, (f). Melakukan interaksi belajar dan umpan balik (g). Penguasaan kelas (h). Memancing siswa untuk merfleksi pembelajaran. Kategoro pengamatan aktivitas siswa meliputi; (a). Memperhatikan penjelasan guru (b). Mencatat hal-hal penting ketika pembelajaran berlangsung, (c). Bertanya (d). Pemanfaatan media yang ada (e). Bediskusi dengan teman (f). Mengerjakan tugas yang diberikan guru, (g). Bersemangat dan aktif ketika proses pembelajaran berlangsung (h). Merefleks pembelajaran. Observasi dilakukan dalam kelas ketika kegiatan pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan metode quantum teaching berlangsung.
2. Lembar Soal Tes
Hasil belajar siswa setelah proses pembelajaran narasi dengan menggunakan metode quantum teaching dilaksanakan dalam kelas, yang diukur dengan instrumen berupa soal-soal subjektif yaitu siswa diberi tugas menulis karangan narasi.
Instrumen penelitian berisi enpat aspek yaitu (1). Kelngkapan isi, (2). Kesesuaian isi, (3). Sistematika, dan (4). Penggunaan ejaan.
3. Lembar Angket
Angket atau lembar respon siswa dalam penelitian ini merupakan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden. Respon siswa berisikan penilaian dan pendapat siswa terhadap kegiatan pembelajaran menulis narasi dengan metode quantum teaching.
Angket berisi pertanyaan mengenai pengetahuan, sikap dan pendapatnya mengenai pelaksanaan pembelajaran menulis narasi dengan metode quantum teaching. Pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa berjumlah delapan, berupa pilihan ganda dengan pilihan jawaban A-E.
3.5. Data
Berdasarkan rumusan masalah, maka data yang digunakan adalah :
(1). Data hasil observasi pengamatan siswa dan guru yang berbentuk informasi bagaimana penerapan metode quantum teaching dalam proses pembelajaran menulis narasi.
(2). Data hasil belajar siswa pada saat pembelajaran menulis narasi dengan menggunakan metode quantum teaching.
(3). Data respon dan aktivitas siswa ketika pembelajaran menulis narsi dengan menggunaka metode quantum teaching.
3.6. Teknik Analisis Data
(1). Hasil lembar observasi
Data pengamatan guru dan siswa selama kegiatan pembelajaran dianalisis menggunakan persentase (%). Analisis ini dilakukan mulai dari siklus pertama sampai ketiga. Dari lembar observasi akan diperoleh data untuk mendeskripsikan gambaran mengenai proses peningkatan menulis narsi dengan metode quantum teaching.
Dari setiap aktivitas siswa dijumlah dan dipersentasikan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
P : Persentase
JA : Jumlah siswa yang melakukan aktivitas
N : Jumlah siswa
(2). Lembar soal tes
Hasil belajar siswa yaitu hasil menulis narasi siswa. Tes menulis narasi hanya dilakukan satu kali dalam tiap siklus. Hasil karangan siswa pada tiap siklusnya dinilai guru sesuai dengan aspek yang ditentukan. Nilai tersebut diambil dari penjumlahan tiap aspek yang dinilai. Rentangan nilai keseluruhan ditentukan 1-100.
Berikut ini merupakan aspek dan skor yang diberikan pada tiap aspek tulisan siswa.
No Aspek Deskriptor Skor Skor
Max
1 Kelengkapan isi - Isi karangan lengkap 20 20
- Isi mendekati lengkap 10
- Isi tidak lengkap 0
2 Kesesuaian isi - Semua tulisan sesuai dengan data 30 30
- Sebagian kecil data tidak dicantumkan dalam tulisan 20
- Sebagian besar data tidak dicantumkan dalam tulisan 10
- Semua data tidak dituliskan 0 20
3 Sistematika - Urut-urutan sesuai 20
- Urut-urutan tidak sesuai 10
4 Penggunaan ejaan - Tidak ada kesalahan 30 30
- Terdapat sedikit kesalahan penggunaan ejaan dan tanda baca. 20
- Sebagian besar penulisan ejaan dan tanda baca salah. 10
Jumlah skor maksimum 100
Teknik analisis ini menggunakan perhitungan persentase keberhasilan atau ketercapaian siswa dalam menguasai konsep. Perhitungan untuk menyatakan hasil belajar siswa adalah sebagai berikut:
Keterangan :
M : Mean (skor rata-rata)
∑ fx : Jumlah nilai siswa
N : Jumlah siswa
Untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa, peneliti melakukan tingkat keberhasilan sebagai berikut :
1. Kemampuan siswa dikatakan sangat baik jika memperoleh nilai 90-100.
2. Kemampuan siswa dikatakan baik jika memperoleh nilai 70-80.
3. Kemampuan siswa dikatakan cukup jika memperoleh nilai 60.
4. Kemampuan siswa dikatakan kurang jika memperoleh nilai 50 ke bawah.
(3). Angket
Data dari angket tentang respon siswa dianalisis menggunakan presentase (%) yaitu jumlah siswa yang memberi respon dibagi jumlah keseluruhan dikalikan 100%.
Perhitungan untuk menghitung respon siswa adalah sebagai berikut :
Keterangan :
P : Persentase
F : Frekuensi
N : Jumlah siswa
DAFTAR PUSTAKA
• Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta
• De Porter, Bobbi dkk. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
• Hamid Muhammad. 2005. Kurikulim 2004. Departemen Pendidikan Nasional.
• Keraf, Gorys. 2004. Argumentasi dan Narasi. Jakarta : Gramedia.
• Nuruddin. 2007. Dasar-dasar Penulisan. Malang : UMM Press.
• Soehendro, Bambang. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah : Badan Standar Nasional Pendidikan.
• Subandiyah, Heny. Tinjauan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas II SMAN I6 Surabaya dan Hubungan dengan Kemampuan Menulis Argumentasi. Surabaya : UNESA.
• Suyatno.2004. Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Tangerang : Esis.
• Tarigan, Henry Guntur. 1986. Menulis Sebagai Sebuah Keterampilan Berbahasa. Bandung : Angkasa.
• Wibawa, Basuki. 2003. Penelitian Tindakan Kelas : Departemen Pendidikan Nasional.
LAMPIRAN I
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Sekolah : SMP Raden Rahmat Balongbendo Sidoarjo.
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Standar Kompetensi : 4. Mengungkapkan informasi dalam berbagai bentuk
paragraf ( naratif, deskriptif, ekspositif ).
Kompetensi Dasar : 4.1. Menulis gagasan dan menggunakan pola urutan waktu
tempat dalam bentuk paragraf naratif.
Indikator : (1). Mampu menyebutkan ciri-ciri paragraf narasi.
(2). Mampu mengidentifikasi struktur pola pengembangan
paragraf narasi.
(3). Mampu mengidentifikasi struktur pola pengembangan
paragraf narasi.
Alokasi Waktu : 2 x 45 menit.
1. Tujuan Pembelajaran
“ Siswa mampu mengenal dan mengidentifikasi paragraf narasi berdasarkan
ciri-ciri struktur pola pengembangan, pola urutan waktu dan tempatnya.
2. Metode Pembelajaran
a. Pemodelan (quantum teaching)
b. Inkuisi ( Menemukan)
c. Diskusi / masyarakat belajar ( learning community)
3. Materi Pembelajaran
a. Pengertian paragraf narasi
b. Ciri-ciri paragraf narasi
c. Struktur pola pengembangan paragraf narasi.
4. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
a. Kegiatan Awal
Siswa mendengarkan apresiasi dari guru.
Guru menjelaskan pengertian dan ciri-ciri paragraf narasi.
Guru menjelaskan struktur pola pengembangan paragraf narasi.
b. Kegiatan Inti
Siswa membentuk kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 3 orang.
Masing-masing kelompok mendapat teks karangan narasi disertai beberapa pertanyaan untuk dijawab siswa.
Siswa berdiskusi kelompoknya masing-masing untuk menjawab pertanyaan yang sudah ada.
Guru memotivasi dan memberikan kesempatan bertanya bagi siswa yang belum mengerti.
c. Kegiatan Akhir
Siswa mengumpulkan tugas kelompoknya
Siswa dan guru merefleksi pembelajran yang telah berlangsung
5. Media dan Sumber Belajar
a. Media
Contoh karangan narasi
Soal untuk kelompok
b. Sumber Belajar
Suryanto, Alex dan Agus Haryanto. 2007. Panduan Belajar Bahasa
dan Sastra Indonesia untuk SMA dan MA Kelas X : Standar Isi
KTSP 2006. Jakarta : Esis (hal : 36-42)
Tim Edukatif. 2007. Kompetitif untuk Berbahasa Indonesia Kelas X : Standar Isi KTSP 2006. Jakarta : Erlangga ( Hal 73-77).
Yuli eti, Nunung dkk, 2005. Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas X. Klaten : PT. Intan Pariwara ( Hal 4-9).
6. Penilaian
Teknik = Tes soal / instrumen.
Bentuk Instrumen = Tes dan Identifikasi
LAMPIRAN II
Mbok Inah
Cerpen Elmas.Dienal Ha2 Adwijaya
SMAN I GARUT
Mbok Inah adalah pembantu rumah tangga kami. Kami sekeluarga sangat menyayanginya. Mbok inah sudah seperti saudara bagi kami karena dia sudah lebih dari dua puluh tahun tinggal bersama kami.bagi saya sendiri, mbok inah sudah seperti ibu, dilah yang mengurus saya sejak kecil. Selama ini, tidak ada masalah dengan mbok inah, sampai pada suatu waktu terjadilah sebuah peristiwa.
Mbok Inah menangis tersedu-sedu setelah aku pulang dari sekolah. Aku merasa kaget melihat hal itu.
“Mbok,kenapa nangis ada apa sich?” tanyaku.
Mbok Inah tidak menjawab. Dia hanya menggelengkan kepalanya sambil tetap menangis tersedu-sedu.
“Mbok, apa sebenarnya yang terjadi ?” tanyaku kembali.
Mbok Inah berhenti sesaat. Di pandangnya wajahku dalam-dalam.
“enggak ada apa-apa, Den,” jawabnya perlahan-lahan.
Aku tak percaya. Tidak mungkin kalau tidak ada masalah, Mbok Inah akan menangis akan menangis. Selama ini, kami melihat Mbok Inah sebagai sosok yang periang,suka humor, bahkan penuh optimis. Selama bekerja pada keluarga kami, saya tak pernah mendengar Mbok Inah mengelu. Semua situasi dihadapinya dengan tabah.
“Akh, yang bener Mbok. Saya tahu benar Mbok. Bagi saya Mbok sudah seperti ibu. Oleh karena itu apa yang Mbok rasakan, dapat saya rasakan,” kataku sambil memeluk Mbok Inah.
Merasa dirinya dipeluk Mbok Inah bukanya diam.tangisanya makin menjadi. Dan tak terasa air mataku juga ikut meleleh.
“Mbok, ada apa? Katakan padaku!” kataku sambil merengek.
Mbok Inah berusaha menghentikan tangisannya.
“Eh… anu Den, Mbok akan berhenti bekerja. Mbok akan pulang kampong!”
Saat itu saya merasa terkejut seperti ada petir di siang bolong.
“Mbok, apa yang Mbok katakana? Mengapa Mbok pulang kampong? Mbok tidak betah lagi tinggal di rumah ini ?” tanyaku beruntun.
Sejenak Mbok Inah terdiam. Tapi akhirnya dia berkata juga,
“Mbok tidak enak, karena tadi pagi tuan dan nyonya bertengkar. Mereka bertengkar saat Aden sekolah. Katanya, nyonya kehilangan perhiasan. Nyonya menuduh tuan telah menjualnya untuk diberikan kepada teman selingkuhannya. Nyonya menuduh tuan. Sedangkan tuan tidak merasa mengambilnya,”
“Lalu apa hubungannya dengan Mbok Inah?” tanyaku tak mengerti.
Mbok Inah diam sejenak. Tiba-tiba air matanya kembali merembes melalui sela-sela mata.
“Anu, Den Mbok Inah yang mengambil perhiasan tersebut !”
Jawabnya terbata-bata.
Pengakuan Mbok Inah ini lebih mengejutkan lagi. Saya sama sekali tidak mempercayainya walaupun keluar dari mulut Mbok Inah. Selama ini, Mbok Inah orang yang sangat jujur. Mbok Inah tidak pernah melakukan kecurangan, apalagi mencuri. Mbok Inah sangat tekun beribadah.
“Berapa gram, Mbok ?”
“Lima gram ?”
“Hanya lima gram? Untuk apa Mbok melakukan semua itu ?”
Mbok Inah diam lagi. Kemudian dipandangnya wajahku dalam-dalam. Lalu merunduk kembali sambil berkata perlahan.
“Mbok melakukan untuk menolong si Inem, pembantu rumah sebelah. Kemarin Inem datang kesini. Inem menangis, kata dia sering disiksa oleh dunungannya,bahkan sering disulut oleh rook,dan bahkan disetrika. Dia mau kabur tapi dia tak punya uang. Dia minjem kepada Mbok, tapi tak ada,”
Mbok Inah diam sebentar. Lalu melanjutkan pembicaraannya.
“Karena kasihan, Mbok mencari uang ke laci kaca hias Nyonya. Tapi tak ada. Tiba-tiba Mbok melihat cincin Nyonya tergflak di atas meja. Tak piker panjang Mbok mengambilnya dan menyerahkannya kepada si Inem untuk dijual agar dia bisa pulang,”
Aku terenyuh mendengar kata-kata Mbok Inah. Ternyata Mbok Inah melakukan semuanya untuk menolong orang lain. Secara spontan aku memeluk kembali Mbok Inah kuat-kuat, lalu menciumnya. Mbok Inah tanpak heran.
“Mbok, ternyata Mbok berhati mulia. Aku bangga diasuh dan dibesarkan oleh Mbok. Jangan menyesali perbuatan yang sudah dilakukan, Aku punya tabungan Mbok,kita beli lagi cincin itu,ke took mana si Inem menjualnya ?”
“katanya ke toko Mustika !”
Aku dan Mbok Inah pergi ke toko Mustika, tak lama,cincin itu masih ada. Aku membelinya kembali. Mbok Inah terlihat gembira,
“Mbok, jangan pulang ya ?” kataku sambil tersenyum, kulihat mata Mbok Inah berkca-kaca.
Bagendit, 2005
1. Apakah karangan diatas termasuk karangan narasi? Jelaskan !
Pedoman penskoran
No Kegiatan Skor
1 Jawaban benar alasan logis 10
2 Jawaban benar alasan salah 7
3 Jawaban benar tidak disertai alasan 5
2. Termasuk karangan narasi apakah karangan diatas? Jelaskan!
3. Dilihat dari jenis ceritanya karangan narasi termasuk karangan yang bersifat apa?
Jelaskan!
Pedoman penskoran soal nomer 2 dan3
No Kegiatan Skor
1 Jawaban benar alasan logis 20
2 Jawaban benar alasan salah 15
3 Jawaban benar tidak disertai alasan 10
5. Identifikasi pola urutan waktu dan tempat tiap paragraf karangan diatas !
Pedoman penskoran
No Paragraf Kegiatan Skor
1 II Menyebutkan waktu dan tempat 10
2 III Menyebutkan waktu dan tempat 10
3 IV Menyebutkan waktu dan tempat 10
4 V Menyebutkan waktu dan tempat 10
5 VI Menyebutkan waktu dan tempat 10
Skor Maksimum No 1 10
2 20
3 20
4 50
Jumlah 100
Nilai Akhir
Keterangan → PS = Perolehan skor
SM = Skor maksimum
SI = Skor ideal
LAMPIRAN III
Ir. Soekarno
Ir. Soekarno, Presiden Republik Indonesia pertama adalah seorang nasionalis. Ia memimpin PNI pada tahun 1928. Soekarno menghabiskan waktunya di penjara dan di tempat pengasingan karena keberaniannya menentang penjajah.
Soekarno bersama Mohammad Hatta sebagai wakil bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Ia ditangkap Belanda dan diasingkan ke Bengkulu pada tahun 1948. Soekarno dikembalikan ke Yogya dan dipulihkan kedudukannya sebagai Presiden RI pada tahun 1949.
Setelah intervensi dari Belanda berakhir sekitar tahun 1950-an, Soekarno dan Mohammad Hatta kembali memegang tampuk kepemimpinan negara Indonesia . Walaupun pada tahun 1956, secara mengejutkan Mohammad Hatta mengundurkan diri jabatannya selaku wakil presiden pada waktu itu.
Kehilangan pendamping tidak membuat Soekarno berhenti dari kewajibannya sebagai presiden, dia tetap berjuang memeperjuangkan nasib rakyat Indonesia walaupun pada akhir-akhir masa pemerintahannya sering terjadi gejolak yang mengganggu stabilitas dan kesatuan NKRI Salah satunya pada tahun 1965 yakni terjadinya pemberontakan G 30 S PKI. Pada tahun 1966 beliau turun dari jabatan presiden digantikan oleh Soeharto. Sampai pada akhir hayatnya pada tahun 1970, dan sampai saat ini jasa-jasa beliau masih sangat dikenang bahasa oleh bangsa Indonesia dan beliau terkenal dengan julukan Bapak Proklamator.
Berdasarkan karangan diatas, jawablah pertanyaan di bawah ini !
a. Apakah karangan diatas termasuk karangan narasi? Jelaskan !
b. Termasuk karangan narasi apa? Jelaskan !
c. Dilihat dari jenis ceritanya, karangan diatas termasuk karangan yang bersifat apa? Jelaskan !
d. Identifikasikanlah pola urutan waktu dan tempat tiap paragraf diatas !
LAMPIRAN IV
DATA OBSERVASI AKTIVITAS GURU
No Kategori Pengamatan Ya Tidak
1 Membuka Pelajaran √
2 Menjelaskan materi pendahuluan atau apersepsi √
3 Menjelaskan teknik pembelajaran yang akan digunakan √
4 Memperkenalkan media yang akan digunakan dalam pembelajaran √
5 Menjelaskan materi pokok √
6 Melakukan interaksi belajar dan memberikan umpan balik kepada siswa √
7 Membuat suasana menyenangkan dan mengorkestrasi lingkungan belajar siswa √
8 Membantu siswa merefleksi pembelajaran √
LAMPIRAN V
LEMBAR AKTIVITAS SISWA
NO NAMA SISWA AKTIVITAS YANG DIAMATI
1 2 3 4 5 6 7
1 Aang Kunaefi √
2 Abdul Khosim √ √ √ √ √
3 Ari Kussetyono Utomo √ √
4 Anang Khisbullah √ √ √ √
5 Anita Selfiana √
6 Badrus Ali
7 Bella Maria Josefina √ √ √ √
8 Doni Firmansyah √
9 Dita Sefia Mergasari √
10 Eko Prasetyo √
11 Ekawati Aminingsih √ √
12 Fashihatul Lisaniah √ √ √ √ √ √
13 Fenny Dyah Puspa Arum √
14 Hadi Sumitro √
15 Inayatul Khusnah √ √ √ √
16 Januar Arief Ghozali √
17 Juanita Ambar √
18 Kusmiati √
19 Koko Adi Prasetyo √ √
20 Lilianah Kusnah √ √ √ √ √
21 Leli Silfi Ekandini √ √ √ √ √
22 Muchammad Anwarul Firdaus √ √
23 Muchammad Solikin √
24 Muhammad Rizki Adit Pratama √ √
25 Muhammad Zaky Firmansyah √ √ √ √ √ √
26 Nadia Andari √ √ √ √ √
27 Nindy Asti Ambarwati √ √ √ √
28 Puji Astutik √ √ √ √
29 Radit Surya Pratama √
30 Roudlotul Jannah √ √ √ √
31 Sami’an Akhiri √
32 Selfia Mergasari √ √ √ √
33 Siti Azkiya Ardian √ √ √
34 Siti Nur Halimah √
35 Siti Rahayu Purbasanti √
36 Siti Wahidah √
37 Sony Kurniawan √
38 Syahril Kiromi √ √ √ √
39 Syandila Reni Kirani
40 Tatik Wijayanto √ √ √ √
41 Tasya Dwi Putrantiwi √ √ √ √ √
42 Teddy Lukmansyah √ √
43 Tony Didit Sugito √ √ √ √
44 Tyas Indah Komalasari √ √
45 Ucik Eliasari √ √ √ √
46 Vidya Zanubah √ √ √ √ √ √
47 Zainatul Mar’atun Khoiroh √ √ √ √ √
Keterangan :
1 Memperhatikan penjelasan guru
2 Bertanya
3 Berpendapat
4 Memanfaatkan media
5 Asyik berbisik-bisik
6 Berdiskusi dengan teman sejawat ( bekerja sama)
7 Merefleksi pembelajaran.
Peningkatan Kemampuan Menulis Karangan Narasi Dengan Metode Quantum Teaching
Siswa Kelas VII B SMP Raden Rahmat Balongbendo Sidoarjo Tahun Ajaran 2008 / 2009
Untuk Memenuhi Tugas Metodologi Penelitian Pendidikan
Disusun oleh:
Muchammad Farich
072074038
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Surabaya
2009
Selasa, 02 Februari 2010
Senin, 28 Desember 2009
KARENA ALLAH MENYAYANGIMU
KARENA ALLAH MENYAYANGIMU
Wanita menempati urutan pertama dalam urusan syahwat dunia , seperti tercantum dalam Alquran. Jika tak membingkai diri dengan syariat , maka wanita mudah menimbulkan fitnah.
Selama ini saya merasa telah sempurna dalam menjalankan syariatNYA untuk menutup aurat wanita kecuali wajah dan telapak tangannya. Hidayah Allah yang memberi kemudahan pada saya untuk mengenakan jilbab bagi saya adalah untuk melindungi diri dari gangguan orang orang jahil. Jadi pada intinya kewajiban berbusana Muslimah bertujuan untuk kebaikan Muslimah itu sendiri, itu saja.
Pemahaman itu terus melekat pada diri saya hingga suatu hari di sebuah acara pelatihan saya berkenalan dengan seorang peserta , yaitu ukhti K. adalah ibu dua anak , seorang guru di sebuah SDIT , mahir berbahasa Arab karena pernah belajar di Makkah , Arab Saudi dan ia pun seorang hafidzah,
Subhanallah
Perkenalan dengan ukhti K membuat saya tersadar bahwa ada Muslimah yang jauhh lebih wara’ daripada saya dalam berbusana Muslimah. Ia juga membuat saya mengerti bahwa keindahan busana bukanlah hal yang utama. Di saat Muslimah lain sibuk memadu padankan jilbab dengan baju atau jilbab dengan sepatu , ada seorang Muslimah yang sibuk muraja’ah (mengulang) hafalan Qurannya. Sebagian ulama berpendapat bahwa tidak dibenarkan wanita Muslimah menampakkan waajah dan juga telapak tangannya bila disekitar terdapat orang orang yang memandangnya dengan pandangan yang diharamkannya oleh Allah dan bila khawatir menimbulkan fitnah. Hal ini disepakati oleh pengikut mazhab Hambaliyah yang berpendapat bahwa wajah itu aurat dan pengikut mazhab Hanafiyah serta Malikiyah. Pertanyaan , adakah tempat di zaman sekarang ini yang benar benar aman dari hal hal tersebut?
Karena Allah Maha penyayang maka diturunkan perintah berjilbab bagi wanita. Wanita adalah makhluk yang bersifat ingin disenangi oleh laki laki , sehingga Allah mengaturNYa dalam syariat agar wanta menutupi keindahan dirinya yang bisa menjadi daya tarik lelaki. Rasulullah sendiri mengingatkan bahwa fitnah yang terbesar berasal dari kaum wanita.
Allah Maha Tahu sifat makhluk yang diciptakan NYA. Telah menjadi takdirNYa jika manusia mencintai keindahan dunia seperti wanita, anak anak dan harta benda. Yang menarik adalah bahwa wanita menempati urutan pertama dalam syahwat dunia seperti yang tercantum dalam surah ali imron ayat 14. Gejolak laki laki hanya dapat diredam dengan aturan ilahiah terhadap perempuan. Dalam hal ini adalah kepatuhan dalam menjalankan syariat berpakaian bagi wanita , disamping aturan aturan lain seperti tidak berhias brlebihan, keharusan menundukkan pandangan dan pelarangan ikhtilat(campur baur dengan non mahram). Bila wanita taat berbusana Muslimah maka mata laki laki akan terhindar dari menatap kecantikan wanita , sehingga berlaku prinsip semakin sedikit yang terbuka akan semakin baik. Tak dapat dinafikan , menjamurnya problema social di masyarakat seperti perselingkuhan dan pergaulan bebas tak luput dari sumbangan kaum wanitanya yang menampik hijab dan sudah tak sungkan dalam mengumbar aurat . Ketika syariat dilanggar , apalagi yang bisa kita harapkan ?
Adapula Muslimah yang menolak jilbab sebagai sebuah kewajiban. Mereka berdalih cukuplah ketuusan hati dan kebersihan jiwa sebagai jilbab yang paling utama. Jika itu alasannya mari buktikan kebenarannya. Cobalah Muslimah tersebut memakai pakaian seronok dan menggiurkan di tempat umum. Dapatkah ketulusan hati menolongnya dari tatapan liar laki laki ? Dapatkah kebersihan jiwanya menghalangi gejolak syahwatlul faraj(syahwat seks) laki laki ? kiranya sudah dapat ditebak jawabannya. Hal ini justru menimbulkan alapetaka dan kehancuran bagi laki laki.
Ada dua pilihan bagi Muslimah , yakni mematut matut diri dengan busana yang beragam bentuknya , atau istiqomah dengan busana takwa yang anggun , sederhana dan dihiasi dengan akhlak mulia.
Wanita menempati urutan pertama dalam urusan syahwat dunia , seperti tercantum dalam Alquran. Jika tak membingkai diri dengan syariat , maka wanita mudah menimbulkan fitnah.
Selama ini saya merasa telah sempurna dalam menjalankan syariatNYA untuk menutup aurat wanita kecuali wajah dan telapak tangannya. Hidayah Allah yang memberi kemudahan pada saya untuk mengenakan jilbab bagi saya adalah untuk melindungi diri dari gangguan orang orang jahil. Jadi pada intinya kewajiban berbusana Muslimah bertujuan untuk kebaikan Muslimah itu sendiri, itu saja.
Pemahaman itu terus melekat pada diri saya hingga suatu hari di sebuah acara pelatihan saya berkenalan dengan seorang peserta , yaitu ukhti K. adalah ibu dua anak , seorang guru di sebuah SDIT , mahir berbahasa Arab karena pernah belajar di Makkah , Arab Saudi dan ia pun seorang hafidzah,
Subhanallah
Perkenalan dengan ukhti K membuat saya tersadar bahwa ada Muslimah yang jauhh lebih wara’ daripada saya dalam berbusana Muslimah. Ia juga membuat saya mengerti bahwa keindahan busana bukanlah hal yang utama. Di saat Muslimah lain sibuk memadu padankan jilbab dengan baju atau jilbab dengan sepatu , ada seorang Muslimah yang sibuk muraja’ah (mengulang) hafalan Qurannya. Sebagian ulama berpendapat bahwa tidak dibenarkan wanita Muslimah menampakkan waajah dan juga telapak tangannya bila disekitar terdapat orang orang yang memandangnya dengan pandangan yang diharamkannya oleh Allah dan bila khawatir menimbulkan fitnah. Hal ini disepakati oleh pengikut mazhab Hambaliyah yang berpendapat bahwa wajah itu aurat dan pengikut mazhab Hanafiyah serta Malikiyah. Pertanyaan , adakah tempat di zaman sekarang ini yang benar benar aman dari hal hal tersebut?
Karena Allah Maha penyayang maka diturunkan perintah berjilbab bagi wanita. Wanita adalah makhluk yang bersifat ingin disenangi oleh laki laki , sehingga Allah mengaturNYa dalam syariat agar wanta menutupi keindahan dirinya yang bisa menjadi daya tarik lelaki. Rasulullah sendiri mengingatkan bahwa fitnah yang terbesar berasal dari kaum wanita.
Allah Maha Tahu sifat makhluk yang diciptakan NYA. Telah menjadi takdirNYa jika manusia mencintai keindahan dunia seperti wanita, anak anak dan harta benda. Yang menarik adalah bahwa wanita menempati urutan pertama dalam syahwat dunia seperti yang tercantum dalam surah ali imron ayat 14. Gejolak laki laki hanya dapat diredam dengan aturan ilahiah terhadap perempuan. Dalam hal ini adalah kepatuhan dalam menjalankan syariat berpakaian bagi wanita , disamping aturan aturan lain seperti tidak berhias brlebihan, keharusan menundukkan pandangan dan pelarangan ikhtilat(campur baur dengan non mahram). Bila wanita taat berbusana Muslimah maka mata laki laki akan terhindar dari menatap kecantikan wanita , sehingga berlaku prinsip semakin sedikit yang terbuka akan semakin baik. Tak dapat dinafikan , menjamurnya problema social di masyarakat seperti perselingkuhan dan pergaulan bebas tak luput dari sumbangan kaum wanitanya yang menampik hijab dan sudah tak sungkan dalam mengumbar aurat . Ketika syariat dilanggar , apalagi yang bisa kita harapkan ?
Adapula Muslimah yang menolak jilbab sebagai sebuah kewajiban. Mereka berdalih cukuplah ketuusan hati dan kebersihan jiwa sebagai jilbab yang paling utama. Jika itu alasannya mari buktikan kebenarannya. Cobalah Muslimah tersebut memakai pakaian seronok dan menggiurkan di tempat umum. Dapatkah ketulusan hati menolongnya dari tatapan liar laki laki ? Dapatkah kebersihan jiwanya menghalangi gejolak syahwatlul faraj(syahwat seks) laki laki ? kiranya sudah dapat ditebak jawabannya. Hal ini justru menimbulkan alapetaka dan kehancuran bagi laki laki.
Ada dua pilihan bagi Muslimah , yakni mematut matut diri dengan busana yang beragam bentuknya , atau istiqomah dengan busana takwa yang anggun , sederhana dan dihiasi dengan akhlak mulia.
JEJAK ZIONIS ITU ADA
JEJAK ZIONIS ITU ADA
Jauh sebelum Indonesia merdeka kaum zionis sebenarnya telah masuk ke Indonesia , Ridwan Saidi, dalam bukunya fakta 7 data Yahudi di Indonesia menyatakan masuknya zionis ke Indonesia dibawa oleh kaum Free Manshory. Mereka masuk dengan mendirikan perkumpulan teosofi pada tahun 1875 yang bernama Nederlandsch Indische Theosofische Vereeniging(perkumpulan teosofi Hindia Belanda).
Karena masuknya warga Yahudi sudah ada sejak masa colonial Belanda , khususnya di Jakarta. Pada abad ke-19 dan 20 sampai menjelang Belanda hengkang dari Indonesia, ada sejumlah took-toko di Noordwijk (kini JL. Juanda) dan Risjwik (Jl. Veteran ). Dua kawasan elite di Batavia kala itu seperti Olislager, Goldenberg , Jacobson van den Berg, Ezekiel 7 Sons dan Goodwordh Company.
Kaum Yahudi ini umumnya memakai paspor Belanda dan mengaku sebagai warga kincir angina. Tak heran di masa colonial , ada warga Yahudi yang mendapat posisi tinggi di pemerintahan , termasuk gubernur jenderal AWL Tjandra van Starkenburg Stachouwer(1936-1942).
Dalam buku jejak fre manshory 7 zionis di Indonesia disebutkan bahwa gedung Bappenas di Taman Surapati dulunya merupakan tempat para anggota Fre mnshory melakukan peribadatan dan pertemuan. Jejak mereka juga tampak di sepanjang JL. Medan Merdeka Barat dengan berbagai gedung pencakar langitnya. Semasa kolonial Belanda , JL.Blavatsky Boulevard. Di era tahun 1950-an di jalan Blavatsky Boulevard pernah berdiri sebuah loge atau sinagog. Gedung itu tak lain adalah gedung Indosat. Tak heran jika perusahaan itu dikuasai oleh SingTel, perusahaan patungan Singapura dan pengusaha Yahudi. Mungkin untuk memuliakan kembali sinagog yang dulu ada. lealistica_27@yahoo.comJudylene15_Tapia@yahoo.com
Jauh sebelum Indonesia merdeka kaum zionis sebenarnya telah masuk ke Indonesia , Ridwan Saidi, dalam bukunya fakta 7 data Yahudi di Indonesia menyatakan masuknya zionis ke Indonesia dibawa oleh kaum Free Manshory. Mereka masuk dengan mendirikan perkumpulan teosofi pada tahun 1875 yang bernama Nederlandsch Indische Theosofische Vereeniging(perkumpulan teosofi Hindia Belanda).
Karena masuknya warga Yahudi sudah ada sejak masa colonial Belanda , khususnya di Jakarta. Pada abad ke-19 dan 20 sampai menjelang Belanda hengkang dari Indonesia, ada sejumlah took-toko di Noordwijk (kini JL. Juanda) dan Risjwik (Jl. Veteran ). Dua kawasan elite di Batavia kala itu seperti Olislager, Goldenberg , Jacobson van den Berg, Ezekiel 7 Sons dan Goodwordh Company.
Kaum Yahudi ini umumnya memakai paspor Belanda dan mengaku sebagai warga kincir angina. Tak heran di masa colonial , ada warga Yahudi yang mendapat posisi tinggi di pemerintahan , termasuk gubernur jenderal AWL Tjandra van Starkenburg Stachouwer(1936-1942).
Dalam buku jejak fre manshory 7 zionis di Indonesia disebutkan bahwa gedung Bappenas di Taman Surapati dulunya merupakan tempat para anggota Fre mnshory melakukan peribadatan dan pertemuan. Jejak mereka juga tampak di sepanjang JL. Medan Merdeka Barat dengan berbagai gedung pencakar langitnya. Semasa kolonial Belanda , JL.Blavatsky Boulevard. Di era tahun 1950-an di jalan Blavatsky Boulevard pernah berdiri sebuah loge atau sinagog. Gedung itu tak lain adalah gedung Indosat. Tak heran jika perusahaan itu dikuasai oleh SingTel, perusahaan patungan Singapura dan pengusaha Yahudi. Mungkin untuk memuliakan kembali sinagog yang dulu ada. lealistica_27@yahoo.comJudylene15_Tapia@yahoo.com
Manifestasi Kapitalisme Pendidikan Dalam Bentuk UU BHP
Manifestasi Kapitalisme Pendidikan Dalam Bentuk UU BHP
Setelah melalui proses yang amat panjang, DPR akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) BHP ( Badan Hukum Pendidikan) menjadi Undang-Undang, pada hari Rabu 17 Desember 2008. Dan ini adalah suatu bentuk manifestasi dari akibat sistem kapitalisme yang diterapkan oeh Pemerintah. Sehingga Pemerintah pun meliberalisasikan segala bidang aspek kehidupan, dan yang terkena imbasnya juga adalah sektor pendidikan. Sejak tahun 2000 Pemerintah telah menggulirkan konsep BHMN yang sudah dijalankan oleh tujuh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yaitu UI, UGM, ITB, IPB ,USU, UPI dan UNAIR. Dalam BHMN ( Badan Hukum Milik Negara), Pemerintah masih bertanggung jawab walaupun BHMN diberi otonomi khusus. Namun , ketika BHMN berpindah status menjadi BHP, maka Pemerintah, otomatis menyerahkan tanggung jawab pengelolaan universitas sepenuhnya kepada pihak pengelola pendidikan dan masyarakat, termasuk pembiayaannya. Padahal, dengan status BHMN saja, PTN rata-rata menaikkan beban biaya pendidikan yang sangat tinggi bagi para mahasiswanya, apalagi kalau UU BHP sudah diberlakukan oleh pemerintah dalam pengelolaan sistem pendidikan di Indonesia.
Dengan demikian, Pemerintah meminimalkan perannya bahkan cenderung melepaskan tanggung jawab dalam pembiayaan pendidikan. Padahal , kewajiban Negara adalah memberikan pelayanan pendidikan yang baik dan bermutu bagi rakyatnya. Dengan mendapatkan pendidikan yang baik, maka akan lahirlah kader-kader generasi penerus perjuangan bangsa dan Negara. Akan tetapi, jika rakyat tidak dapat mengenyam pendidikan yang baik dan bermutu, maka bangsa Indonesia akan melahirkan generasi para budak dan jongos.
Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing, di samping memiliki budi pekerti yang luhur dan moral yang baik.
Akan tetapi pada sekarang ini, fenomena penyelenggaraan perguruan tinggi menjadi sebuah ”industri” yang hanya mementingkan sebuah nilai komersialitas saja, sehingga mengarah pada sistem pendidikan kapitalisme.
Setidaknya ada empat titik kritis, yang memberi peluang PTN terjebak kapitalisme. Pertama, sistem rekrutmen mahasiswa yang dikelola secara otonom oleh PTN untuk jalur penelusuran minat dan kemampuan khusus (PMDK) atau sering disebut jalur “khusus" dan jalur ekstensi. Sistem ini bersangkut-paut dengan otoritas PTN dalam menentukan dua keputusan strategis: (1) siapa yang berhak diterima sebagai mahasiswa dan siapa yang tidak, (2) berapa besar sumbangan pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan (SP3) atau biasa disebut uang gedung, yang harus dibayar calon mahasiswa yang diterima.
Di Jawa Timur, misalnya, PTN yang disorot publik, karena menjadi pionir dalam membuka kelas ekstensi dan jalur khusus, yang rekrutmennya dikelola secara otonom oleh PTN bersangkutan, artinya tidak melalui jalur sistem penerimaan mahasiswa baru (SPMB) adalah Universitas Airlangga (Unair). Menurut keterangan Ketua Panitia PMDK Unair Dr drg Sherman Salim MS; uang gedung calon mahasiswa baru untuk jalur khusus berkisar antara Rp 5 juta - Rp.75 juta. Dana ini sah-sah saja, karena dijamin pasal 24 ayat (3) UU No 20/2003 tentang Sisdiknas, bahwa Perguruan Tinggi dapat memperoleh sumber dana dari masyarakat yang pengelolaannya dilakukan berdasar prinsip akuntablitas publik. Persoalannya, pengelolaan dana yang berdasar pada prinsip akuntabilitas publik inilah yang masih sulit untuk diwujudkan.(Kompas, Jumat 18 Juni 2004).
Di Universitas Indonesia, uang pangkalnya saja mencapai Rp. 25 juta untuk fakultas-fakultas eksakta.(Antara News, 04 Juli 2007). ITB, perguruan tinggi yang pernah meluluskan presiden pertama negeri ini, menawarkan 10 bangku di departemen teknik fisika dengan harga 25.000 dolar AS (Rp 200 juta lebih). Lalu juga Undip, membuka jalur khusus untuk Fakultas Kedokteran sebesar Rp 150 juta, sementara nilai ‘kursi’ untuk fakultas-fakultas teknik Rp 100 juta. UGM Yogya mematok harga bervariasi antara Rp 2 juta (untuk calon mahasiswa Fakultas Biologi, Filsafat), hingga di atas Rp 50 juta. (suaramerdeka.com)
Aset-aset perguruan tinggi pun dijadikan bisnis untuk mencari uang. Misalnya saja IPB mendirikan Bogor Botany Square, Ekalokasari Plaza, dan pom bensin di wilayah kampusnya. Sebenarnya ini sudah melanggar Tri Dharma Perguruan Tinggi karena menjadikan bagian kampus sebagai pusat bisnis. Pendidikan saat ini pun menjadi seperti barang mewah. Boleh dibilang, pendidikan harganya seperti barang kebutuhan tersier (mewah). Dan tentunya cuma bisa dibeli oleh mereka yang berkantong tebal. Sementara buat kebanyakan rakyat negeri ini yang memiliki penghasilan rata-rata yang masuk kategori kelas menengah ke bawah, cukup merajut mimpi saja. Yang jelas , UU BHP telah melahirkan pelayanan pendidikan diskriminatif. Ia telah melahirkan disparitas pendidikan yang sangat jauh dan melebar antara anak-anak orang kaya dengan anak-anak orang miskin. Seolah siapapun yang akan mendapatkan pendidikan harus diukur dari seberapa banyak uang yang dimiliki sebagai biaya masuk untuk duduk di bangku pendidikan tinggi. UU BHP sangat mendorong terciptanya kemunduran pendidikan. Sebab akan banyak sekali anak orang miskin yang tidak dapat bersekolah, sehingga pada akhirnya tidak akan mendapatkan pendidikan yang layak dan berkualitas. Lalu bagaimana nasib bangsa ini , jikalau generasi bangsa kita tidak mendapatkan pendidikan yang terbaik?. Maka tentunya bangsa Indonesia tidak akan dapat melahirkan suatu generasi bangsa yang bekualitas dan mempunyai nilai daya jual tinggi dalam menghadapi era perkembangan zaman yang begitu pesat. Dengan menempatkan pendidikan mahal akan merendahkan martabat pendidikan itu sendiri sebagai media pembebasan manusia dari cengkeraman kemiskinan. Hal itu terjadi karena komersialisasi akan mereduksi hakikat pendidikan dan kemanusiaan itu sendiri. Selain itu, proses komersialisasi juga akan "meminggirkan" kalangan tak mampu tapi berbakat.dan cerdas yang akan jadi korbannya. Angka partisipasi sekolah penduduk berusia 13-15 tahun tidak banyak berubah, bertahan pada 84%, sedangkan pada usia 16-18 tahun 53,92%. (BPS: Indikator Kunci Indonesia 2007 ). Soal kualitas, sistem pendidikan di Indonesia terbilang buruk. Menurut hasil penelitian sebuah lembaga konsultan di Singapura (The Political and Economics Risk Consultancy/PERC) September 2001, sistem pendidikan Indonesia berada di urutan 12 dari 12 negara Asia. Bahkan lebih rendah dari Vietnam. Sementara itu, hasil penilaian Program Pembangunan PBB (UNDP) pada tahun 2000 menunjukkan, kualitas SDM Indonesia menduduki urutan ke-109 dari 174 negara, atau jauh dibandingkan dengan Singapura (24), Malaysia (61), Thailand (76), dan Filipina (77) (satunet.com). UU BHP pun akan melahirkan suatu tatanan kehidupan yang kapitalistik, perilaku politik yang oportunistik, budaya hedonistik, kehidupan sosial yang egoistik, dan individualistik, sikap beragama yang sinkretik serta paradigma pendidikan yang materialistik. Nilai-nilai kemanusiaan akan diabaikan dalam kehidupan masyarakat. Hanya orang-orang kaya lah yang mempunyai privilese ( hak istimewa) dalam stratfikasi sosial dan mempunyai hierarki yang paling tinggi. Sungguh tak adil, jika pendidikan hanya dinikmati oleh segelintir orang saja. Padahal, Pemerintah seharusnya menyediakan suatu pendidikan yang layak bagi semua rakyatnya. Tidak seperti yang terjadi saat ini. Negara justru menjual pendidikan kepada warganya. Apalagi setelah kebijakan UU BHP yang akan diberlakukan, dunia pendidikan juga mengalami imbas yang kian negatif. Dan UU BHP tak lepas dari campur tangan asing yang menginginkan agar Negara Indonesia tetap menduduki sebagai Negara yang terbelakang dalam hal sisi pendidikannya. Hal itu sebagai upaya agar pihak-pihak asing dapat leluasa mengeruk (mengeksploitasi) kekayaan sumber daya alam (SDA) yang terdapat di Indonesia.
Intervensi asing dapat dibuktikan ketika berawal dari menguatnya liberalisasi ekonomi dan krisis multidimensi yang terjadi Indonesia pasca reformasi, terjadi inflasi ekonomi, pemerintah Indonesia mengalami defisit anggaran yang mengarahkan pemerintah mau tidak mau harus mengikuti anjuran dari badan kapitalisme global yakni IMF dan Bank dunia. Jadilah negeri ini diambil alih oleh Bank Dunia dan IMF, serta negara-negara maju (Negara-G8).
Adanya intervensi dari semua lembaga tersebut di atas tidak menjamin stabilitas perekonomian Negara Indonesia. Akan tetapi, lebih menjerumuskan Negara Indonesia ke jurang keterpurukan yang lebih dalam. Meski secara resmi Pemerintah telah memutus hubungan dengan IMF, peran lembaga seperti IMF dan Bank Dunia itu masih terus berlangsung.
Saat ini utang berupa dana segar dari Bank dunia hanya diberikan untuk utang Program Penyesuaian Struktural (SAP). Utang dengan skema SAP ini mensyaratkan Pemerintah untuk melakukan perubahan kebijakan yang mengarah pada kebijakan untuk (1) mengurangi peran Pemerintah dalam menyediakan barang publik , seperti listrik, maupun pelayanan umum seperti pendidikan, dan kesehatan. (2) memberikan keleluasaan kepada para pemilik modal untuk mengelola barang publik dan pelayanan umum sebagaimana mengelola barang perusahaan yang bertujuan mengejar dan menumpuk keuntungan.
Adapun bentuk-bentuk program penyesuaian struktural adalah (1) Swastanisasi (Privatisasi) BUMN (pengalihan kepemilikan BUMN dari Pemerintah kepada pihak swasta/asing). (2) Deregulasi dan pembukaan peluang bagi investor asing untuk memasuki semua sektor. (3) Pengurangan subsidi kebutuhan-kebutuhan pokok seperti beras, listrik, dan pupuk. (4) Menaikkan tarif telepon dan pos. (5) Menaikkan harga BBM. (6) Menaikkan biaya pendidikan sebanyak 300% (Kau.or.id, 12/11/2004 ).
Rasanya rakyat sudah capek dengan kondisi yang terjadi saat ini. Begitu banyak permasalahan yang mendera mereka. Yang kadangkala permasalahan tersebut membuat mereka menderita. Penderitaan mereka seakan-akan tidak pernah berhenti pada satu bidang saja. Mulai dari masalah pendidikan, kelaparan , kekurangan gizi, busung lapar , kemiskinan , pengangguran dsb. Sudah lama rakyat hidup dalam kubangan penderitaan, dan hingga sampai detik ini pun masih dialaminya. Tiap hari mereka lalui kehidupan ini dengan penuh kepahitan. Dan tak ada seorang pun yang mendengarkan rintihan mereka. Penderitaan mereka seakan-akan tak pernah ada habisnya. Rakyat rasanya sudah kehabisan suara untuk menjerit. Sekeras apapun suara rakyat tidak pernah didengar. Air mata , rasanya juga sudah habis untuk menangisi nasib yang tak kunjung baik, hanya karena Negara ini salah urus. Apa menunggu air mata darah ? Baru Negara yang katanya kaya raya ini jadi baik?
Kini rakyat hanya bisa menjual harga diri. Ini kenyataan . Jutaan rakyat kesulitan makan . Jutaan bayi kena busung lapar. Jutaan rakyat putus sekolah. Ribuan sekolah kondisinya sangat mengenaskan.
Berbagai kejadian membuktikan para pejabat selalu saja begitu kelakuannya , selalu bersikap egois terhadap rakyat . Jika sudah begini , apa rakyat masih harus percaya kepada omongan para pejabat atau pemerintah ? Masih lebih terhormat maling yang mencuri karena susah bayar uang sekolah anak dan mereka mencuri lantaran agar anaknya dapat mengenyam pendidikan yang terbaik. Kesulitan hidup seperti ini dirasakan oleh jutaan rakyat , sementara pejabat tidak pernah susah hidup, karena semua disiapkan Negara. Apakah mereka tidak mempunyai hati nurani lagi ? Dimanakah rasa belas kasihan mereka terhadap rakyat miskin. Untuk mendapatkan pendidikan yang layak saja, begitu sulitnya. Padahal di tangan generasi muda tertumpu harapan perubahan dalam kehidupan bangsa Indonesia. Dan apakah memang di Negara Indonesia, orang miskin dilarang sekolah ?
Setelah melalui proses yang amat panjang, DPR akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) BHP ( Badan Hukum Pendidikan) menjadi Undang-Undang, pada hari Rabu 17 Desember 2008. Dan ini adalah suatu bentuk manifestasi dari akibat sistem kapitalisme yang diterapkan oeh Pemerintah. Sehingga Pemerintah pun meliberalisasikan segala bidang aspek kehidupan, dan yang terkena imbasnya juga adalah sektor pendidikan. Sejak tahun 2000 Pemerintah telah menggulirkan konsep BHMN yang sudah dijalankan oleh tujuh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yaitu UI, UGM, ITB, IPB ,USU, UPI dan UNAIR. Dalam BHMN ( Badan Hukum Milik Negara), Pemerintah masih bertanggung jawab walaupun BHMN diberi otonomi khusus. Namun , ketika BHMN berpindah status menjadi BHP, maka Pemerintah, otomatis menyerahkan tanggung jawab pengelolaan universitas sepenuhnya kepada pihak pengelola pendidikan dan masyarakat, termasuk pembiayaannya. Padahal, dengan status BHMN saja, PTN rata-rata menaikkan beban biaya pendidikan yang sangat tinggi bagi para mahasiswanya, apalagi kalau UU BHP sudah diberlakukan oleh pemerintah dalam pengelolaan sistem pendidikan di Indonesia.
Dengan demikian, Pemerintah meminimalkan perannya bahkan cenderung melepaskan tanggung jawab dalam pembiayaan pendidikan. Padahal , kewajiban Negara adalah memberikan pelayanan pendidikan yang baik dan bermutu bagi rakyatnya. Dengan mendapatkan pendidikan yang baik, maka akan lahirlah kader-kader generasi penerus perjuangan bangsa dan Negara. Akan tetapi, jika rakyat tidak dapat mengenyam pendidikan yang baik dan bermutu, maka bangsa Indonesia akan melahirkan generasi para budak dan jongos.
Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing, di samping memiliki budi pekerti yang luhur dan moral yang baik.
Akan tetapi pada sekarang ini, fenomena penyelenggaraan perguruan tinggi menjadi sebuah ”industri” yang hanya mementingkan sebuah nilai komersialitas saja, sehingga mengarah pada sistem pendidikan kapitalisme.
Setidaknya ada empat titik kritis, yang memberi peluang PTN terjebak kapitalisme. Pertama, sistem rekrutmen mahasiswa yang dikelola secara otonom oleh PTN untuk jalur penelusuran minat dan kemampuan khusus (PMDK) atau sering disebut jalur “khusus" dan jalur ekstensi. Sistem ini bersangkut-paut dengan otoritas PTN dalam menentukan dua keputusan strategis: (1) siapa yang berhak diterima sebagai mahasiswa dan siapa yang tidak, (2) berapa besar sumbangan pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan (SP3) atau biasa disebut uang gedung, yang harus dibayar calon mahasiswa yang diterima.
Di Jawa Timur, misalnya, PTN yang disorot publik, karena menjadi pionir dalam membuka kelas ekstensi dan jalur khusus, yang rekrutmennya dikelola secara otonom oleh PTN bersangkutan, artinya tidak melalui jalur sistem penerimaan mahasiswa baru (SPMB) adalah Universitas Airlangga (Unair). Menurut keterangan Ketua Panitia PMDK Unair Dr drg Sherman Salim MS; uang gedung calon mahasiswa baru untuk jalur khusus berkisar antara Rp 5 juta - Rp.75 juta. Dana ini sah-sah saja, karena dijamin pasal 24 ayat (3) UU No 20/2003 tentang Sisdiknas, bahwa Perguruan Tinggi dapat memperoleh sumber dana dari masyarakat yang pengelolaannya dilakukan berdasar prinsip akuntablitas publik. Persoalannya, pengelolaan dana yang berdasar pada prinsip akuntabilitas publik inilah yang masih sulit untuk diwujudkan.(Kompas, Jumat 18 Juni 2004).
Di Universitas Indonesia, uang pangkalnya saja mencapai Rp. 25 juta untuk fakultas-fakultas eksakta.(Antara News, 04 Juli 2007). ITB, perguruan tinggi yang pernah meluluskan presiden pertama negeri ini, menawarkan 10 bangku di departemen teknik fisika dengan harga 25.000 dolar AS (Rp 200 juta lebih). Lalu juga Undip, membuka jalur khusus untuk Fakultas Kedokteran sebesar Rp 150 juta, sementara nilai ‘kursi’ untuk fakultas-fakultas teknik Rp 100 juta. UGM Yogya mematok harga bervariasi antara Rp 2 juta (untuk calon mahasiswa Fakultas Biologi, Filsafat), hingga di atas Rp 50 juta. (suaramerdeka.com)
Aset-aset perguruan tinggi pun dijadikan bisnis untuk mencari uang. Misalnya saja IPB mendirikan Bogor Botany Square, Ekalokasari Plaza, dan pom bensin di wilayah kampusnya. Sebenarnya ini sudah melanggar Tri Dharma Perguruan Tinggi karena menjadikan bagian kampus sebagai pusat bisnis. Pendidikan saat ini pun menjadi seperti barang mewah. Boleh dibilang, pendidikan harganya seperti barang kebutuhan tersier (mewah). Dan tentunya cuma bisa dibeli oleh mereka yang berkantong tebal. Sementara buat kebanyakan rakyat negeri ini yang memiliki penghasilan rata-rata yang masuk kategori kelas menengah ke bawah, cukup merajut mimpi saja. Yang jelas , UU BHP telah melahirkan pelayanan pendidikan diskriminatif. Ia telah melahirkan disparitas pendidikan yang sangat jauh dan melebar antara anak-anak orang kaya dengan anak-anak orang miskin. Seolah siapapun yang akan mendapatkan pendidikan harus diukur dari seberapa banyak uang yang dimiliki sebagai biaya masuk untuk duduk di bangku pendidikan tinggi. UU BHP sangat mendorong terciptanya kemunduran pendidikan. Sebab akan banyak sekali anak orang miskin yang tidak dapat bersekolah, sehingga pada akhirnya tidak akan mendapatkan pendidikan yang layak dan berkualitas. Lalu bagaimana nasib bangsa ini , jikalau generasi bangsa kita tidak mendapatkan pendidikan yang terbaik?. Maka tentunya bangsa Indonesia tidak akan dapat melahirkan suatu generasi bangsa yang bekualitas dan mempunyai nilai daya jual tinggi dalam menghadapi era perkembangan zaman yang begitu pesat. Dengan menempatkan pendidikan mahal akan merendahkan martabat pendidikan itu sendiri sebagai media pembebasan manusia dari cengkeraman kemiskinan. Hal itu terjadi karena komersialisasi akan mereduksi hakikat pendidikan dan kemanusiaan itu sendiri. Selain itu, proses komersialisasi juga akan "meminggirkan" kalangan tak mampu tapi berbakat.dan cerdas yang akan jadi korbannya. Angka partisipasi sekolah penduduk berusia 13-15 tahun tidak banyak berubah, bertahan pada 84%, sedangkan pada usia 16-18 tahun 53,92%. (BPS: Indikator Kunci Indonesia 2007 ). Soal kualitas, sistem pendidikan di Indonesia terbilang buruk. Menurut hasil penelitian sebuah lembaga konsultan di Singapura (The Political and Economics Risk Consultancy/PERC) September 2001, sistem pendidikan Indonesia berada di urutan 12 dari 12 negara Asia. Bahkan lebih rendah dari Vietnam. Sementara itu, hasil penilaian Program Pembangunan PBB (UNDP) pada tahun 2000 menunjukkan, kualitas SDM Indonesia menduduki urutan ke-109 dari 174 negara, atau jauh dibandingkan dengan Singapura (24), Malaysia (61), Thailand (76), dan Filipina (77) (satunet.com). UU BHP pun akan melahirkan suatu tatanan kehidupan yang kapitalistik, perilaku politik yang oportunistik, budaya hedonistik, kehidupan sosial yang egoistik, dan individualistik, sikap beragama yang sinkretik serta paradigma pendidikan yang materialistik. Nilai-nilai kemanusiaan akan diabaikan dalam kehidupan masyarakat. Hanya orang-orang kaya lah yang mempunyai privilese ( hak istimewa) dalam stratfikasi sosial dan mempunyai hierarki yang paling tinggi. Sungguh tak adil, jika pendidikan hanya dinikmati oleh segelintir orang saja. Padahal, Pemerintah seharusnya menyediakan suatu pendidikan yang layak bagi semua rakyatnya. Tidak seperti yang terjadi saat ini. Negara justru menjual pendidikan kepada warganya. Apalagi setelah kebijakan UU BHP yang akan diberlakukan, dunia pendidikan juga mengalami imbas yang kian negatif. Dan UU BHP tak lepas dari campur tangan asing yang menginginkan agar Negara Indonesia tetap menduduki sebagai Negara yang terbelakang dalam hal sisi pendidikannya. Hal itu sebagai upaya agar pihak-pihak asing dapat leluasa mengeruk (mengeksploitasi) kekayaan sumber daya alam (SDA) yang terdapat di Indonesia.
Intervensi asing dapat dibuktikan ketika berawal dari menguatnya liberalisasi ekonomi dan krisis multidimensi yang terjadi Indonesia pasca reformasi, terjadi inflasi ekonomi, pemerintah Indonesia mengalami defisit anggaran yang mengarahkan pemerintah mau tidak mau harus mengikuti anjuran dari badan kapitalisme global yakni IMF dan Bank dunia. Jadilah negeri ini diambil alih oleh Bank Dunia dan IMF, serta negara-negara maju (Negara-G8).
Adanya intervensi dari semua lembaga tersebut di atas tidak menjamin stabilitas perekonomian Negara Indonesia. Akan tetapi, lebih menjerumuskan Negara Indonesia ke jurang keterpurukan yang lebih dalam. Meski secara resmi Pemerintah telah memutus hubungan dengan IMF, peran lembaga seperti IMF dan Bank Dunia itu masih terus berlangsung.
Saat ini utang berupa dana segar dari Bank dunia hanya diberikan untuk utang Program Penyesuaian Struktural (SAP). Utang dengan skema SAP ini mensyaratkan Pemerintah untuk melakukan perubahan kebijakan yang mengarah pada kebijakan untuk (1) mengurangi peran Pemerintah dalam menyediakan barang publik , seperti listrik, maupun pelayanan umum seperti pendidikan, dan kesehatan. (2) memberikan keleluasaan kepada para pemilik modal untuk mengelola barang publik dan pelayanan umum sebagaimana mengelola barang perusahaan yang bertujuan mengejar dan menumpuk keuntungan.
Adapun bentuk-bentuk program penyesuaian struktural adalah (1) Swastanisasi (Privatisasi) BUMN (pengalihan kepemilikan BUMN dari Pemerintah kepada pihak swasta/asing). (2) Deregulasi dan pembukaan peluang bagi investor asing untuk memasuki semua sektor. (3) Pengurangan subsidi kebutuhan-kebutuhan pokok seperti beras, listrik, dan pupuk. (4) Menaikkan tarif telepon dan pos. (5) Menaikkan harga BBM. (6) Menaikkan biaya pendidikan sebanyak 300% (Kau.or.id, 12/11/2004 ).
Rasanya rakyat sudah capek dengan kondisi yang terjadi saat ini. Begitu banyak permasalahan yang mendera mereka. Yang kadangkala permasalahan tersebut membuat mereka menderita. Penderitaan mereka seakan-akan tidak pernah berhenti pada satu bidang saja. Mulai dari masalah pendidikan, kelaparan , kekurangan gizi, busung lapar , kemiskinan , pengangguran dsb. Sudah lama rakyat hidup dalam kubangan penderitaan, dan hingga sampai detik ini pun masih dialaminya. Tiap hari mereka lalui kehidupan ini dengan penuh kepahitan. Dan tak ada seorang pun yang mendengarkan rintihan mereka. Penderitaan mereka seakan-akan tak pernah ada habisnya. Rakyat rasanya sudah kehabisan suara untuk menjerit. Sekeras apapun suara rakyat tidak pernah didengar. Air mata , rasanya juga sudah habis untuk menangisi nasib yang tak kunjung baik, hanya karena Negara ini salah urus. Apa menunggu air mata darah ? Baru Negara yang katanya kaya raya ini jadi baik?
Kini rakyat hanya bisa menjual harga diri. Ini kenyataan . Jutaan rakyat kesulitan makan . Jutaan bayi kena busung lapar. Jutaan rakyat putus sekolah. Ribuan sekolah kondisinya sangat mengenaskan.
Berbagai kejadian membuktikan para pejabat selalu saja begitu kelakuannya , selalu bersikap egois terhadap rakyat . Jika sudah begini , apa rakyat masih harus percaya kepada omongan para pejabat atau pemerintah ? Masih lebih terhormat maling yang mencuri karena susah bayar uang sekolah anak dan mereka mencuri lantaran agar anaknya dapat mengenyam pendidikan yang terbaik. Kesulitan hidup seperti ini dirasakan oleh jutaan rakyat , sementara pejabat tidak pernah susah hidup, karena semua disiapkan Negara. Apakah mereka tidak mempunyai hati nurani lagi ? Dimanakah rasa belas kasihan mereka terhadap rakyat miskin. Untuk mendapatkan pendidikan yang layak saja, begitu sulitnya. Padahal di tangan generasi muda tertumpu harapan perubahan dalam kehidupan bangsa Indonesia. Dan apakah memang di Negara Indonesia, orang miskin dilarang sekolah ?
Legalitas Poligami Dalam Kehidupan Bermasyarakat
Legalitas Poligami Dalam Kehidupan Bermasyarakat
“Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan” (QS. al-Mu’minuun: 96)
Menikah adalah pola hidup para nabi, benteng para ahli taqwa dan kebanggaan para waliyullah. Itulah petikan beberapa bait yang sering dilantunkan oleh para penghulu (pencatat nikah) di setiap kelurahan di Indonesia ini, bahkan mereka meyakini untaian kalimat tersebut adalah khotbah nikah yang diucapkan oleh nabi Muhammad saw terlepas dari benar dan salahnya riwayat tersebut.
Menikah telah dipahami oleh masyarakat kita dengan sangat baik sebagai legalitas hubungan biologis pria-wanita yang sah. Sambutan mereka terhadap akad dan resepsi pernikahan terlihat sangat semarak dan khidmat. Waktu diluangkan, dana disumbangkan, dan dukungan dilimpahkan pada saat terdengar kabar bahwa seorang anggota keluarga atau anggota masyarakat akan menikah. Maha suci Allah yang maha agung.subhanallah….
Itulah pernikahan pertama yang dilakukan oleh seorang muslim di Indonesia… semarak, meriah, dan penuh dukungan. Lantas apakah hal sedemikian juga akan dialami oleh seseorang jika ia menikah untuk yang kedua, ketiga dan ke-empat pada saat istri pertama masih hidup…???
Ternyata tidak demikian kenyataan yang kita lihat… cercaan, hinaan, tuduhan, sindiran dan cemoohan akan menghiasi kehidupan seorang muslim yang berpoligami di tengah-tengah masyarakat muslim bahkan pemerintah Republik Indonesia di bawah pimpinan SBY mempersiapkan diri untuk “mengkriminalkan” pelaku poligami, apalagi di saat yang bersamaan adegan zina dipertontonkan di berbagai media di Indonesia dan para pelakunya tidak dicerca atau tidak dihina dan pemerintah tidak mencampuri kasus MAJALAH PLAYBOY dengan berbagai alasannya, lebih dari itu para pezina di Indonesia mendapatkan simpatik pemerintah dan masyarakat muslim juga belas kasihan dan dukungan dari mereka, sangat fantastis sekaligus ironis…
La haula wala quwwata illa billah.
Begitukah sikap masyarakat muslim menyikapi syariat mereka sendiri?? Terpujikah sikap seperti itu? Adakah sikap itu mencerminkan dan mewakili atau merepresentasikan ajaran Islam? Masihkah masyarakat muslim mampu menggaungkan Islam rahmatan lil’alamin dihadapan ummat agama lain?
Di sisi lain masyarakat muslim Indonesia juga telah mencatat berbagai cacat yang dilakukan oleh oknum muslim tertentu dalam melakukan poligami. Keretakan keharmonisan rumah tangga, keterlantaran anak-anak akibat kurang perhatian, dan kezaliman lain terhadap “istri tua” dan lain sebagainya.
Benarkah poligami dalam syariat Islam melahirkan kezaliman? Dapatkah poligami menjadi rahmatan lil’lamin dalam sorotan masyarakat muslim Indonesia? Mari kita pahami syari’at Allah swt ini dengan akal sehat di bawah sinaran cahaya contoh yang telah ditunjukan oleh nabi Muhammad saw.
Legalitas Poligami dalam Islam
Para ulama Islam di semua masa dan semua permukaan bumi ini telah berijma’ atau sepakat bahwa tidak ada halangan bagi seorang pria yang memiliki “citra adil” untuk menikahi wanita yang dipandang thoyyibah (bukan sekedar disenangi) untuk kali yang kedua, ketiga dan keempat. Kesepakatan mereka bukanlah dorongan naluriah para ulama itu yang mayoritas berjenis kelamin laki-laki. Karena kesepakatan seperti itu “tertolak” secara ilmiyah, di samping itu kesepakatan “ijma” ulama harus memiliki landasan tekstual lebih dahulu.
Jangankan landasan naluriah perasaan yang tidak diterima sebagai ijma’, landasan ‘aqliyah semata pun tidak semua ulama menerimanya. Demikianlah gambaran kekuatan hukum dalam syariat Islam.
Para ulama melandasi kesepakatan mereka tentang poligami dengan ayat al-quran yang atinya: “dan jika kalian khawatir untuk tidak dapat berlaku adil terhadap para yatim itu, maka (sebagai solusi) menikahlah dengan wanita yang kalian pandang thoyibah, boleh dua orang atau tiga orang atau empat orang, namun jika kalian juga khawatir untuk tidak dapat berlaku adil (terhadap) para istri itu maka cukuplah dengan menikahi satu orang wanita saja atau dengan menambah budak wanita (untuk mengurus para yatim) karena (solusi itu) menjadikan kalian tidak melanggar batas.” (QS. an-Nisaa: 3)
Selanjutnya, para ulama Islam juga tidak berbeda pendapat tentang kosa kata “adil” dalam aturan poligami itu, bahwa adil yang dituntut oleh syariat kepada suami untuk istrinya adalah adil secara lahir / yang terlihat (zahir), yaitu bersikap proporsional dalam mempergauli seluruh istri yang dinikahi pada seluruh aktifitas rumah tangga yang kasat mata, materi dan (bermalam) atau berhubungan seks. Sehingga sikap yang ditunjukkan oleh syariat adalah agar para suami tidak terlihat terlalu condong terhadap salah seorang dari mereka karena hal itu akan “melukai” perasaan istri yang lain.
Sedangkan menyamaratakan “kasih sayang di hati” suami untuk seluruh istri tidaklah menjadi tuntutan syariat yang memiliki konsekwensi dosa jika tidak dilakukan. Kenapa begitu, karena menjadi tidak manusiawi jika suami dibebankan akan hal yang tidak dikuasainya.
Begitu juga sesuatu di dalam hati yang tidak ditampakkan tidak akan melukai orang lain. Contoh: jika seseorang tidak suka terhadap prilaku orang lain namun ia tidak menampakkan ketidaksukaannya maka orang lain tidak pernah terlukai.
Uraian “adil” di atas adalah petunjuk Allah swt dalam al-Qur’an yang atinya: “dan kalian sekali-kali tidak akan mampu bersikap adil dengan sempurna walaupun kalian inginkan (adil sempurna itu) maka (solusinya) janganlah kalian tampakkan kecenderungan kalian terhadap salah seorang dari istrimu yang akan berakibat (kezaliman) engkau meninggalkan istrmu itu seperti pakaian yang tergantung. Jika kalian mau memperbaiki (sikap) lalu bertaqwa kepada Allah maka sesungguhnya Allah maha pengampun dosa dan maha penyayang hambaNya.” (QS. an-Nisaa: 129)
Dengan memahami ayat-ayat di atas jelaslah di hadapan kita bahwa legalitas poligami bukanlah “tuntutan biologis” seorang ulama atau seluruh ulama seperti dituduhkan oleh orang-orang yang memiliki kedengkian terhadap syariat Islam. Walaupun demikian status hukum berpoligami hanyalah “ibahah”yaitu kebolehan yang tidak berarti kewajiban atau keutamaan (sunnah).
Aturan Teknis Berpoligami
Tentu tidak cukup bagi muslimin dan muslimat jika hanya memahami legalitas berpoligami saja, mereka juga wajib memahami syariat tentang tekhnis berpoligami itu sendiri. Hal ini penting untuk menekan angka kesalahan praktek berpoligami di tengah masyarakat muslim di seluruh dunia.
Termasuk rahmat dan kasih sayang Allah swt pada saat nabi Muhammad saw melakukan praktek poligami secara nyata karena maksud diturunkannya syariat Islam memang untuk mengatur kehidupan manusia dan nabi Muhammad adalah manusia yang berbeda dengan manusia lainnya hanya dari sudut menerima wahyu Allah swt saja.
Selebihnya beliau sama dengan manusia lain, makan, minum, menyukai wanita, sakit, sedih, gembira dan segala hal dalam dunia manusia sehingga manusia mudah mendapatkan contoh dalam segala hal yang disyariatkan untuk mereka.
Dengan demikian berpoligami tidak sekedar syariat yang legal tetapi tidak dapat dipahami dalam mempraktekkannya namun berpoligami adalah syariat yang telah jelas legalitas dan seluk beluknya. Nabi Muhammad adalah manusia percontohan dalam segala praktek kehidupan termasuk berpoligami.
Ada beberapa catatan penting dalam praktek poligami rasulullah saw yang dapat kita tiru dan kita teladani jika ingin merasakan rahmat berpoligami:
1)Adil dalam lingkup ekonomis: Rasulullah saw menyimpankan persediaan pangan untuk seluruh istrinya selama setahun penuh. Istri rasulullah tidak pernah kekurangan pangan walaupun beliau sering menderita lapar.
2)Adil dalam lingkup biologis: Rasulullah saw memiliki kekuatan jima’ yang setara dengan empat puluh laki-laki. Beliau mampu menyenangkan para istri secara biologis secara merata.
3)Adil dalam lingkup dakwah dan sosial: Rasulullah saw mendelegasikan para istrinya untuk menjelaskan banyak hal yang berkaitan dengan wanita dalam ibadah, akhalaq dan mu’amalah (pemberdayaan perempuan). Banyak suku yang tunduk dan berIslam karena Rasulullah menikahi salah seorang wanita terhormat dari kalangan sebuah suku.
4)Adil dalam lingkup ke-wanitaan: Rasulullah saw tidak pernah membandingkan pelayanan dan rupa seorang istrinya di hadapan istri yang lain. Beliau minta izin istri-istrinya jika ingin berada lebih lama dengan Aisyah binti Abu Bakr. Betapa rasulullah saw menjaga perasaan seorang wanita dengan sangat teliti.
5)Adil dalam lingkup keturunan: Rasulullah saw tidak pernah menelantarkan anak-anak yang lahir dari pernikahan beliau ataupun anak-anak yatim yang dibawa oleh para istri Rasulullah saw yang memang para janda.
Demikianlah secara singkat gambaran poligami yang ada dalam contoh teladan ummat Islam seluruh dunia sehingga penerjemahan ummat Islam akan syariat poligami tidak akan menjadi fitnah dan hidup bermasyarakat.
Begitu sempurna akhlaqmu wahai Rasulullah, tak seorangpun mampu melukai syariat yang engkau emban dari Tuhanmu karena keindahan prilaku yang engkau tunjukkan di hadapan manusia.
Tanya Jawab Kasus Poligami
1)Bolehkah berpoligami dengan wanita yang masih gadis belia? Ataukah berpoligami harus dengan janda tua yang banyak anaknya saja jika ingin dilakukan.?
Jawab: pada prinsipnya tidak ada ketentuan khusus dalam Islam yang mengatur kriteria khusus/status wanita bagi seseorang jika hendak berpoligami. Hal itu menunjukkan kebolehan berpoligami dengan wanita gadis atau janda, cantik atau tidak cantik dengan catatan tidak menjadikan kegadisan dan kecantikan sebagai tolok ukur memilih istri kedua dan seterusnya.
Kalau hal itu tidak diperhatikan maka maksud pensyariatan berpoligami dapat ternodai atau terancam kesucianya.
2)Benarkah berpoligami itu menyakiti perasaan wanita?
Jawab: Mari kita lihat masalah ini dengan kepala dingin dan rasional. Pertanyaan semacam ini secara tidak langsung telah memastikan adanya praktek menyakiti bersamaan dengan terjadinya poligami. Sesungguhnya hal itu dalam pandangan saya sangat tidak ilmiyah dan keliru. Jika benar adanya bahwa poligami menyakiti wanita, kenyataan di lapangan membuktikan sebaliknya dengan banyak wanita yang rela dan senang hati untuk diperistri oleh pria yang telah beristri. Adanya fenomena itu menunjukkan bahwa redaksi “wanita” dalam pertanyaan tidak dapat diterima.
Jika yang dimaksud adalah istri pertama, bisa jadi hal itu benar dan juga bisa salah karena dalam kenyataannya terlihat sangat relatif, ada istri pertama yang sakit hati ada juga yang senang jika suami menikah lagi dengan wanita lain.
Jika benar bahwa syariat poligami menyakiti wanita (bagaimana pun mempraktekkannya) berarti Allah swt telah menzalimi hambaNya padahal pria dan wanita sama-sama hamba Allah yang dimuliakan oleh Islam. Siapakah yang berani menuduh Allah dengan tuduhan keji seperti itu? Seorang mukmin tidak akan berpandangan serendah itu.
“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai ‘Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.” (QS. al-Anbiyaa’: 22)
“Maha Suci Tuhan Yang empunya langit dan bumi, Tuhan Yang empunya ‘Arsy, dari apa yang mereka sifatkan itu.” (QS. az-Zukhruf: 82)
3)Dapatkah redaksi “adil” dalam berpoligami dijabarkan (breakdown) dengan menciptakan aturan dan undang-undang?
Jawab: Tepat sekali untuk menjabarkan redaksi “adil” dalam praktek poligami dalam sebuah undang-undang. Namun penjabaran itu harus terjaga objektifitasnya, jauh dari penjabaran “adil” secara tidak adil. Itulah yang dilakukan oleh Rasulullah saw dalam praktek poligami beliau sendiri dan beliau mengeluarkan ancaman kehinaan bagi pelaku poligami yang dilakukan ummat Islam secara tidak tepat.
4)Adakah hak bagi istri untuk menolak berpoligami yang akan dilakukan oleh suaminya?
Jawab: Penolakan istri dapat kita klasifikasikan dalam dua bagian, pertama: Penolakan material yaitu penolakan yang didasari oleh kekhawatiran pembagian waktu, kekayaan dan keperkasaan suami terhadap wanita lain (istri kedua) pada saat suami mampu melakukannya secara proporsional. Penolakan sejenis ini tidak mendapat dukungan syariat dan mempersulit terwujudnya salah satu hikmah poligami yaitu takaful dan saling menopang. Kedua: penolakan esensial/maknawi yaitu penolakan yang didasari oleh kenyataan banyaknya kelemahan seorang suami dalam berbagai hal seperti finansial, emosional dan moral sang suami. Penolakan istri seperti ini adalah legal dan istri berhak untuk menolaknya.
5)Bagaimanakah aturan Islam dalam pergaulan antar istri yang tergabung dalam poligami seorang laki-laki?
Jawab: aturan di situ sama dengan aturan akhlak bermasyarakat secara umum seperti yang lebih tua menyayangi yang muda dan yang muda menghormati yang tua. Seluruh prilaku tawadhu, saling memberi, saling merelakan, dan saling membantu kesulitan durrahnya. Begitu juga tidak bersikap sombong, merasa lebih cantik, lebih berjasa dari durrahnya, tidak membuka dan membicarakan hubungan seksual masing masing terhadap suami mereka, tidak mencurigai dan tidak memintai agar suami menceraikan durrahnya.
Penutup
Demikianlah terjemah syariat poligami yang dapat saya uraikan. Jika terdapat kecocokan pada fikiran dan pemahaman para pembaca maka pujilah Allah swt dan jika terdapat kekeliruan dan kesalahan ilmiyah maka berilah masukan konstruktif kepada penulis yang fakir ini. Wallahu’alam bisshowaab.
“Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan” (QS. al-Mu’minuun: 96)
Menikah adalah pola hidup para nabi, benteng para ahli taqwa dan kebanggaan para waliyullah. Itulah petikan beberapa bait yang sering dilantunkan oleh para penghulu (pencatat nikah) di setiap kelurahan di Indonesia ini, bahkan mereka meyakini untaian kalimat tersebut adalah khotbah nikah yang diucapkan oleh nabi Muhammad saw terlepas dari benar dan salahnya riwayat tersebut.
Menikah telah dipahami oleh masyarakat kita dengan sangat baik sebagai legalitas hubungan biologis pria-wanita yang sah. Sambutan mereka terhadap akad dan resepsi pernikahan terlihat sangat semarak dan khidmat. Waktu diluangkan, dana disumbangkan, dan dukungan dilimpahkan pada saat terdengar kabar bahwa seorang anggota keluarga atau anggota masyarakat akan menikah. Maha suci Allah yang maha agung.subhanallah….
Itulah pernikahan pertama yang dilakukan oleh seorang muslim di Indonesia… semarak, meriah, dan penuh dukungan. Lantas apakah hal sedemikian juga akan dialami oleh seseorang jika ia menikah untuk yang kedua, ketiga dan ke-empat pada saat istri pertama masih hidup…???
Ternyata tidak demikian kenyataan yang kita lihat… cercaan, hinaan, tuduhan, sindiran dan cemoohan akan menghiasi kehidupan seorang muslim yang berpoligami di tengah-tengah masyarakat muslim bahkan pemerintah Republik Indonesia di bawah pimpinan SBY mempersiapkan diri untuk “mengkriminalkan” pelaku poligami, apalagi di saat yang bersamaan adegan zina dipertontonkan di berbagai media di Indonesia dan para pelakunya tidak dicerca atau tidak dihina dan pemerintah tidak mencampuri kasus MAJALAH PLAYBOY dengan berbagai alasannya, lebih dari itu para pezina di Indonesia mendapatkan simpatik pemerintah dan masyarakat muslim juga belas kasihan dan dukungan dari mereka, sangat fantastis sekaligus ironis…
La haula wala quwwata illa billah.
Begitukah sikap masyarakat muslim menyikapi syariat mereka sendiri?? Terpujikah sikap seperti itu? Adakah sikap itu mencerminkan dan mewakili atau merepresentasikan ajaran Islam? Masihkah masyarakat muslim mampu menggaungkan Islam rahmatan lil’alamin dihadapan ummat agama lain?
Di sisi lain masyarakat muslim Indonesia juga telah mencatat berbagai cacat yang dilakukan oleh oknum muslim tertentu dalam melakukan poligami. Keretakan keharmonisan rumah tangga, keterlantaran anak-anak akibat kurang perhatian, dan kezaliman lain terhadap “istri tua” dan lain sebagainya.
Benarkah poligami dalam syariat Islam melahirkan kezaliman? Dapatkah poligami menjadi rahmatan lil’lamin dalam sorotan masyarakat muslim Indonesia? Mari kita pahami syari’at Allah swt ini dengan akal sehat di bawah sinaran cahaya contoh yang telah ditunjukan oleh nabi Muhammad saw.
Legalitas Poligami dalam Islam
Para ulama Islam di semua masa dan semua permukaan bumi ini telah berijma’ atau sepakat bahwa tidak ada halangan bagi seorang pria yang memiliki “citra adil” untuk menikahi wanita yang dipandang thoyyibah (bukan sekedar disenangi) untuk kali yang kedua, ketiga dan keempat. Kesepakatan mereka bukanlah dorongan naluriah para ulama itu yang mayoritas berjenis kelamin laki-laki. Karena kesepakatan seperti itu “tertolak” secara ilmiyah, di samping itu kesepakatan “ijma” ulama harus memiliki landasan tekstual lebih dahulu.
Jangankan landasan naluriah perasaan yang tidak diterima sebagai ijma’, landasan ‘aqliyah semata pun tidak semua ulama menerimanya. Demikianlah gambaran kekuatan hukum dalam syariat Islam.
Para ulama melandasi kesepakatan mereka tentang poligami dengan ayat al-quran yang atinya: “dan jika kalian khawatir untuk tidak dapat berlaku adil terhadap para yatim itu, maka (sebagai solusi) menikahlah dengan wanita yang kalian pandang thoyibah, boleh dua orang atau tiga orang atau empat orang, namun jika kalian juga khawatir untuk tidak dapat berlaku adil (terhadap) para istri itu maka cukuplah dengan menikahi satu orang wanita saja atau dengan menambah budak wanita (untuk mengurus para yatim) karena (solusi itu) menjadikan kalian tidak melanggar batas.” (QS. an-Nisaa: 3)
Selanjutnya, para ulama Islam juga tidak berbeda pendapat tentang kosa kata “adil” dalam aturan poligami itu, bahwa adil yang dituntut oleh syariat kepada suami untuk istrinya adalah adil secara lahir / yang terlihat (zahir), yaitu bersikap proporsional dalam mempergauli seluruh istri yang dinikahi pada seluruh aktifitas rumah tangga yang kasat mata, materi dan (bermalam) atau berhubungan seks. Sehingga sikap yang ditunjukkan oleh syariat adalah agar para suami tidak terlihat terlalu condong terhadap salah seorang dari mereka karena hal itu akan “melukai” perasaan istri yang lain.
Sedangkan menyamaratakan “kasih sayang di hati” suami untuk seluruh istri tidaklah menjadi tuntutan syariat yang memiliki konsekwensi dosa jika tidak dilakukan. Kenapa begitu, karena menjadi tidak manusiawi jika suami dibebankan akan hal yang tidak dikuasainya.
Begitu juga sesuatu di dalam hati yang tidak ditampakkan tidak akan melukai orang lain. Contoh: jika seseorang tidak suka terhadap prilaku orang lain namun ia tidak menampakkan ketidaksukaannya maka orang lain tidak pernah terlukai.
Uraian “adil” di atas adalah petunjuk Allah swt dalam al-Qur’an yang atinya: “dan kalian sekali-kali tidak akan mampu bersikap adil dengan sempurna walaupun kalian inginkan (adil sempurna itu) maka (solusinya) janganlah kalian tampakkan kecenderungan kalian terhadap salah seorang dari istrimu yang akan berakibat (kezaliman) engkau meninggalkan istrmu itu seperti pakaian yang tergantung. Jika kalian mau memperbaiki (sikap) lalu bertaqwa kepada Allah maka sesungguhnya Allah maha pengampun dosa dan maha penyayang hambaNya.” (QS. an-Nisaa: 129)
Dengan memahami ayat-ayat di atas jelaslah di hadapan kita bahwa legalitas poligami bukanlah “tuntutan biologis” seorang ulama atau seluruh ulama seperti dituduhkan oleh orang-orang yang memiliki kedengkian terhadap syariat Islam. Walaupun demikian status hukum berpoligami hanyalah “ibahah”yaitu kebolehan yang tidak berarti kewajiban atau keutamaan (sunnah).
Aturan Teknis Berpoligami
Tentu tidak cukup bagi muslimin dan muslimat jika hanya memahami legalitas berpoligami saja, mereka juga wajib memahami syariat tentang tekhnis berpoligami itu sendiri. Hal ini penting untuk menekan angka kesalahan praktek berpoligami di tengah masyarakat muslim di seluruh dunia.
Termasuk rahmat dan kasih sayang Allah swt pada saat nabi Muhammad saw melakukan praktek poligami secara nyata karena maksud diturunkannya syariat Islam memang untuk mengatur kehidupan manusia dan nabi Muhammad adalah manusia yang berbeda dengan manusia lainnya hanya dari sudut menerima wahyu Allah swt saja.
Selebihnya beliau sama dengan manusia lain, makan, minum, menyukai wanita, sakit, sedih, gembira dan segala hal dalam dunia manusia sehingga manusia mudah mendapatkan contoh dalam segala hal yang disyariatkan untuk mereka.
Dengan demikian berpoligami tidak sekedar syariat yang legal tetapi tidak dapat dipahami dalam mempraktekkannya namun berpoligami adalah syariat yang telah jelas legalitas dan seluk beluknya. Nabi Muhammad adalah manusia percontohan dalam segala praktek kehidupan termasuk berpoligami.
Ada beberapa catatan penting dalam praktek poligami rasulullah saw yang dapat kita tiru dan kita teladani jika ingin merasakan rahmat berpoligami:
1)Adil dalam lingkup ekonomis: Rasulullah saw menyimpankan persediaan pangan untuk seluruh istrinya selama setahun penuh. Istri rasulullah tidak pernah kekurangan pangan walaupun beliau sering menderita lapar.
2)Adil dalam lingkup biologis: Rasulullah saw memiliki kekuatan jima’ yang setara dengan empat puluh laki-laki. Beliau mampu menyenangkan para istri secara biologis secara merata.
3)Adil dalam lingkup dakwah dan sosial: Rasulullah saw mendelegasikan para istrinya untuk menjelaskan banyak hal yang berkaitan dengan wanita dalam ibadah, akhalaq dan mu’amalah (pemberdayaan perempuan). Banyak suku yang tunduk dan berIslam karena Rasulullah menikahi salah seorang wanita terhormat dari kalangan sebuah suku.
4)Adil dalam lingkup ke-wanitaan: Rasulullah saw tidak pernah membandingkan pelayanan dan rupa seorang istrinya di hadapan istri yang lain. Beliau minta izin istri-istrinya jika ingin berada lebih lama dengan Aisyah binti Abu Bakr. Betapa rasulullah saw menjaga perasaan seorang wanita dengan sangat teliti.
5)Adil dalam lingkup keturunan: Rasulullah saw tidak pernah menelantarkan anak-anak yang lahir dari pernikahan beliau ataupun anak-anak yatim yang dibawa oleh para istri Rasulullah saw yang memang para janda.
Demikianlah secara singkat gambaran poligami yang ada dalam contoh teladan ummat Islam seluruh dunia sehingga penerjemahan ummat Islam akan syariat poligami tidak akan menjadi fitnah dan hidup bermasyarakat.
Begitu sempurna akhlaqmu wahai Rasulullah, tak seorangpun mampu melukai syariat yang engkau emban dari Tuhanmu karena keindahan prilaku yang engkau tunjukkan di hadapan manusia.
Tanya Jawab Kasus Poligami
1)Bolehkah berpoligami dengan wanita yang masih gadis belia? Ataukah berpoligami harus dengan janda tua yang banyak anaknya saja jika ingin dilakukan.?
Jawab: pada prinsipnya tidak ada ketentuan khusus dalam Islam yang mengatur kriteria khusus/status wanita bagi seseorang jika hendak berpoligami. Hal itu menunjukkan kebolehan berpoligami dengan wanita gadis atau janda, cantik atau tidak cantik dengan catatan tidak menjadikan kegadisan dan kecantikan sebagai tolok ukur memilih istri kedua dan seterusnya.
Kalau hal itu tidak diperhatikan maka maksud pensyariatan berpoligami dapat ternodai atau terancam kesucianya.
2)Benarkah berpoligami itu menyakiti perasaan wanita?
Jawab: Mari kita lihat masalah ini dengan kepala dingin dan rasional. Pertanyaan semacam ini secara tidak langsung telah memastikan adanya praktek menyakiti bersamaan dengan terjadinya poligami. Sesungguhnya hal itu dalam pandangan saya sangat tidak ilmiyah dan keliru. Jika benar adanya bahwa poligami menyakiti wanita, kenyataan di lapangan membuktikan sebaliknya dengan banyak wanita yang rela dan senang hati untuk diperistri oleh pria yang telah beristri. Adanya fenomena itu menunjukkan bahwa redaksi “wanita” dalam pertanyaan tidak dapat diterima.
Jika yang dimaksud adalah istri pertama, bisa jadi hal itu benar dan juga bisa salah karena dalam kenyataannya terlihat sangat relatif, ada istri pertama yang sakit hati ada juga yang senang jika suami menikah lagi dengan wanita lain.
Jika benar bahwa syariat poligami menyakiti wanita (bagaimana pun mempraktekkannya) berarti Allah swt telah menzalimi hambaNya padahal pria dan wanita sama-sama hamba Allah yang dimuliakan oleh Islam. Siapakah yang berani menuduh Allah dengan tuduhan keji seperti itu? Seorang mukmin tidak akan berpandangan serendah itu.
“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai ‘Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.” (QS. al-Anbiyaa’: 22)
“Maha Suci Tuhan Yang empunya langit dan bumi, Tuhan Yang empunya ‘Arsy, dari apa yang mereka sifatkan itu.” (QS. az-Zukhruf: 82)
3)Dapatkah redaksi “adil” dalam berpoligami dijabarkan (breakdown) dengan menciptakan aturan dan undang-undang?
Jawab: Tepat sekali untuk menjabarkan redaksi “adil” dalam praktek poligami dalam sebuah undang-undang. Namun penjabaran itu harus terjaga objektifitasnya, jauh dari penjabaran “adil” secara tidak adil. Itulah yang dilakukan oleh Rasulullah saw dalam praktek poligami beliau sendiri dan beliau mengeluarkan ancaman kehinaan bagi pelaku poligami yang dilakukan ummat Islam secara tidak tepat.
4)Adakah hak bagi istri untuk menolak berpoligami yang akan dilakukan oleh suaminya?
Jawab: Penolakan istri dapat kita klasifikasikan dalam dua bagian, pertama: Penolakan material yaitu penolakan yang didasari oleh kekhawatiran pembagian waktu, kekayaan dan keperkasaan suami terhadap wanita lain (istri kedua) pada saat suami mampu melakukannya secara proporsional. Penolakan sejenis ini tidak mendapat dukungan syariat dan mempersulit terwujudnya salah satu hikmah poligami yaitu takaful dan saling menopang. Kedua: penolakan esensial/maknawi yaitu penolakan yang didasari oleh kenyataan banyaknya kelemahan seorang suami dalam berbagai hal seperti finansial, emosional dan moral sang suami. Penolakan istri seperti ini adalah legal dan istri berhak untuk menolaknya.
5)Bagaimanakah aturan Islam dalam pergaulan antar istri yang tergabung dalam poligami seorang laki-laki?
Jawab: aturan di situ sama dengan aturan akhlak bermasyarakat secara umum seperti yang lebih tua menyayangi yang muda dan yang muda menghormati yang tua. Seluruh prilaku tawadhu, saling memberi, saling merelakan, dan saling membantu kesulitan durrahnya. Begitu juga tidak bersikap sombong, merasa lebih cantik, lebih berjasa dari durrahnya, tidak membuka dan membicarakan hubungan seksual masing masing terhadap suami mereka, tidak mencurigai dan tidak memintai agar suami menceraikan durrahnya.
Penutup
Demikianlah terjemah syariat poligami yang dapat saya uraikan. Jika terdapat kecocokan pada fikiran dan pemahaman para pembaca maka pujilah Allah swt dan jika terdapat kekeliruan dan kesalahan ilmiyah maka berilah masukan konstruktif kepada penulis yang fakir ini. Wallahu’alam bisshowaab.
Langganan:
Postingan (Atom)